03 :: One Pair

838 134 7
                                    

Nuna, apa yang terjadi padamu?”

Begitu datang ke kafe, Sungchan buru-buru menghampiri dan memapahnya. Jeno yang mengelap meja melebarkan mata melihat sang majikan datang dengan sebelah kaki diperban. Buru-buru laki-laki bermarga Lee itu menaruh lap dan penyemprot ke atas meja, jadi mengekori Jisoo yang dibawa Sungchan ke ruang staff.

Eonnie, mau kubuatkan teh hangat? Apa kamu habis kecelakaan? Kapan ini terjadi?” Winter juga jadi merapat padanya, sedang Jisoo sendiri hanya menggeleng sambil mengukir senyuman hangat, menenangkan tiga anak karyawannya yang mulai ribut.

“Aku keserempet mobil. Yaa beginilah. Kalian tidak perlu khawatir, hanya luka kecil,” dalihnya, terpaksa mengatakan kebohongan agar para pekerjanya ini tidak cemas kalau Jisoo mengatakan yang sebenarnya. Dia jadi merasa menyesal melihat ekspresi risau Winter, Sungchan, dan Jeno yang berdiri mengelilinginya.

Jisoo memalingkan wajah saat sorot mata Jeno menatapnya curiga.

Tidak mungkin juga Jisoo bilang habis nyaris dilecehkan, bukan? Dia tidak mau membuat mereka memikirkan hal yang sebenarnya tidak perlu.

“Winter, buatkan teh hangat,” ucap Jeno tegas, “tolong.”

Winter tanpa ragu langsung melipir ke bagian dapur.

“Anda sudah sarapan, Nuna? Mau saya—“

“Buatkan Nuna bubur,” Lagi-lagi Jeno memberikan titah. Laki-laki tinggi itu memasang ekspresi datar. Ketika hanya dia saja dan Jisoo berduaan, Jeno menghela napas berat lalu berlutut di depan Jisoo. “Boleh aku menyentuh kakimu, Nuna?”

Jisoo bingung. “Untuk apa?”

Merasa mendapat izin, Jeno tanpa ragu menyingkap coat hitam yang menutupi betis sang majikan. Mata hitam Jeno memandang dingin selop cokelat yang Jisoo kenakan. Dia menyentuh sandal tersebut, masih ada price tagnya.

Jeno menarik napas pelan.

Ha ... Jeno tahu Jisoo berbohong.

“Habis bertarung dengan siapa, Nuna? Semalam kau tidak pulang ke rumah. Ke mana kau pergi?” Jeno kemudian menyentuh betis yang diperban membuat Jisoo meringis. Kali ini tatapan mata Jeno merayap liar, memandangi kaki putih Jisoo, kemudian naik ke perut, kemudian naik ke leher lalu wajah pucatnya. Dia memicing, sadar salah satu kancing kemeja Jisoo hilang satu.

Jeno seketika mengulas sunggingan, sebuah senyuman menuntut penjelasan. “Bisa jelaskan padaku?” tanyanya, seiring dengan kedua sudut mataya yang menyipit paksa mengikuti garis senyum.

Jisoo seketika mengulum bibir mengabaikan Jeno yang merasa terusik dengan aroma parfum yang berbeda. “Coat siapa juga ini?”

“Baiklah, baiklah.” Jisoo menyerah, tak bisa melarikan diri setelah diserang Jeno seperti ini. Gadis itu menghela napas, melirik Jeno sebentar lalu berkata,

“Aku habis dilecehkan.”

Gelas teh yang dipegang Winter langsung jatuh ke lantai. Jisoo melebarkan mata, membuatnya tanpa sadar menghampiri Winter yang berdiri di ambang pintu sambil terpincang-pincang. “Winter, kakimu! Air panas itu—“

“Siapa ....” sorot mata Winter berubah hampa, “siapa yang beraninya melecehkan kakakku?!”

Winter seakan tak peduli dengan kakinya yang terciprat air panas, pun dengan Jisoo sendiri yang mengkhawatirkan kondisi anak buahnya tak menyadari kondisinya sendiri saat ini bagaimana. Membuat Jeno yang memperhatikan jadi menghembuskan napas berat, pusing melihat dua wanita di kafe ini yang tingkahnya terkadang membuatnya geleng-geleng kepala.

Cursed Wedding | jisyongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang