10 :: Poker Hands

785 135 48
                                    

Taeyong tidak tahu bahwa dirinya akan merasa kesal seperti ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Taeyong tidak tahu bahwa dirinya akan merasa kesal seperti ini. Musim dingin yang diiringi tangisan sosok yang menjadi pendampingnya, musim dingin yang udaranya terasa menyengat begitu menyentuh kulit.

Sejak awal Taeyong hanya memikirkan dirinya sendiri. Asal dia bisa bekerja, bermain, dan melepas stress dia tak akan menghiraukan kehidupan di sekitarnya. Namun, Taeyong lupa satu hal.

Statusnya sekarang adalah seorang suami.

Perasaan jengkel ini menggelikan. Taeyong mencoba membedakan rasa aneh yang berdesir di hatinya. Apakah pernah dia segini kesal karena semua hal tidak berjalan lancar sebelumnya? Atau ketika dia menikah dengan Nahee, apakah dia pernah merasa kecolongan seperti ini?

Wajar kalau Jisoo merasa pesimis. Tanpa sepengetahuannya, istri yang dia jadikan jaminan masa depan mengalami hal-hal merepotkan. Apa itu sebabnya Jisoo terlihat kesal ketika jalan-jalan di taman? Taeyong tidak menyadarinya.

"Tuan, ada tiga belas pegawai yang sudah saya kumpulkan."

Taeyong duduk di kursi kerja sembari menyilang kaki. Dia bertopang dagu, pun dengan netra gelapnya memandang kepala pelayan dari atas kepala sampai ujung kaki. Rumah besarnya memang lebih ramai diisi pekerja, apalagi sang pemilik wastu tersebut jarang pulang. Diskriminasi, penyalahgunaan kekuasaan, perundungan. Ha. Ini membuatnya tertawa kecil. Kapan lagi dia melihat pemilik rumah dilecehkan oleh pekerjanya sendiri?

"Cabut lisensi pekerjaan mereka." Taeyong berkata datar. Melihat kepala pelayan yang melebarkan mata seakan terkejut, Taeyong membentuk seringai menghina. "Kenapa? Kau kaget melihat Tuanmu yang tidak banyak bicara ini memerintahkan itu?"

Seringai cemooh Taeyong makin menjadi-jadi. Dia memiringkan kepala. "Andai saja memotong lidah bukan tindakan kriminal, aku akan menghadiahkan istriku tiga belas lidah mereka dalam satu kotak."

Kepala pelayan, Pennel, mengangguk mengerti. "Baik."

"Satu lagi," Taeyong melirik jam dinding sekilas lalu menatap Pennel lempeng, "apa kalian ada yang memukul istriku?"

"Saya bersaksi demi Tuhan tidak ada yang melukai beliau secara fisik."

Taeyong nyaris terbahak. Dia menatap Pennel agak guyon. Ini lucu. Kepala pelayan bersaksi pada Tuhan tidak melukai Jisoo secara fisik, tetapi dia mengaku memang melukai Jisoo secara verbal.

Rumah ini kacau sekali.

Taeyong tidak berpikir kalau pegawainya sekarang benih-benih penjilat Kim Nahee. Wajar saja Jisoo marah dan merajuk. Tinggal di rumah ini estimasinya tidak sebentar. Jisoo pasti sudah memikirkan efek jangka panjangnya jika dia diam saja tak mengatakan apapun.

Taeyong menghela napas seraya bersandar pada kursi kerja. Dia mengibaskan tangan kanan, memberi isyarat mengusir pada butlernya. Sebelum Pennel betulan pergi, Taeyong berkata, "Bawa Hestia ke sini. Jadikan dia kepala pelayan wanita."

Cursed Wedding | jisyongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang