11 :: Clubs

871 140 37
                                    

"Semenjak kau menikah, kau semakin sombong saja." Yuta berujar seraya mengambil selembar kartu yang diberikan dealer. Laki-laki itu melirik Taeyong yang duduk tenang di kursi, lagi-lagi bermain-main dengan gelas anggurnya seakan-akan permainan yang menghasilkan uang di depannya bukanlah perkara penting. "Kau jadi jarang bermain, apa kau sesuka itu pada istrimu?"

Taeyong mendesis jengkel. "Kau tahu sendiri pekerjaanku menggila akhir-akhir ini, sialan."

Yuta terbahak-bahak, senang melihat raut ekspresif temannya sejak zaman SMP ini. Dilihatnya Taeyong dan jam dinding bergantian, sudah pukul sebelas malam dan laki-laki ini datang dua jam yang lalu. "Lagipula, salahmu malah enggan menerima warisan Grandma."

"Aku bisa mati muda karena emosi kalau menerima warisannya," timpal Taeyong kalem membuat John yang sedari tadi diam saja jadi ikut tertawa.

"Tapi setidaknya kau harus bersyukur, Taeyong. Semenjak kau menikah, Grandma tidak seagresif dulu."

Taeyong melirik John sekilas.

Bersyukur?

Diamnya sang Grayan justru membuat Taeyong harus ekstra hati-hati. Dia memang sempat kecolongan soal Jisoo yang dibawa ke kediaman tempo hari, tetapi Taeyong tahu benar Neneknya belum melakukan serangan apapun. Ini mulai menyebalkan. Taeyong ingin mengabaikannya, tetapi kalau Jisoo mati dia akan kerepotan.

Kim Jisoo itu rapuh, saking rapuhnya wanita itu bisa hancur karena dirinya sendiri. Taeyong sudah berpesan pada Pennel dan Hestia untuk menjaga Jisoo dari hal-hal tidak menyenangkan dan membawa Jisoo pergi kalau sampai Neneknya ingin bertemu dengan sang istri. Taeyong tahu bersembunyi bukanlah solusi yang tepat, tetapi memangnya apa yang bisa dia lakukan?

Setelah Theo naik takhta, dia akan menghancurkan keluarga Grayan sampai lebur.

"Kau keluyuran jam segini, apa istrimu tidak mencarimu?" Gantian Jaehyun yang nyeletuk. Pria jangkung itu menilik arlojinya sebentar, lalu dia menatap Taeyong tenang. "Kudengar istrimu bertengkar dengan Nahee saat itu. Apa yang terjadi?"

Helaan napas Taeyong terdengar, dan dia menenggak air wine di dalam gelas. "Dia dijebak teman Nahee."

"Kau berurusan dengan wanita problematik, Taeyong." John meninju lengan Taeyong sambil tertawa. "Jujur saja, sih, pada media. Kau kan punya bukti soal kejadian setahun lalu."

Taeyong merotasikan irisnya jengah. "Tidak penting. Bukan urusanku lagi. Sekarang aku punya istri yang bisa menyerahkan surat cerai gara-gara ditindas keluarga besarku."

"Bukan tidak penting, tapi kau takut pada nenekmu." Jaehyun berkata kurang ajar, tetapi Taeyong tidak bisa menyangkal. Memang benar dia tidak mau bermusuhan lebih parah dengan neneknya. Saat ini Taeyong punya istri. Kalau Taeyong membicarakan masalah yang berusaha dikubur mati-matian oleh Kim Nahee, jelas sang nenek akan melampiaskan amarah pada siapa.

"Nenekmu bahkan membunuh kakak Jisoo. Keluargamu gila, Bung. Lebih gila dari anjing gila."

John dan Yuta menoleh terkejut kompak terarah pada Jaehyun, sedangkan Taeyong sendiri tetap tenang. Ho, Jaehyun sudah tahu rupanya. Yah, tidak aneh. Saat taruhan kemarin Jaehyun memang lumayan agresif, menyadap apartemen dan orang-orang di sekitar Jisoo. Sudah pasti kakak Jisoo yang berada di rumah sakit pun tidak akan luput dari pantauannya.

Taeyong memang baru mengetahuinya akhir-akhir ini, tepat saat Jisoo merengek mengajaknya bicara dan meminta izin ke pesta Minji. Taeyong baru menerima laporannya saat itu, dan dia seketika mulai menaruh penjaga di sekitar kafe Jisoo beserta karyawannya.

Bukan perkara mustahil nenek tua bangka itu melenyapkan karyawan sekaligus teman Jisoo di kafe.

"Aku mau pulang," kata Taeyong, sukses membuat Jaehyun menoleh padanya.

Cursed Wedding | jisyongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang