Carramel terbangun mendengar suara pintu yang terbuka. Ia menegakan tubuhnya lalu berbalik untuk melihat siapa yang masuk. Dilihatnya Rian yang berdiri diambang pintu dengan wajah tersenyum menatap Carramel.
"Masuk dokter" Ujar Carramel mempersilahkan masuk.
Rian langsung menghampiri blankar Deva dan berdiri disamping Carramel. Rian menatap genggaman yang tidak terlepas sejak mereka tertidur itu. Carramel tersadar, lalu segera melepaskan tautan tangan itu, dia berdehem untuk menghilangkan rasa gugupnya.
"Kenapa dia pake oxigen mask?" Tanya Rian yang sadar dengan mask oxigen yang menutupi area mulut dan hidung Deva, lalu meraih telunjuk jari kiri untuk memasang alat ukur saturasi oksigen.
"Tadi sepertinya PTSD nya kambuh dok, sampe lemes tadi, lalu napas nya memberat, saya pasangkan oxygen mask dok." Jawab Carramel tenang.
"Dia minum obar penenangnya tidak?" Rian kembali bertanya.
"Tidak dok, saya tidak diberi tahu obatnya, saya juga tadi panik banget dok jadi tidak bisa berpikir panjang, saya bahkan lupa untuk memanggil dokter."
Rian mengecek laci di sebelah kanan blankar Deva. Dia menemukan obat penenang Deva lalu menunjukan nya pada Carramel. "Ini, dia tidak minum ini sana sekali Carr?"
Carramel menggelengkan kepalanya sebagai jawaban.
Hal ini baru terjadi kali ini. Rian bingung bagaimana bisa Deva tenang begitu saja saat Trauma itu kembali menyerang pikiran Deva.
Deva terbangun, lalu menatap Rian yang melamun. "Rian" Panggil Deva lemah.
Rian tersadar dari lamunannya. "Ken?" Ujar Rian
"How do you feel?" Tanya Rian.
"Good, kenapa, apalagi sekarang?" Jawab Deva memalingkan wajahnya.
Masalahnya setiap kali Rian menanyakan keadaannya pasti diagnosis baru yang Deva dengar setelahnya. Deva muak sekali mendengar how do you feel terucap di mulut Rian.
"Tidak Ken. I am just asking how you are. What's wrong ken?"
"No! Setiap kali kau bertanya how do i feel, pasti penyakit baru terdeteksi oleh mu Rian." Jawab Deva lemah.
Rian menghela nafas panjang. "Okey, I am sorry ken. Tidak ada apa-apa kali ini, semua baik. Sore nanti kau bisa pulang."
"Ya. Setelah ini jangan bertanya seperti itu lagi!"
"Baik tuan Deva Kenzie Abercio" Jawab Rian sambil terkekeh.
"Maaf Ian" Deva kembali menatap Rian.
"It's okey ken." Rian mengusap bahu Deva sambil tersenyum.
"Carramel, kamu bereskan semua barang Kenzie ya. Semuanya sudah beres kok tinggal nunggu infus ini habis langsung bisa pulang." Rian melihat kearah Carramel.
"Baik dok."
"Yasudah Ken, rest aja sampai nanti habis infusnya. Gue lanjut visit pasien lain ken, Carr." Setelahnya Rian keluar dari kamar Inap Deva.
***
Deva dan Carramel sekarang di dalam mobil yang sedang melaju membelah jalan kota yang tidak terlalu padat itu.
Suara dering terdengar diantara hening mereka. Carramel memberikan ponsel Deva yang dipegang dirinya kepada Deva.
"Ibu Vionara, pak" Deva menerima ponsel tersebut. Lalu menggeser tombol hijau di ponselnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Caramell Machiato
RomanceEntah sebuah kebetulan atau memang takdir. Di hari pertama Carramel bertemu dengan CEOnya, ia langsung dijadikan seorang sekretaris. "Apakah hidup mu hanya untuk segelas Carramel Machiato?" "Saya belikan Carramel Machiato untuk mu bagaimana?" "Saya...