‘Apakah aku salah telah ...?’ Kepalaku menggeleng setiap kali perasaan ini muncul. Tanganku pun terangkat untuk mendo'akannya.
~~~
Tentangku ... aku seorang wanita yang terlahir dari keluarga yang tidak terlalu paham agama. Aku wanita yang masih jauh dari kata shalihah, hanya berusaha menjadi baik semampu dan sebisaku. Aku bukanlah wanita lulusan pondok pesantren. Aku hanya seorang wanita lulusan Madrasah Aliyah swasta yang berusaha mencintai sunnah Nabiku, Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallam.
Maa syaa Allaah walhamdulillaah ... Allah dengan sifat-Nya yang Ar-Rahman dan Ar-Rahim memudahkan jalanku semenjak kuputuskan untuk memakai selembar kain hitam, menutupi wajahku, menyisakan kedua mataku ini.
Hingga tiba masa seseorang datang melamarku. Sikap santun dan tutur katanya yang sopan membuatku mengiyakan lamarannya setelah ia telah melihat wajah di balik niqobku.
Entah apa maksud reaksinya itu. Mengangguk kemudian menggeleng serta senyumnya yang menampakkan giginya membuatku tanpa sadar ikut tersenyum, lalu menunduk.
Fa'al Ismam namanya. Dan aku memanggilnya "kak Fais".
Aku merasa beruntung memilihnya menjadi imamku. Ia begitu mencintaiku dan memperlakukanku dengan penuh kasih sayang. Keluarganya juga sangat menghargai keberadaanku. Maa syaa Allaah.
Namun pada pekan yang keempat, setelah kami keluar kota meninggalkan rumah mertua dan tinggal di sebuah rumah milik kak Fais sendiri ....
“Ini semua demi kebaikanmu, Zani. Aku mohon ikutilah permintaanku.”
“Tapi, Kak ... Zani sudah nyaman dengan niqob ini.”
“Zanitha ... tolong dengarkan aku. Aku hanya tak ingin Zani terus-terusan jadi bahan perbincangan buruk tetangga kita. Zani tahu kalau tetangga kita di sini berbeda dengan tetangga kita di kota ayah dan ibu.”
Dua tahun mencoba istiqomah dengan selembar kain hitam di wajahku ini bukanlah waktu yang terbilang singkat.
Aku sudah sangat mencintai niqob sejak saat pertama kali aku mencoba mengenakannya. Dan tanpa perlu lama orang tuaku merestui saat aku meminta izin ingin mengenakannya. Tidak semua wanita muslimah bisa dengan mudah mendapatkan restu itu. Tidak semua wanita berniqob bisa dengan mudah diterima oleh keluarga besarnya. Ada kalanya wanita berniqob dikritik atau tidak jarang dicaci oleh keluarganya sendiri, na'udzubillaah. Sungguh Allah mempermudah jalanku untuk taat, karenanya aku sangat mencintai selembar kain yang telah menghiasi hari-hariku ini.
“Kak ... tidak semua wanita bisa merasa tenang mengenakan kain ini di tengah-tengah lingkungan yang satu pun tidak ada wanita yang mengenakannya.”
Aku, Zanitha. Sebelumnya aku bukanlah wanita yang mudah menjatuhkan air mata. Namun, kali ini ....
“Aku mengerti, Zani. Tapi, aku sudah tidak tahan mendengar ejekan para tetangga terhadap Zani. Apa yang mereka katakan tentang Zani telah menyakiti hatiku. Karena Zani adalah istriku. Karena Zani adalah belahan jiwaku.“
“Kak Fais ....”
Dia mendekapku dengan lembut, lalu berkata, “Maafkan aku. Aku mohon lepaskan saja niqob ini.”
Tangannya bergerak melepas ikatan di kepalaku. Seketika aku merasakan patah pada hati yang lemah.
“Astaghfirullaah, Ya Allah ... sungguh Zani telah sangat mencintai Nabi-Mu.”
Rencana ingin keluar rumah pun berakhir batal. Meski kak Fais terus berusaha memohon.
“Maaf, Kak. Jika harus keluar rumah sekarang tanpa kain di tangan Kak Fais itu, lebih baik Zani tinggal saja.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Kumpulan Cerpen oleh AksaraKS
CasualeBismillaahirrohmaanirrohiim .... • Di sini tempatku menulis cerpen • Setiap bab adalah judul/kisah baru yang tentunya berbeda-beda cerita • Tema & alur ceritanya wallaahi murni hasil pemikiranku sendiri (no plagiat!) • Maaf bila banyak kekurangan k...