BAHAGIA SELALU, BULAN

22 4 0
                                    

Masih sangat terasa, bagaimana pasrah dan sesaknya diriku, ketika kamu mengajakku untuk bertemu, namun ternyata ....

"T–tapi, Bulan—"

"Gak ada tapi-tapian lagi! Keputusanku sudah bulat dan tentu ini sudah kupikir jauh hari sebelumnya, dan aku yakin, ini yang terbaik buat kita."

Hubungan yang telah terjalin tiga bulan lebih. Tidak ada pertengkaran ataupun semacamnya. Semuanya sudah menjadi dugaanku semenjak kamu memutuskan untuk berhijrah.

Memang salahku. Aku tahu pacaran itu haram, tapi aku tetap saja melanjutkan hubungan haram kita.

Tapi, serius. Bagaimana pun keadaannya, aku hanyalah tidak ingin kehilangan dirimu.

Memang kita berpacaran, tapi aku sama sekali tidak berani menyentuhmu. Aku mengajakmu berpacaran, semata karena aku tidak suka melihatmu berjalan bersama laki-laki lain.

~~~

Aku mengangumimu, Bulan. Semenjak kali pertama aku melihatmu melangkahkan kaki di kampus ini.

Kamu tersenyum dan sangat ramah kepada siapa pun yang kamu temui. Termasuk, aku.

"Kak ...," sapamu seraya mengangguk dengan sopan.

Sebagai mahasiswa semester 2, baru kali ini aku melihat gadis sesopan dirimu. Atau mungkin karena tak jarang gadis-gadis ingin menyapaku.

"Tunggu!"

Langkahmu terhenti, lalu kamu menoleh. "Kenapa, Kak?"

Entah mengapa saat itu jantungku tiba-tiba berdegup tidak karuan.

"G–gak papa. Maaf, ya."

Segera aku meninggalkan tempat itu. Jantungku perlahan kembali berdegup dengan stabil setelah menjauh darimu.

~~~

Hariku dihiasi kamu. Apakah ini takdir? Hampir di setiap sudut kampus ini, aku selalu berpapasan denganmu. Anehnya, aku akhirnya tahu namamu hanya dari seringnya kita berpapasan.

"Bulan," sapaku.

"Iya, Kak," jawabmu. Tidak lupa bibirmu selalu menampakkan senyumnya.

Rasa penasaran pun menguasai diriku. Diam-diam aku memerhatikanmu.

Bulan, kamu itu: Tidak terlalu suka membaca buku, namun suka dengan ketenangan di dalam perpustakaan.

Ramah dan sopan. Wajar bila memiliki banyak teman.

Sekali-kali nampak menyendiri dan tanganmu akan sibuk menggores-gores dengan pulpen ataupun pensil pada sebuah buku berukuran kecil.

Itulah sedikit dari banyaknya hal yang masih belum kuketahui darimu. Aku pun tidak tahu, apa saja yang telah kulakukan sampai bisa berada di titik ini.

~~~

Aku melihatmu duduk menyendiri di sebuah bangku panjang.

"Boleh ikutan duduk di sini, gak?"

"Boleh, Kak. Silakan," katamu ramah.

"Oh?" Takjub. Lukisan tanganmu begitu mirip dengan objek yang kamu gambar—gedung utama universitas kita.

"Kamu ngerjainnya berapa hari?"

"Gak sampai berhari-hari, kok. Pagi tadi aku ke sini, siang ke sini lagi." Kamu hanya fokus menatap bergantian pada apa yang kamu gambar beserta objek gambarmu di sana.

"Hebat ...." Aku mengapresiasimu dengan tepukan tangan.

Bibirmu hanya tersenyum. Tanpa kamu sadari, aku memerhatikanmu diam-diam.

Kumpulan Cerpen oleh AksaraKSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang