Bab 1

178 19 3
                                    

25 Januari 2025, Pangkalan Militer Divisi Khusus RE-02, Dimensi Algea-1

"Pak,  Agen Caspian sudah menyampaikan pesan kepada 'mereka'. Seharusnya tidak lama lagi—" Belum selesai kalimat yang disampaikan oleh Pengawalnya, Chris memotong. "Aku mengerti, tolong siapkan seluruh Operator Mateo dalam posisi siaga, suruh mereka menunggu perintah selanjutnya. " Pengawal itu mengangguk. " Dimengerti, Pak!"

Pengawal tersebut sedikit membungkuk lalu berbalik dan berjalan keluar dari ruangan. Ruangan Komandan Chris tidak begitu besar, namun cukup memuat meja kerja beserta meja tamu dan sofa serta banyak lemari dan kabinet yang menempel di seluruh sisi ruangan. Nuansa kayu sangat kental di ruangan tersebut. Aroma wine milik Komandan terasa keras berpadu dengan kayu lantai yang sudah cukup berumur. Sesekali ia melihat ke seluruh penjuru ruangan, dan ia tersadar bahwa ruangannya sangat berantakan dengan berkas yang berserakan di meja kerjanya dan meja tamu.

Ia lalu menuangkan anggur lagi ke gelasnya. "Apa yang aku lakukan sudah benar, Rachel?" Ia berbicara sendiri seraya mengangkat gelas.



***



17 September 2025, Surabaya, Jawa Timur, Indonesia

Gadis itu berlari kecil menuju parkiran mobil, namun tiba-tiba ia disusul oleh kedua temannya cepat. "Hei! Yang paling akhir menuju mobil harus membayar uang parkir!" Mereka bertiga berlari sekencang mungkin di parkiran gedung mall Pakuwon. Mereka menuju mobil HRV putih terbaru. saat berlari menyeberang, sebuah mobil sedan hitam hampir menabarak mereka."HEI! HATI-HATI!" teriak pengemudi itu saat membuka kacanya.

Tidak menghiraukan teriakan pengemudi tersebut, ketiga gadis tetap tertawa riang dan berlari. Pada akhirnya mereka sampai di mobil mereka. Arlene gadis berambut hitam panjang yang diikat poni kuda dengan kulit putih bermata sedikit sipit itu menduduki posisi terakhir. "Mana uang parkirnya?" Tanya Michelle sambil sedikit terengah-engah. Mata hitam Michelle terang saat melihat Arlene. Gadis itu memperbaiki rambutnya coklat gelap, dan membersihkan rok putih mengembangnya.

"Kalian curang! Seharusnya kita memulai lomba saat kita keluar dari mall!" Arlene membalas sambil membungkuk kehabisan nafas. Ia tidak menyangka ia telah dikerjai oleh kedua sahabatnya untuk kesekian kali.

"Dua lawan satu Arlene, akui saja kalau kamu kalah," Tambah Kezia, gadis yang tingginya seperti laki-laki dengan kulit sedikit coklat karena ia sering bermain basket di luar. Ia tidak merasa kelelahan sama sekali setelah berlari. Rambut pendek hitamnya terlihat pas dengan wajah oriental milik Kezia memberikan aura yang berbeda ketimbang gadis pada umumnya.

Pada akhirnya Arlene hanya bisa tertawa menerima kekalahannya ini. Mereka segera memasuki mobil milik Michelle, akan tetapi kali ini Kezia yang menyetir. Dengan Arlene yang berada di kursi belakang dan Michelle yang berada di samping kezia. Arlene dengan segera mengambil dompet kecil yang berada di dalam mini bag merahnya, lalu ia memberikan uang sebesar 25.000 rupiah kepada Kezia. "Ini uangnya, sisa kembaliannya kita pakai nanti kalau pergi lagi," ujar Arlene. Kezia pun mengambil dan menggenggam uang tersebut sambil menggerakan setir kemudi mobil. Mobil HRV putih itu berjalan menuju pintu keluar gedung parkir yang ramai pengunjung.

"Arlene, aku dengar belakangan ini steven mendekatimu?" Tanya Michelle sambil berbalik arah menghadap Arlene dengan wajah genitnya. Wajah Arlene memerah malu.

"Entahlah, ia memang menghubungiku, tapi aku tidak begitu tertarik." Arlene membuang muka kearah jendela. Ia berbohong agar terlihat tidak gampangan, walau sebenarnya ia cukup tertarik dengan Steven.

"Serius? Steven Widya Mandalaharjo dari kelas 12 IPS 3? Kapten basket baru?" Kezia terkejut. "Kau harus berhati-hati, aku dengar dari teman-temanku ia adalah seorang pemain. Ya harus kuakui, ia memiliki badan yang bagus dan wajah yang tampan."

Hampir seluruh gadis di sekolah ingin mendapatkan hati Steven, termasuk Arlene. Akan tetapi ia tidak ingin terkesan seperti gadis lain di sekolahnya.

"Jujur saja aku memang sedikit tertarik dengannya, tetapi kalau dipikir-pikir ia masih belum mendekati tipe idealku." Arlene tertawa kecil.

Michelle membalas bertanya. "Memang tipe idealmu seperti apa?"

"Aku tidak tahu. Namun jika kau bertanya kepadaku satu tahun yang lalu maka jawabannya adalah Steven."

"Hahahaha, semoga kau menemukan tipe idealmu, zaman sekarang susah sekali menemukan laki-laki yang baik." Michelle mendukung apapun pilihan sahabatnya, mereka sudah bersama sejak sekolah dasar. Jika dipikir kembali Michelle juga tidak setuju apabila Arlene bersama Steven.

Akhirnya mobil mereka keluar dari parkiran mall. Jalanan di luar mall sangat padat, banyak kendaraan keluar masuk menuju kedalam mall. Langit juga berwarna abu kelabu pertanda hujan sudah dekat beriringan dengan cahaya oranye matahari terbenam. Ketiga gadis itu hening menikmati suasana mendung tersebut bercampur dinginnya AC dalam mobil.

Disaat mobil melaju, perhatian Arlene tertuju kepada seorang perempuan kecil dengan gaun putih berdiri di trotoar sebelah kiri jalan. Anak kecil tersebut membawa keranjang bunga. Tidak jelas bunga apa yang dibawanya. Mata kedua gadis itu saling bertemu, anehnya anak kecil tersebut menatap tajam Arlene dan melambaikan tangannya seakan-akan ia mengenal dirinya. Arlene yang terkejut langsung memberitahukan kepada teman-temannya.

"Kezia! Michelle! Apa kalian lihat anak kecil di sebelah kiri itu!?"

Nada tinggi dan panik Arlene membuat kedua teman Arlene juga ikut terkejut.

"Hah, dimana? Aku tidak melihatnya," jawab Michelle melihat kiri jalan baik di depan maupun di belakang.

"Aku juga tidak melihatnya, aku sedang menyetir." Kezia juga tidak melihat gadis kecil itu.

Gadis kecil itu terlihat memakai seperti gaun putih kuno seperti era tahun-60an. Rambutnya hitam legam dan terlihat kontras dengan kulit putih susu gadis kecil itu. Mobil sudah melaju jauh dan gadis kecil itu sudah tidak terlihat lagi. Entah itu hanya perasaan Arlene atau tidak, akan tetapi tatapan dan lambaian gadis kecil itu amat terasa mengganggu dan mengganjal.

"Apa ia hantu penasaran?" Arlene bergumam kecil.

Sesegera mungkin ia mengalihkan pandangan dan pikiran tentang sosok yang ia lihat tadi. Namun bagaimanapun itu tetap mengganggu. Ia hanya merasa sesuatu yang buruk bisa terjadi. Arlene belum pernah merasa secemas ini. Apakah itu karena ini kali pertamanya melihat sosok hantu? Atau ini adalah suatu pertanda yang diberikan kepadanya? Tapi pertanda apa?

Arlene hanya tertunduk. Angin dari AC mobil membuat dirinya menutup kedua mata untuk sesaat. Mungkin ini tidak buruk. Arlene memutuskan untuk tidur di dalam mobil menikmati dinginnya AC tanpa mengetahui bahwa sebenarnya ia telah diincar oleh entitas yang tidak dikenal.



***



Hehehe, salam kenal. Btw ini cerita pertama yang aku tulis semoga kalian suka dengan bab 1 tanpa prolog apapun. Maklum masih pemula. Di sini aku pengen ngajakin pembaca buat nunggu chapter2 berikutnya karena worth to wait* (menurut saya) hehehe. Di sini aku juga berusaha untuk membuat penggambaran dunia baru secara detail dan memberikan kesan yang mendalam buat pembaca. Sekian perkenalannya, semoga kalian sabar dengan slow update saya xixixi.

Mohon ditunggu kelanjutannya 😋

Putri Mawar, Kstaria Perak dan Serigala UtaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang