Ch 2 ; Remember, You're Mine!

244 109 21
                                    


Introduce to you ...
Stella

Khotbah ibadah hari Minggu sedang berlangsung ketika Adelynn menguap untuk kelima kalinya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Khotbah ibadah hari Minggu sedang berlangsung ketika Adelynn menguap untuk kelima kalinya. Namun, masker putih di wajahnya praktis menghalau komentar orang-orang sekitar. Hanya Stella yang akan menyadarinya—karena mereka duduk bersebelahan.

"Jadi, Luc juga melihatnya?" Stella menelengkan kepalanya ke kanan agar Adelynn bisa mendengar suaranya yang berbisik. Adelynn mengangguk kecil. Stella mengerling. "Lalu? Bagaimana reaksinya? Kau bilang mereka musuh."

"Mengejutkan."

Stella terlihat semakin penasaran. Tapi wanita tua yang duduk di bangku depan menoleh dengan lirikan tajam, menghentikan bisik-bisik mereka.

Perhatian Adelynn pun kembali pada Pendeta yang berdiri di mimbar di depan sana. Namun, pikirannya masih terkunci pada kejadian yang dialaminya semalam.

Lucius menarik tangan kanan Adelynn hingga gadis itu tersentak ke pelukannya. Dan saat dia melihat raut wajah Lucius yang sudah berubah menakutkan, Adelynn tahu bahwa Gray adalah satu-satunya penyebab. Kedua pria itu bertatap sengit, sebelum akhirnya Lucius memutuskan untuk membawa Adelynn pergi.

"Kau bersamaku. Ingat itu!" ucapnya dingin. Dia pun menggenggam pergelangan tangan Adelynn terlalu kuat hingga gadis itu mencicit. "Luc, sakit!"

Lucius menoleh dan terpaksa melepasnya. "Maaf," katanya, meski kelihatan tidak terlalu peduli, sebab Lucius pikir dia berhak melakukan itu pada Adelynn. Mereka terdiam sejenak setelah sama-sama terkejut melihat kehadiran Gray di tempat itu. Dan jauh di dalam lubuk hatinya, Lucius mengakui dirinya tiba-tiba merasa terancam. Akibatnya, sampai acara selesai, dia sama sekali tidak menikmati pesta dan hanya memikirkan bagaimana cara mengembalikan perhatian Adelynn. Sebab, Lucius yakin, meski hanya sedikit yang entah seberapa, gadis itu pasti telah menyingkirkan beberapa hal dari benaknya dan menggantinya dengan kenangan masa lalu. Dan itu membuat Lucius kesal.

Hening pun mengambil porsi terbanyak dalam perjalanan pulangnya mengantar Adelynn, setelah orang tuanya turun dari mobil. Hanya sekali mulut Lucius terbuka untuk berkata, "Kau bilang dia sudah meninggalkan kota ini."

Adelynn membenarkan meski belum berani menoleh. "Aku juga sama terkejutnya denganmu, Luc."

Pria itu meremat kemudi kuat-kuat dan sama sekali tidak tertarik melanjutkan pembicaraan, hingga mereka sampai di apartemen. Menunggu sejenak, Adelynn pikir Lucius setidaknya ingin mengucapkan salam—seperti biasanya—sebelum dia membuka pintu. Namun, kali ini pria itu hanya diam dan bergeming. Saat Adelynn berterimakasih pun, Lucius hanya menjawabnya dengan datar. Akhirnya, gadis itu memilih untuk segera keluar dari mobil. Detik berikutnya, Lucius mendengkus kasar dan rahangnya mengetat. Dia menoleh keluar, melihat Adelynn mulai menyeberangi jalan. Dan saat Adelynn mulai menaiki anak tangga kecil di depan pintu apartemen, Lucius tak bisa lagi membendungnya. Dia pun bergegas keluar dari mobil untuk mengejar gadis itu.

Play PretendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang