Ch 1 ; Good show, Wildrose!

302 105 23
                                    

First thing first. Lemme introduce to y'all,

Lucius Bryer.

=======

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



=======

Enam tahun setelahnya ...

Sabtu pagi pada pekan kedua musim semi di St Luzern. Tetap berawan—meski tidak pekat. Dan sinar matahari yang berhasil lolos dari celah awan menimbulkan semburat yang cukup untuk menghangatkan seisi desa. Pukul sepuluh, Adelynn masih bergelung di bawah selimut katun putih dan diapit oleh bantal-bantal persegi motif perca bernuansa merah muda. Ranjang berukuran queen size itu memang selalu bisa membuatnya pulas melepas lelah. Dan Adelynn masih akan mendengkur, bila indranya tidak menangkap suara ketukan pintu yang terdengar tak sabar. Membuat dahinya mengerut, terpejam.

"Adelynn ..." Celeste memanggil. "Bisakah kau bangun, Sayang? Ada hal yang ingin Ibu bicarakan denganmu sebelum berangkat ke toko."

Gadis itu lamat-lamat mengerjap. Memfokuskan pendengarannya.

Celeste harus sampai di minimarket sebelum pukul duabelas siang. Sebab, dia bertanggungjawab untuk memantau loading barang baru hari ini. Dan, mengingat Mr.Charlie tidak akan bermurah hati pada pegawai yang telah melakukan kesalahan sebanyak dua kali, Celeste—yang pernah lupa membagikan kupon belanja pada pembeli—berpikir dirinya harus lebih fokus dan berhati-hati.

Suara ketukan pintu terdengar lagi sebelum Celeste kembali memanggil. "Adelynn ..."

"Iya, Ibu. Aku sudah bangun," jawab putrinya, menguap dan meregangkan badan. Hawa malas masih mendekap ketika selimutnya tersibak. Rambut ikal cokelatnya terlihat berantakan dan ujung gaun tidurnya yang berenda langsung memerosot ke lutut begitu Adelynn turun dari ranjang. Kakinya yang ramping lalu berjalan ke sisi dinding ber-pattern mawar untuk kemudian membuka pintu kamar. Dia pun segera menemukan ibunya di sana—sudah rapi dengan kemeja biru langit berdasi biru gelap dengan celana panjang putih. "Ada apa, Ibu?"

Celeste bernapas lega. Dan tanpa berlama-lama, dia segera menyerahkan amplop cokelat ke tangan Adelynn. "Terimalah. Untuk tambahan membayar sewa apartemen."

Kesadaran Adelynn terkumpul dengan cepat dan mengernyit. "Ibu, bukankah kita sudah sepakat, kalau aku saja yang akan membayarnya," katanya sungkan.

Celeste membuat tangan Adelynn menggenggam amplop itu lebih erat. "Ibu tahu. Tapi, kau masih menjadi tanggungjawab Ibu, Sayang. Dan jangan membuat Ibu sedih karena kau menolak uang ini. Tidak apa-apa kalau kau tidak menggunakannya untuk membayar sewa. Kau bisa memakainya untuk hal lain atau menyimpannya."

Adelynn pantang membuat Ibunya sedih. Dan dia juga tidak ingin merepotkan. Namun, pada akhirnya, mau tidak mau gadis itu menerimanya. "Akan kuajak Stella bersenang-senang dengan ini. Aku yakin dia tidak akan malu memesan menu paling mahal nanti."

Celeste tersenyum. "Brilian! Sampaikan juga salam Ibu padanya."

Adelynn mengangguk untuk kemudian memeluk Ibunya. Celeste pun mengusap lembut punggung Adelynn sebelum pamit. "Baiklah, Ibu berangkat dulu. Ada sup jagung di dapur. Panaskan sebentar dan kau bisa menghabiskannya untuk sarapan."

Play PretendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang