6. maaf

126 19 11
                                    

Renata mengetuk pintu rumah Damian berkali-kali, Ia berhenti mengetuk ketika seorang wanita dengan senyuman hangatnya membuka pintu.

"Tante, Dami nya dirumah nggak?" tanya Renata kepada wanita yang Ia panggil tante, Rania mengangguk hangat.

"Mau tante panggilin apa kamu aja yang nyamperin ke dalem?" tanya Rania, Renata melirik mama sang pacar dengan tatapan ragu.

"Waduh.. Boleh tan?" tanya Renata, Rania mengangguk kemudian.

"Yaudah, masuk gih. Tante mau keluar sebentar, anaknya lagi dikamar nanti kalo ngga ada ya paling di dapur." balas yang lebih tua, Renata mengangguk mantap.

"Izin ya Tante," ujarnya, kemudian melangkah masuk, mencari keberadaan Damiannya.

Ia hafal betul letak kamar Damian, di lantai dua kanan pojok.

Renata kesini tuh bukan tanpa tujuan, Ia mau meminta maaf. Ia brengsek selama jadi pacar Damian, nggak becus.

Ia ketuk pintu berwarna coklat di hadapannya itu, sedikit gugup karena takut, entah takut yang bagaimana Ia sendiri tak faham.

"Kenapa ma- loh? Kamu," ujar Damian santai, tak ada keterkejutan sama sekali.

"Kaget nggak?" tanya Renata.

"Engga, ngga ada yang beda juga kok." balas Damian, Ia menutup pintu kanarnya kemudian.

"Ayo duduk dulu kebaw-"

"Dami, Maaf." potong Renata, Ia menarik pelan tangan Damian, tentu saja si lelaki bingung, kenapa tiba-tiba minta maaf?

"Ada apa?" tanya Damian.

"Mungkin kedengaran konyol, tapi maaf udah jadi brengsek." balas Renata, Ia menatap Damian dengan tatapan sayu, memohon, dan enggan melepas.

"Brengsek apa sih, Kak? Kamu udah versi terbaik." balas Damian, Renata tau. Bagaimana pandangan lelaki di depannya, Ia belajar banyak tentang kejujuran dari pamannya yang seorang psikologis.

Hanya untuk memastikan pacarnya benar-benar jujur dengan perasaannya, atau tidak.

"Damian, be honest please? Aku tau kamu selama ini bohong soal perasaan kamu," terangnya, Damian bungkam. Enggan protes karena fakta.

"Kamu itu nggak suka kalau aku deket sama banyak cowok."

"Aku yang tolol, aku yang nggak bisa ngertiin kamu," ujarnya lagi, Damian tau, nada bicara Renata memang terkesan biasa, tapi Ia dapat merasakan emosinya terpancar.

"Iya. Kak Nata bener, dada aku rasanya sakit kalau kamu deket-deket sama cowok lain. Aku liat kak Nata bahagia sama mereka. Aku ngga mau usik kebahagiaan kamu, Kak." balas Damian.

"Kamu pacar aku Dam. Kamu berhak kasih tau apa yang nggak kamu suka dari perilaku aku..." balasnya, Damian mengangguk-angguk kemudian.

"Aku pikir kamu emang nggak masalah kalau harus berbagi sama orang lain, ternyata kamu bohong, Dam." ucap Nata dengan nada kecewa.

"Maaf kak udah bohong, aku nggak ada maksud-"

"Minta maaf sama diri kamu sendiri, kamu udah bohongin diri kamu sendiri."

"Kak Nata..." lirih Damian, Nata tak menjawab, Ia hanya menatap laki-laki di depannya.

"Hug." pintanya. Ia langsung menyambar badan tinggi milik Renata.

Secara reflek, Renata membalas pelukan Damian. Mengelus surai belakang sang pacar kemudian. Menyalurkan kehangatan juga rasa bersalah nya.

"Maaf buat semuanya Dami.. I'll try to be a better girlfriend for u, just for u. My Dami." ujarnya, suaranya redup karena setengah wajahnya tertutupi bahu Damian.

Tak ada jawaban dari sang lelaki. Ia justru semakin mengeratkan pelukannya.

***
"Sukses?" terkejut. Renata terkejut ada suara seseorang yang tiba-tiba muncul di depannya.

Ia sedang berada di halte bus, pulang dari rumah Damian tadi tiba-tiba hujan, Ia berteduh sebentar dengan motor yang kebasahan Ia taruh di pinggir jalan.

"Gerry bangsat, kaget gue." balasnya, Gerry terkekeh.

"Ayam-ayam!" ujar Gerry, menirukan seseorang yang latah terkejut.

"Dia kok gampang banget maafin orang ya?" gumam Renata. Gerry merubah wajahnya menjadi datar, laki-laki berbahu lebar itu duduk di dekat Renata dengan rambut yang basah.

"Gue paling nggaksuka Damian versi pemaaf. Dia terlalu rapuh. Gampang luluh, dulu waktu kecil, gue pernah jatuhin mainan kesayangan dia yang udah dia pengenin dari lama. Tapi dia nggak marah sama sekali, tapi malemnya. Dia nangis sejadi-jadinya di kamar dia, sampe matanya bengkak." jelas Gerry.

Renata mendengarkan, tapi tak memberi jawaban.

"Btw, lo muncul dari mana?" pertanyaan Renata tentu meleset. Tapi dia selalu muncul tiba-tiba.

"Gue ikutin lo tadi, pake bus. Nanti baliknya nebeng ya bro?" ujar Gerry.

"Nggak, ngojek aja lu. Jok belakang gue khusus buat Dami," balasnya, Gerry berdecih.

"Pelit banget tai,"

#end

Masih ada yg baca emngnya??

Renata Supermacy (Femdom)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang