Semalam, Renata melamun di balkon rumahnya, sambil meminum soda, tenang. Renata tidak minum alkohol kok, Ia tak suka rasanya.
Diotaknya terbesit sebuah ide secara tiba-tiba. Ia memiliki rencana, atau bisa disebut misi untuk membuat Damian melupakan semua kebrengsekannya.
Ia akan memutuskan satu-persatu malesub yang Ia dekati, dengan alasan. "Ada yang harus di prioritaskan." pasti tidak ada yang berani melawan, tapi entah dengan Kafka.
Kafka Harrison. Lelaki dengan sifat keras kepala, nakal, dan semaunya itu sempat dekat dengan Renata.
Mereka menjalani hubungan yang toxic, karena sama-sama dominan. Tetapi, belum ada kata putus diantara mereka, Kafka sudah tidak terlihat.
Kerabatnya bilang, dia keluar negri, ikut ayahnya. Dan akan di didik secara ekstrim supaya mau menurut.
Renata tak merasa kehilangan sama sekali. Ia justru senang karena sudah tidak bertemu orang itu lagi.
Ia menganggap hubungan mereka sudah benar-benar pupus. Karena, mereka tidak pernah bicara secara baik-baik.
Terlebih, mereka berdua tidak berstatus. Secara otomatis, mereka tidak bisa putus. Haha, putus dari apa? Memangnya ada hubungan? Simpul Renata.
Dan karena itu, Ia berani mendekati Damian. Kalau damian bukan sekedar didekati, tapi benar-benar di anggap serius okeh Renata.
Damian itu beda.
***
"Morning, bunny." ujarnya sayang kepada Damian yang baru saja keluar dari pintu rumah."Pagi jugaa kak Nataakuu!" balas Damian, tak kalah romantis.
Renata terlihat sedikit... Emosional? Melihat betapa bahagianya wajah Damian kini, mengingat betapa sabbarnya Damian menahan perasaan cemburu sekaligus sakit ketika melihat dirinya berdekatan dengan malesub lain.
"Kamu... Nggak nangisin aku?" tanya Renata, Damian menyadari perubahan nada Renata. Yang biasanya lembut, kini menjadi semakin lembut.
"Nangisin kamu? Kenapa? Kamu kan nggak apa-apa."
Set!
Tanya bingung Damian seraya naik ke jok belakang motor Renata. Dan memakai helm yang Ia tenteng sedari tadi.
"Ah enggak! Aku pikir, kamu bakal berangkat saambil matanya sembab karena udah luapin emosi kamu." ujar Renata.
"Hah?? Nggak denger! Nanti aja di sekolah," balas Damian, seraya mengeraskan suaranya.
Ia memang nggak dengar kok, suara Renata sedikit redup karena Ia sudah memakai helm. Ditambah Renata juga sedikit pelan.
Damian bahagia. Meski tangan, bibir, sang pacar sering disentuh orang lain, jok belakang motor miliknya, hanya untuknya.
Ia tidak pernah membawa lelaki manapun selain Damian dengan motornya.
Singkatnya, mereka sudah sampai di sekolah, Damian turun dari motor. Dan berjalan sambil menggantungkan hoodienya di lengan.
Barusan dilepas.
Menunggu sang pacar selesai memarkir. Ia berinisiatif ke depan parkiran.
Ia faham akan lirikan beberapa lelaki yang baru saja keluar dari tempat parkir. Salah satu menyeletuk.
"Cowok itu ngelindungin, bukan dilindungin!" serunya.
"Iya lagi, kalo gue jadi Renata sih, udah gue buang cowok modelan boti kaya begitu!" seru temannya.
"Udah-udah! Nanti nangis!"
Damian seakan tuli, ia tak menggubris ucapan lelaki-lelaki jahil yang melewatinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Renata Supermacy (Femdom)
Teen FictionDari awal Renata memang suka sekali dekat dengan banyak lelaki, Renata bahkan tidak tahu kenapa dia tidak cukup satu malesub. Tapi sepupu Damian (pacar yaang selalu di nomor satukan) menyadarkannya tentang apa alasan dirinya mendekati banyak lelaki...