"Kok liatin aku kaya gitu?" tanya Gea pada teman-teman sekelasnya, mereka memasang wajah tertekuk sekaligus kesal. "Aku ada salah?"
"Iya, lo salah banget. Harusnya lo nggak ikut acara camping ini!" sahut Vivi, gadis paling tinggi di sana. Dia model iklan dan sangat populer. Sedikit info, dia membenci Gea. "Liat tuh, anak-anak jadi nggak nikmatin karena ada lo."
Gea mengerutkan keningnya. "Salah aku apa?"
"Lo nggak salah kok Ge," sahut Asa, teman Vivi. "Tapi lo tau sendiri, di mana ada lo, di situ ada Kak Arka. Yang lain nggak nyaman kalau ada kakak kelas. Ini acara khusus angkatan kita."
Gea seketika melihat dengan lurus pada sosok Arka yang duduk dilingkari oleh cowok-cowok. Di pangkuannya ada sebuah gitar, Arka memainkannya dan yang lain bernyanyi riang tidak terganggu. Jadi di mana letak tidak nyamannya?
"Selain itu lo tau sendiri, Vivi pernah ditolak Kak Arka," ucap Asa lagi. "Dia agak sensitif ngeliat Kak Arka. Hatinya sakit lagi kalau ketemu Kak Arka. Jadi bisa kan Ge lo suruh Kak Arka pergi?"
Bukan tidak mau tapi tidak bisa. Gea sudah ribuan kali meminta Arka tetap di rumah, tapi bujukannya tidak berhasil. Dia tidak mau membiarkan Gea di tengah hutan seperti ini. Padahal Gea sudah bilang tempat ini aman.
Tapi Arka tetap Arka. Dia tidak akan mendengarkan siapapun jika sudah mantap dengan keputusannya.
Vivi mengipasi wajahnya dengan tangan. "Air mata gue hampir jatoh."
"Ayolah, Gea," teman-teman yang lain ikut membujuk. "Vivi nggak pernah di tolak cowok selain Kak Arka. Hancur harga dirinya. Kasian Vivi, Ge."
Dengan berat hati Gea mendatangi Arka. Arka tertawa tengil dengan sekumpulan cowok itu. Gea kadang heran, Arka sangat ramah dengan sesama pria tapi sangat galak pada perempuan. Membuat pikiran Gea tertanam jika Arka suka sejenisnya.
Gea menusuk-nusuk punggung Arka dengan telunjuk. Arka menoleh membuat Gea langsung gugup kehilangan kata-kata. Terlebih alis pria itu naik sebelah dengan ekspresi kesal.
"Pake jaket lo, cadel," suruh Arka. "Gue udah bawain di tas gede deket mobil. Sana ambil."
Gea menggeleng dan mendongak melihat mentari yang begitu terang di siang hari ini. "Panas, Arka."
"Tapi ini hutan, cepet ambil!" dagunya mengedik memerintah dengan galak. "Gue nggak mau repot kalau lo sakit segala."
"Arka, kamu pulang aja ya?" bujuk Gea. "Aku nggak apa-apa sendiri. Cuma sehari kok. Besok langsung pulang."
"Nggak boleh, kalau gue pulang lo juga pulang," balas Arka tegas.
Gea menoleh pada Vivi dan teman-temannya. Mereka menatapnya berharap. Gea kembali menatap Arka. "Kali ini aja, Arka. Aku janji nggak aneh-aneh."
"Nggak boleh."
Perkataan penuh penekanan itu membuat Gea menyerah. "Terserah lah. Jangan ngomong sama aku lagi! Dasar egois!"
Gea beranjak pergi tapi Arka menahannya. Pria itu melepaskan jaket kulit hitam miliknya lalu memasangkannya ke bahu Gea. Arka tersenyum puas melihat tubuh mungil itu tenggelam di jaketnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Lethal Boy Friend
Teen FictionTeman tapi posesif? Arkanza Archeron itu galak, kejam, tidak berprikemanusiaan. Dia sering membunuh orang dengan mulut pedasnya. Begitulah menurut Geandra Liona selaku sahabatnya sejak kecil. Gea yang cengeng, Arka yang emosian. Mereka tidak pernah...