****
"Ini pertama kalinya gue ditolak cewek seumur hidup gue," ucap Langit seraya mengacak-acak rambutnya.
"Senja ... lo mau jadi pacar gue?"
"Amit-amit. Nggak dulu."
"Minggir lo! Sebelum gue tendang!"
Malu sekali ditolak di depan umum.
Kesal, marah, tidak menyangka. Langit tidak habis pikir mengapa gadis yang tidak ada apa-apanya seperti Senja berani menolaknya. Harusnya gadis itu bersyukur bisa disukai pria sempurna seperti dirinya, kan?
Menurut Langit, Senja itu biasa saja. Tidak cantik, tidak manis, tidak menarik. Tetapi Senja berhasil membuat Langit penasaran. Sikapnya yang kejam dan perkataan menohoknya membuat Langit terpancing, dan berujung ingin menaklukkannya. Lagi pula, selama ini perempuan mana yang berani menolaknya?
"Karma lo akhirnya dipetik dari Senja," sahut Arka di sebelahnya, tertawa ringan. "Siapa suruh murahan. Semua cewek lo cobain. Sok kegantengan. Muka lo masih di bawah kaki gue, Ngit."
"Ah, sial!" Langit semakin tantrum. Menghentakkan kakinya yang terulur memanjang di atas rumput. "Bokap gue juga playboy tuh. Ceweknya ada di tiap tikungan. Mana karmanya? Dia malah dapet mama gue yang cantik nan imut! Dunia ini nggak adil!" seru Langit.
Brugh!
Sebuah sepatu pantofel hitam mengenai kening Langit, dilempar dari arah depan. Papanya berdiri di sana dengan tangan berkacak pinggang.
"Anak kurang ajar lo, Ngit!" kata Glen kesal. "Lu ya lu, jangan samain sama gue. Siapa suruh nasibnya sial. Makan tuh karma."
"DADDY!" teriak Langit kesal. "Sakit kening, Angit."
"Dih, ngerengek aja bisanya. Liat tuh Arka, nggak banyak tingkah. Nggak banyak omong. Nggak kaya kamu, berisik, banyak gaya, petakilan. Heran, keturunan siapa sih? Papa dulu kalem banget padahal," kata Glen lelah.
Baru pulang kerja sudah menghadapi anaknya yang sinting.
Arka terkekeh, membuat Langit jadi meliriknya. Hari ini Arka sering sekali tersenyum dan tertawa dengan wajah cerah. Padahal biasanya jangankan senyuman, laki-laki itu selalu dalam mode senggol bacok. Disentuh sedikit saja bisa langsung menonjok orang.
"Om Glen, Arka pulang ya," pamit Arka setelah mengembalikan bola basket ke tempatnya. Halaman belakang rumah Langit memiliki lapangan basket, mereka sering main bersama.
"Iya, anak kalem. Salam sama Mama Papa. Bilangin, Om Glen nggak kangen," ucap Glen saat Arka menyalimi tangannya dengan sopan.
Arka ini mirip seperti Raka. Tapi Glen lebih suka Arka karena lebih aktif bicara dan penuh perhatian. Tidak cuek dan dingin seperti papanya itu. Pintar, jago bela diri, tampan, tinggi, Glen juga lebih menyukai Arka dari pada Langit.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Lethal Boy Friend
Ficção AdolescenteTeman tapi posesif? Arkanza Archeron itu galak, kejam, tidak berprikemanusiaan. Dia sering membunuh orang dengan mulut pedasnya. Begitulah menurut Geandra Liona selaku sahabatnya sejak kecil. Gea yang cengeng, Arka yang emosian. Mereka tidak pernah...