"Xavier..." Sedari tadi, seseorang terus menerus memanggil nama pria bersurai biru laut—Xavier.
Suara itu nyaring dan mengganggu. Lama kelamaan, suara orang itupun berubah menjadi sebuah teriakan yang lantang.
"XAVIER!"
"Hah...!"
Xavier lantas terbangun dari mimpinya. Napasnya terengah-engah bagaikan telah lari marathon. Belakangan ini, Xavier selalu saja dilanda mimpi buruk. Mungkin itu salah satu akibat dari stres yang ia rasakan. Dia menjadi sangat letih sejak diterima oleh agensi Central Inteligence Moniyan untuk menjadi seorang agen rahasia. Tentu saja dia tidak pernah merasakan yang sering orang sebut 'libur'. Hari ini pun Xavier akan tetap menjalankan tugasnya. Tidak ada kata mengeluh. Bayaran tinggi yang membuat Xavier semangat.
Xavier mengangkat kaki dari ruang tidurnya dan pergi ke dapur untuk mencari sesuatu yang dapat mengisi perut.
"Mau kemana lagi, kak?" Tanya Julian—sepupu dekat Xavier.
Ah, Xavier tidak dapat memberi tahu identitas kerjanya. Pekerjaan dia tersebut dikatakan personal dan rahasia yang tidak boleh dibocorkan kepada orang yang bukan sesama agen.
"Main. Mungkin aku akan pulang lebih larut karena ada temanku yang butuh bantuan." Xavier membalas dengan lembut.
Julian menghela napas perlahan. Sebenarnya dia sangat menantikan untuk menghabiskan waktu bersama Xavier, tetapi yang ia dengar hanyalah Xavier yang akan bermain bersama temannya.
"Melissa dan Yin ada kerja paruh waktu. Kau benar-benar akan meninggalkanku sendirian di rumah?"
"Aduh... maafkan aku, Julian. Mungkin aku akan coba nanti untuk meluangkan waktu."
Xavier mengotak-atik rambut merah Julian dengan senyuman tulusnya itu. Jangankan Julian, Xavier juga ingin sekali menghabiskan waktu dengan para sepupunya. Semoga saja tugas kali ini tidak berat, pikir Xavier. Kedua netra biru Xavier mendapati satu bungkus roti yang sudah berlapis-lapis.
Pria bersurai biru itu kembali menghentakkan kakinya untuk kembali ke ruang tidur setelah memakan satu lapis roti. Tidak mungkin ia akan pergi ke agensi CIM menggunakan baju tidur. Baru saja kakinya menginjak beberapa anak tangga, sebuah telepon dari agensi berdering dalam saku celananya.
"Halo?" Xavier menyapa pelan sambil mempercepat langkahnya.
"Agen Xavier, kami sudah membuatkanmu VISA untuk mengirimmu ke Italia." Suara dari telepon yang menyahut kembali—Agen Lunox.
"Eh..? Mengirimku ke Italia? Tetapi bagaimana dengan keluargaku? Mereka akan kesepian.." Xavier membalas dengan nada khawatirnya.
"Tenang dulu, Agen Xavier. Agen Ruby berkata dia siap mendampingi para sepupumu. Dia akan mengisi rumah selagi kau di Italia." Dibalik telefon itu, Lunox tersenyum lembut agar suara dia terdengar ramah.
"Baguslah... tapi tunggu, kenapa tiba-tiba sekali? Aku pikir kita bisa membicarakan ini dahulu." Xavier mengeluh kecil, walaupun itu membuat Lunox sedikit kesal.
"Tadinya memang mau seperti itu... tetapi tugasmu sangat mendadak dan akan dikerjakan dalam waktu dekat."
"Ah... pasti jika aku meminta untuk bocorkan misinya, kalian akan–"
"Tentu tidak akan, Agen Xavier." Lunox lantas memotong kalimat Xavier tanpa pikir panjang.
Di kala mereka sedang berbicara, Xavier sudah berjalan menghampiri ruang tidurnya. Menangkap kata-kata itu, Xavier langsung membungkam mulutnya. Tentu saja akan seperti itu jawabannya. Xavier menghela napas ketika tubuhnya sudah ditutupi oleh mantel hazel yang hangat. Dia tidak boleh merusak misi ini. Ini perintah pemerintah kepada agen.
KAMU SEDANG MEMBACA
Met In Crime | Fredvier
RomanceXavier, seorang agen dari agensi Central Inteligence Moniyan ditugaskan untuk mengambil semua informasi seorang pencuri dan pembunuh profesional dari Italia, Fredrinn dan menangkapnya setelah itu. Ia pikir tugasnya akan ringan dan tidak membahayakan...