Chapter VII: We've Met, Seriously [2] (REVISI)

246 30 18
                                    

Pembajakan, peniruan, dan perilaku ilegal yang lain sangat tidak diperkenankan. Harap kebijakan dalam membaca.

(Kayaknya bukan cuman kapal Fredvier di cerita ini :D Siapa lagi, ya?

Playlist (bonus) buat sambil baca:
https://open.spotify.com/playlist/7BHqM51azWXlRVeg0PtShd?si=5S4k2y-ySnOViVR1R71jBw&pi=Bn7ttCH9TJGNU

...

Milan, 2007.

Remaja bersurai biru; Fredrinn menghentakkan kakinya menjauhi ruang tamu. Dia memasukki ruang tidur miliknya yang terdapat telefon jadul, NIKOA, lebih tepatnya ponsel. Sengaja ia tidak menyalakan lampu agar tiada seorang pun menyadari keberadaannya di dalam situ. Ponsel tersebut didekatkan ke telinganya.

"Clau-"

"Ya, halo." Claude lantas memotong Fredrinn, terdapat suara kunyahan kripik di dalam telefon itu.

Fredrinn menghela napas dalam-dalam, berusaha memendam rasa kesalnya.

"Lacak bocah bernama Xavier dari Miracle Orphanage, sekarang."

"Ayy... kau tahu aku membutuhkan waktu untuk mela-"

"Tambahan 500 dolar."

"Green St. 12."

Itu saja yang dibutuhkan Fredrinn sebelum menutup telefon. Claude merasa beberapa menitnya terbuang hanya karena hal tersebut.

Terdengar suara derap langkah kaki yang berat, menghantam lantai di lorong rumah. Berkat suaranya yang menggema, Fredrinn bisa kabur dari jendela dengan lebih hati-hati. Kalau dia memberi tahu ayahnya dia hendak menemui Xavier, alhasil, Xavier tidak akan memiliki masa depan yang cerah.

Pemandangan di luar jendela ruang tidur Fredrinn berupa pagar tinggi serta jalan umum di luarnya. Area belakang mansion keluarga Vance jarang sekali dirawat, sehingga tercipta alang-alang di sekitarnya. Untung karena itu, Fredrinn bisa diam-diam pergi tanpa adanya saksi mata. Sempat saja barusan Fredrinn menyelipkan masker mulut di dalam saku jasnya, mempermudah menyembunyikan identitas di hadapan umum; banyak orang.

Sedikit sulit untuk menyebrangi zebra cross saat sudah memasuki jam segini. Kendaraan melaju hebat, memotong angin bak kilat. Fredrinn melirikkan matanya kanan dan kiri. Jalan yang disebut Claude barusan cukup dekat, jadi Fredrinn tidak usah repot-repot menaiki kendaraan umum.

Beberapa menit sudah terbuang dan Fredrinn menemukan papan bertuliskan "<Green St. 12". Tanpa pikir panjang, dia langsung memasuki jalan tersebut. Fredrinn tahu kalau tempat itu hanya memiliki sedikit rumah, lebih banyak toko-toko serta bar minum.

Pandangannya kembali berpindah-pindah, kanan kiri, mencoba mencari petunjuk keberadaan Xavier. Fredrinn mendengar deruman mesin mobil yang seperti hendak melaju lurus di jalannya. Tapi suara mobilnya tidak asing. Dia merotasikan kepalanya ke belakang dan mendapati plat nomor mobil milik pengawal ayahnya. Matanya melebar, tidak mengerti bagaimana mereka bisa ada di sini. Fredrinn berlari kecil ke trotoar dan melekatkan matanya ke mobil itu. Tiba-tiba saja mobil itu terhenti di depan sebuah bar. Seseorang dengan janggut lebat keluar dari barnya. Fredrinn melihat pada papan gantung bar tersebut yang bertuliskan "OPEN 17.00-22.00". Seharusnya tempat tersebut sudah tutup, apa yang mau dilakukan pengawalnya?

Fredrinn melangkah sedikit lebih dekat ke arah bar tersebut. Dia siap pasang telinga.

"Anda Tuan Franco?" Salah satu pengawal itu mengeluarkan suara.

"Ya, itu saya. Punya keperluan apa pada jam tutupnya bar saya?" Franco menanya kembali dengan suaranya yang serak.

Fredrinn memicingkan matanya ketika seseorang yang menggunakan heels pendek menyentuhkan kakinya ke lantai, keluar dari mobil. Seorang remaja perempuan berambut panjang merah berdiri tegak di hadapan Franco. Fredrinn membelalakkan kedua irisnya.

Met In Crime | FredvierTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang