Udah berapa lama ya hiatusnya... wgwgwg
Semoga ga kelamaan.
...
"Dasar... argh.. gila..!"
Gila? Fredrinn tidak mengelak dengan ucapan Xavier itu.
"Well... i'm crazy for you."
Fredrinn berbisik ketika netra Xavier tertutup rapat-rapat.
Dia hanya berpikir kalau Xavier akan kedinginan bila terus-menerus menyentuh aspal. Dia masih mengukirkan seringainnya itu sambil mengangkat tubuh Xavier seperti karung beras.
...
Basement.
Claude terkekeh kecil sambil memainkan ponselnya. Kala dia keluar dari ruangan tersembunyi miliknya, dia melihat kursi basement;gudang sudah kosong. Dia mengerutkan keningnya.
Klek
Dengan reflek, ia melirik ke arah pintu dan mendapati Xavier di genggaman Fredrinn. Tidak ada gerak-gerik, apa yang baru saja Fredrinn lakukan; pikir Claude.
"Hei.. apa yang baru saja terjadi?" Claude menatap mereka secara bergantian sembari memasukkan ponsel ke dalam saku.
"Kalau ini bukan urusanmu."
Jawaban ketus itu tidak diralat sama sekali oleh Fredrinn, dia hanya menganggap Claude seperti angin berembus dan pergi ke ruangan miliknya.
"Ada apa, sih?" Claude mendecak kesal.
Pria di bahu Fredrinn masih tidak sadarkan diri. Setelah ditaruh ke kasur, Fredrinn memandangi Xavier dahulu. Bukan bingung, dia tidak mau terburu-buru saja. Tidak ada sepatah kata yang keluar dari mulut Fredrinn. Dia sudah jatuh ke dalam cantiknya paras Xavier. Tangan beruratnya membelai pinggang ramping milik Xavier, berusaha mengingat di mana tadi ia menusuknya dengan pisau.
"Kalau diam begini kan nyaman."
Fredrinn menggenggam baju Xavier erat-erat dan dirobekkan olehnya, tidak ada keraguan sama sekali. Tubuh Xavier sudah setengah terekspos; dadanya. Fredrinn yang menyadari pendarahannya masih berlanjut, dia membalutkan robekkan baju Xavier ke luka itu.
Tidak mungkin kan dia lupa kalau dia yang membuat luka tersebut?
Fredrinn perlahan berjalan keluar dari ruangan. Dia mengunci pintunya dengan pasti, dua kali putaran.
Claude menatap Fredrinn lalu ke ruangannya.
"Haruskah kau menguncinya juga?"
Pria bersurai biru itu memutar bola matanya,
"Bukan urusanmu. Aku sudah bilang."
Itu bukanlah balasan yang diharapkan Claude. Fredrinn memang berlebihan, bikin pusing saja. Claude akan benci kalau dia sampai mengetahui dirinya terlibat masalah percintaan Fredrinn ke depannya.
"Menyebalkan.."
...
Perlahan kelopak mata Xavier bergetar, menandakan dirinya sudah setengah sadar. Tetapi yang dirasakan Xavier bukanlah lega, melainkan kesakitan. Sesuatu yang dingin merambat ke kulit pergelangan tangan Xavier. Dia menoleh ke kanan dan mendapati tangannya yang sudah terikat erat oleh rantai.
"Apa..?" Dia bergumam lemah.
Di area punggung terasa hangat seperti dibalut perban. Rasa sakit tusukannya masih menyelekit tetapi berkurang. Mungkinkah dia telah diobati?
"Sudah bangun rupanya." Suara serak milik seseorang mengejutkan Xavier.
"Ugh...! Kau!" Xavier mengerang kesal dan kesakitan kala menatap tajam wajah Fredrinn.
KAMU SEDANG MEMBACA
Met In Crime | Fredvier
RomanceXavier, seorang agen dari agensi Central Inteligence Moniyan ditugaskan untuk mengambil semua informasi seorang pencuri dan pembunuh profesional dari Italia, Fredrinn dan menangkapnya setelah itu. Ia pikir tugasnya akan ringan dan tidak membahayakan...