BAB 8: Misunderstanding

90 49 579
                                    

Met malem minggu dari pacarnya Haechan 😘
(😭🙏🏻)

Malming enaknya apa? YAP BETUL GAMON!

Part ini blm sempet aku revisi karena akhir" lagi sibuk banget sampe ga bisa handle semua. Jadi kalo ada typo tandai aja yaaa..

Oh ya, di akhir ada bahasa Sunda. Kalo sundanya salah tolong di benarkeun.. aku teh bukan asli Sunda. Asli Bekasi Banten yg ngomongnya merana merene.

Happy reading semua 🎀🎀

××××

"Bukan tentang cara melupakan orangnya, tetapi cara melupakan kenangannya."
Syanaz.
_____

Wina, sedari tadi terus mengutak-atikkan ponselnya. Berkali-kali mengirim pesan pada sang empun namun tak kunjung dibalas. Beberapa panggilan pun tak terjawab meskipun handphonenya terlihat aktif.

"Sya bales wa gue," gumamnya.

Kini Wina berada didepan pintu kost Syanaz bersama Tia. Kedua temannya itu khawatir kepada Syanaz yang tak kunjung keluar setelah pergi bersama Mahesa tadi.

"Ini gimana caranya? Apa dobrak aja pintunya?" Tanya Wina frustasi.

Tia menggeleng tidak setuju dengan pendapat Wina. "Gue hubungi kak Mahesa dulu, kebetulan gue punya nomornya." Wina mengangguk cepat.

Tia segera menekan tombol panggil pada nomor seseorang yang ia dapatkan dari katingnya. Cukup lama panggilan itu tak terjawab, akhirnya diangkat oleh Mahesa.

"Hallo—" belum menyapa Mahesa, Wina lebih dulu mengambil alih ponsel Tia.

"Hallo kak ini Wina temen kost-annya Syanaz," sapa Wina gugup. Sebenarnya ia tak bermaksud mengambil ponsel Tia, tapi sepertinya jika Tia yang menjawab dipastikan Mahesa tidak mengenali Tia.

"Hallo Wina, ada apa ya telpon saya?"

"Maaf kak ganggu waktunya. Boleh ke kost-an Syanaz dulu nggak? Syanaz belum keluar dari dua jam yang lalu setelah pergi sama kak Mahesa. Kayaknya dia nangis kak sampe suara tangisannya kedengaran dari luar."

Mahesa yang mendengar itu terkejut. Pasalnya, ia tidak mengantarkan Syanaz hingga sampai kost-an. Jadi, ia tidak tahu apa yang sudah terjadi pada gadis itu.

"Oke saya otw sekarang, pastikan Syanaz masih didalem kamarnya."

"Iya kak," panggilan terputus begitu saja. Wina segera mengembalikan ponselnya Tia kepada pemiliknya.

"Gimana?"

"Kak Mahesa mau kesini," Tia menghela nafas lega. Untung saja ia mempunyai nomor Mahesa, jika tidak, mau meminta bantuan dari siapa?

Wina dan Tia berjalan mendekati pembatas balkon alih-alih mengamati kedatangan Mahesa. Masih terdengar jelas suara isakan dari dalam, siapa lagi kalau bukan suara Syanaz yang menangis.

"Ini gimana ceritanya Syanaz bisa nangis?" Kali ini Tia angkat bicara. Ia juga sama terkejutnya saat Wina mengabari untuk datang ke kost-annya karena Syanaz menangis berjam-jam.

"Gue juga nggak tahu, Tia. Tadi pagi dia kirim pesan ke gue kalo Syanaz lagi jalan sama kak Mahesa keliling nangor, tapi pas pulang dari itu, gue cuma denger suara tangisan. Bahkan gue gedor-gedor aja nih pintu nggak di buka sama dia, gue takut dia kenapa-kenapa." Jelas Wina.

"Oke lo tenang dulu, gue yakin setelah kak Mahesa datang pasti Syanaz mau buka pintunya. Kita nggak boleh asal dobrak, yang ada ibu kost bakalan marah."

SERANA | Lee HaechanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang