Bab 3
Para pelayat sudah berlalu pergi meninggalkan anggota keluarga yang berada di depan gundukan tanah merah yang masih sangat baru itu.
Pagi ini, Silvi dimakamkan di tempat pemakaman umum khusus keluarga. Wanita cantik yang dikenal sangat baik itu meninggalkan tiga orang anaknya.
Ada banyak sekali orang-orang yang kehilangan sosok Silvi karena memang Silvi dikenal sebagai wanita yang sangat baik dan tidak pernah mencari masalah dengan orang lain.
Anggota keluarga baik dari pihak Hadi maupun dari pihak Silvi pun satu persatu sudah mulai pulang dan hanya meninggalkan seorang pria dan wanita yang masih berdiri termenung di depan kuburan Silvi.
"Kenapa lo harus pergi dengan cara kayak gini, Sil. Kenapa lo harus serahkan tanggung jawab anak-anak lo dan juga suami lo ke gue? Lo lihat, gue udah jadi istri suami lo. Apa di dalam kuburan sana lo lagi ketawa-ketiwi lihat nasib gue? Silvi, lo udah jadi setan tapi bikin gue ada di dalam posisi ini!"
Tiana menangis sambil memukul-mukul gundukan tanah merah di mana Silvi terbaring dengan nyaman di dalamnya.
"Gue benar-benar enggak terima! Silvi anak setan bangun lo! Anak-anak sama suami lo itu butuh lo. Bukan butuh gue yang enggak tahu apa-apa!"
Demi untuk melampiaskan emosinya, Tiana terus memukul gundukan tanah merah tersebut.
Saat melihat kepala nisan tertancap, tangan wanita itu bergerak berniat untuk mencabutnya dengan harapan agar Silvi segera bangun dan keluar dari kuburannya.
Melihat itu tentunya Hadi yang berdiri di sebelah wanita itu segera mendekat dan menahan tubuh Tiana dari belakang.
Ditariknya wanita yang nyaris tidak waras ini untuk pergi menjauh dari pemakaman istrinya.
"Kita pulang sekarang."
Agak ngeri juga Hadi kalau kuburan istrinya diacak-acak dan bahkan batu nisan yang baru saja tertancap akan dicabut oleh istri barunya ini.
Yeah, akhirnya tadi malam di depan jenazah Silvi, Tiana dan juga Hadi melangsungkan pernikahan yang disaksikan oleh keluarga dari pihak Silvi dan juga Hadi.
"Gue nggak mau pulang! Gue mau acak-acak kuburan Silvi biar dia bangun. Gue nggak terima! Gue baru aja tiba di Indonesia dan udah menghadapi kenyataan pahit ini!"
Tiana berusaha untuk memberontak namun Hadi tentu tidak akan kehilangan akalnya. Segera pria itu mengangkat tubuh Tiana dan memanggulnya di pundak hingga membuat kepala Tiana harus menghadap ke arah bawah.
"Turunin gue! Turunin!"
Tiana berusaha untuk memberontak, namun tidak dihiraukan oleh Hadi.
Tiba di mobil, Hadi langsung memasukkan Tiana ke dalam mobil kemudian menutup kembali pintu dan beralih ke sisi lain mobil.
"Kita pulang ke rumah sekarang," kata Hadi dingin.
"Kita? Mas aja kali yang pulang ke rumah. Kalau saya tetap pulang ke apartemen saya."
Tiana menghembuskan napasnya, berusaha untuk menenangkan emosinya yang baru saja meluap-luap karena ulah Silvi.
Terlebih lagi ia merasa canggung berada di dalam satu mobil bersama seorang pria yang tidak begitu dikenalinya.
Selama Silvi menikah dengan Hadi, Tiana hanya beberapa kali berbincang dengan pria di sebelahnya. Itupun tidak banyak cakap dan hanya sekadar menanyakan kabar melalui video call saat bersama Silvi. Selebihnya, Tiana tidak mengenali dan bahkan tidak tahu apa-apa tentang Hadi sama sekali.
Hadi tidak merespon perkataan Tiana. Pria itu melajukan kendaraan roda empatnya membelah jalanan kota menuju rumah yang selama ini ditempatinya bersama Silvi dan keluarga kecilnya.
"Kenapa saya harus dibawa ke rumah ini juga? Saya mau pulang ke apartemen," ujar Tiana menatap Hadi.
Rasa-rasanya ia ingin sekali meninju hidung mancung pria di sebelahnya ini agar sadar jika ini jelas bukan tempat tinggalnya.
"Kamu lupa? Sekarang ini status kamu sudah menjadi istri saya. Kamu harus pulang ke rumah ini juga," ujar Hadi menatap Tiana.
Pria itu membuka pintu mobil dan segera turun.
Tiana yang tidak mau ketinggalan ikut turun. "Nggak bisa begini, dong! Harusnya Mas itu antar saya ke apartemen. Pernikahan kita tadi malam itu, anggap aja nggak ada."
"Saya sedang berduka. Saya lagi nggak mau main-main."
"Idih! Siapa juga yang mau main-main? Memangnya Mas kira cuma Mas aja yang berduka? Saya juga berduka karena kehilangan sahabat saya!"
Tiana tanpa sadar mengejar Hadi masuk ke dalam rumah dan tepat pada saat itu ia juga mendengar suara tangisan seorang anak.
Ini jelas adalah suara Elleanor, putri pertama dari Hadi dan Silvi yang baru berusia 5 tahun yang saat ini sedang ditenangkan oleh babysitter.
"Aku mau mama! Mama!"
Gadis kecil itu menangis meraung berusaha untuk mencari keberadaan mamanya yang sudah pergi meninggalkan dunia ini.
Melihat tangisan Elle, tentu saja Tiana mengerut keningnya. Suara bising tangisan anak-anak adalah hal yang paling tidak disukainya.
Melihat putrinya yang menangis tentu saja Hadi langsung melangkah mendekati Elle dan berusaha untuk menenangkan putrinya itu.
"Mama udah pergi ke surga. Elle harus jadi anak yang baik, biar nanti bisa ketemu dengan mama di surga," ujar pria itu menenangkan putrinya. "Kalau Elle sedih, Mama di sana pasti juga sedih. Memangnya Elle mau mama sedih?"
"Enggak. Tapi, Elle kangen mama dan pengen ketemu mama lagi." Anak itu menangis sesenggukan di dada bidang papanya.
"Kalau Elle mau ketemu dengan Mama, Elle harus rajin berdoa supaya bisa bertemu dengan Mama." Hadi mengusap air mata putrinya yang terus bercucuran. "Elle harus jadi anak kuat. Ingat, Elle ada adik-adik yang harus dijaga. Mama juga udah bilang sama Elle kalau Elle harus sayang sama adik-adik 'kan?"
Bujukan Hadi sedikit demi sedikit akhirnya bisa membuat Elle merasa sedikit tenang.
Tatapan Hadi kemudian beralih pada sosok Tiana, membuat wanita itu segera mundur.
"Mau apa natap saya gitu?"
Entah mengapa perasaan Tiana mulai tidak enak. Terlebih lagi saat kini Hadi melangkah mendekati.
"Gendong Elle."
Sekali lagi Tiana mundur selangkah menjauh dari jangkauannya.
"Kenapa saya harus gendong dia?" Tatapan Tiana langsung tertuju pada Elle yang kini menatap polos padanya.
Tiana tentu saja bergidik ngeri. Meskipun Elle adalah putri dari sahabatnya bukan berarti ia pernah dekat dengan anak gadis ini.
Lebih lagi mereka hanya pernah berkomunikasi lewat video call atau suara panggilan saja.
"Sekarang kamu udah jadi ibunya Elle. Kalau kamu nggak bisa akrab sama dia, gimana kamu bisa jadi ibunya?"
"Walaupun saya nggak akrab sama dia, saya juga belum tentu bisa jadi ibunya. Mendingan Mas aja yang gendong dia. Saya nggak bisa akrab dengan anak kecil."
Hadi tidak mau mengalah dan terus memaksa sampai akhirnya Elik ini sudah berpindah gendongan pada Tiana yang langsung melotot menatap pria itu.
"Kamu urus dan jaga dia, saya ada urusan sebentar."
Hadi dengan tenang meninggalkan Elle bersama Tiana menuju kamarnya yang berada di lantai bawah.
Di dalam kamar, Hadi duduk termenung menatap bingkai foto di mana istrinya berada.
Pelan tapi pasti pria itu akhirnya kembali meneteskan air matanya, memikirkan nasib istrinya yang sudah pergi menghadap sang pencipta.
Di dalam kamar ini pula Hadi menumpahkan tangis yang sudah berusaha ia tahan sejak tadi.
Pria itu benar-benar kehilangan sosok wanita yang dicintainya. Rasanya sungguh tidak siap namun Hadi harus menjalani kehidupan ini, mengingat Jika ada anak-anaknya yang harus ia perhatikan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kunikahi Sahabat Istriku [21+]
RomanceCerita 21+ ⚠️ Harap bijak dalam membaca sebuah cerita. Ini kisah ada adegan yang tidak patut dibaca oleh anak di bawah umur. Sudah diberi peringatan tapi masih memaksa untuk membaca, bukan urusan saya lagi. Cristiana Loventa atau kerap disapa seb...