Bab 6
Sosok yang tidak lain adalah Hadi bangkit dari duduknya kemudian melangkah dengan ringan menghampiri Tiana.
"Saya datang ke sini untuk menjemput kamu pulang."
Wanita cantik itu spontan membelalakkan matanya.
"Jemput saya pulang? Buat apa, hah? Terus mas kenapa bisa masuk apartemen saya? Ini namanya Mas mengacak-acak privasi saya." Tiana menyergah marah menatap tajam pada sosok Hadi. Benar-benar tidak menyangka pria ini ada di dalam unit apartemen miliknya.
"Mengacak-acak privasi kamu?" Hadi tersenyum miring. "Kamu lupa kalau sekarang ini kamu berstatus sebagai istri saya?"
Pria itu menunduk dan menatap barang belanjaan Tiana. "Nanti bawa saja barang belanjaan kamu ke rumah. Toh, di sini juga, semua ini nggak akan bisa kamu sentuh."
"Nggak bisa! Saya nggak mau pulang ke rumah mas! Saya nggak mau menikah apalagi menjadi istri mas! Mas itu harusnya sadar, harus fokus sama anak-anak Mas dan juga harusnya fokus kehilangan Silvi. Bukan justru di sini mencari saya." Tiana menggelengkan kepalanya dengan ekspresi angkuh yang ditampilkan olehnya.
"Saya nggak peduli kamu mau bicara apa. Kamu istri saya dan harus tinggal bersama saya."
Hadi kemudian membalikkan tubuhnya dan duduk kembali di sofa yang tersedia. "Bereskan pakaian kamu dan bawa semua ke rumah. Kalau kamu nggak mau, saya nggak masalah untuk meminta orang biar membereskan barang-barang serta pakaian kamu."
Hadi berucap mutlak menatap pada Tiana. Sementara wanita itu sendiri menggeram marah.
"Saya nggak akan pergi dari sini sebelum kamu mau ikut saya pulang."
"Mas harus ingat kalau ada anak-anak mas di rumah!"
"Oh, gampang masalah itu. Saya tinggal minta orang rumah untuk membawa anak-anak ke sini dan kami akan tinggal di sini."
Jawaban telak dari Hadi membuat Tiana melemparkan tinjunya di udara, benar-benar merasa kesal akan tingkah laku pria di hadapannya ini. Namun, dirinya juga tidak mungkin membiarkan Hadi dan anak-anaknya untuk tinggal di apartemen ini mengingat ukuran unit apartemen yang ditempatinya saat ini hanya memiliki satu buah kamar saja.
Akhirnya dengan wajah ditekuk seribu, Tiana kemudian melangkah pergi masuk ke dalam kamarnya.
Silvi pernah cerita kalau suaminya itu memiliki sifat keras kepala dan tidak akan pernah menyerah jika memang sudah membuat keputusan. Tiana hanya takut jika Hadi akan benar-benar merealisasikan keinginannya untuk membawa anak-anaknya kemari.
Sementara Hadi dengan acuh memainkan ponselnya. Pria itu kemudian menghubungi anak buahnya dan meminta agar mereka datang membawa barang belanjaan Tiana masuk ke dalam mobil.
Sementara di dalam sana Tiana hanya bisa misuh-misuh mengumpulkan semua barang-barang miliknya.
Beruntungnya, semua pakaian dan juga barang-barang pentingnya masih berada di dalam koper karena ia belum sempat untuk mengeluarkannya. Pakaian harian yang dikenakannya pun diambil secara acak dari dalam koper sehingga tidak perlu membutuhkan waktu lama koper-kopernya sudah tersedia.
Wanita cantik itu mengedarkan pandangannya dan bahkan belum seminggu menempati unit apartemen ini tapi sudah harus ditinggalkan kembali.
Sepertinya ia akan meminta seseorang untuk mencari penyewa unit apartemen ini seperti sebelumnya saat ia masih berada di luar negeri.
Lumayan untuk satu unit apartemen mewah ini meskipun ukurannya mini, harga yang ditawar pun cukup mahal untuk setiap tahun atau bulan.
Di sinilah Tiana berada. Wanita itu bergidik ngeri saat menatap pemandangan kamar yang merupakan kamar milik Silvi bersama suaminya.
"Memangnya saya nggak bisa ada kamar lain apa? Enggak lucu kalau saya tidur di kamar sahabat saya sendiri," ujar Tiana, menatap pada Hadi.
Ingin rasanya Tiana untuk pergi atau kembali ke luar negeri, namun ia sadar dia Jika ia sudah lama menetap di sana dan memang harus kembali ke kampung halaman tempat di mana ia dilahirkan dan dibesarkan.
Hadi melepas kemeja yang dikenakannya sambil melirik pada sosok Tiana.
"Nggak ada kamar kosong lain selain ini," bohong pria itu.
"Nggak mungkin rumah dengan dua lantai ini cuma punya kamar berapa biji. Mas pasti bohong 'kan?"
Pria itu masih mengenakan kaos dalam melangkah mendekati Tiana dan berdiri di hadapan wanita itu.
"Kamu selamanya akan tetap menjadi istri saya dan enggak mungkin selamanya kamu akan pisah kamar dengan saya. Belajar aja ikhlas kalau kamu sekarang sudah jadi seorang istri," kata Hadi menatap dingin Tiana.
Pria itu kemudian berbalik dan melepaskan baju kaos yang dikenakannya. Saat tangan pria itu menyentuh belt di pinggangnya, Tiana langsung membalikkan badannya.
"Nggak sopan banget jadi manusia! Kenapa bisa mau buka celana di depan saya?" Tiana setengah berteriak sambil memunggungi Hadi.
Meskipun ia sudah sering melihat pria hampir setengah telanjang saat berada di pantai, entah mengapa melihat Hadi, Tiana agak gugup.
Sementara Hadi hanya melirik punggung wanita Itu sekilas sebelum melepaskan celananya dan memasukkan ke dalam keranjang kotor.
Hadi hanya mengenakan celana pendek setengah paha dengan otot agak berisi serta kotak-kotak di perutnya melangkah pergi menuju kamar mandi yang terletak di pojok ruangan.
Sekilas Tiana dapat melihat celana berwarna hitam yang dikenakan oleh pria itu, sebelum akhirnya ia berbalik keluar dari kamar.
Di ruang tengah ia dapat melihat sosok Elle yang tengah menonton acara kartun di televisi
Ada dua orang baby sitter lainnya yang saat ini sedang menggendong bayi di tangan mereka masing-masing.
Sejak Silvi meninggal jujur saja Tiana belum melihat kedua bayi yang baru saja dilahirkan oleh sahabatnya itu.
Tidak mau dekat-dekat, Tiana kemudian duduk di single sofa menatap pada televisi.
Babysitter yang berada di sekitar saling melirik dan memberi kode lewat tatapan mata mereka.
"Mama Tiana ternyata udah pulang," ujar Elle menatap Tiana. "Kata Papa, tadi papa jemput mama Tiana yang ada di makam mama Silvi. Sayang banget sama mama aku?"
Tiana tersentak kaget kemudian menolehkan kepalanya menatap Elle. Apakah Hadi mengatakan Jika dia akan menjemput dirinya di pemakaman umum tempat di mana Silvi di semayamkan? Kepada anaknya sendiri saja laki-laki itu berbohong, dengus wanita itu.
"Hmmm." Tiana berdeham canggung karena tidak mungkin ia mengatakan jika ia memang dijemput di apartemen miliknya oleh Papa dari anak gadis ini.
"Mama Tiana udah gendong adik-adik aku? Mama Tiana harus gendong adik aku dan rawat mereka, itu kata Mama Silvi sama aku." Elle yang memang cerewet kembali berbicara pada Tiana. "Mbak, lihatin adik-adik aku sama mama Tiana. Mungkin aja Mama Tiana malu," ujarnya pada baby sitter.
Sementara Tiana sendiri melotot tidak percaya dengan apa yang diucapkan oleh Elle. Memang bener Silvi pernah mengatakan jika Elle adalah anak gadisnya yang cerdas dan paling cerewet. Tidak heran kalau mulutnya dengan lincah bahkan meminta pada baby sitter untuk ia agar bisa melihat adik-adiknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kunikahi Sahabat Istriku [21+]
RomanceCerita 21+ ⚠️ Harap bijak dalam membaca sebuah cerita. Ini kisah ada adegan yang tidak patut dibaca oleh anak di bawah umur. Sudah diberi peringatan tapi masih memaksa untuk membaca, bukan urusan saya lagi. Cristiana Loventa atau kerap disapa seb...