Chapter 7: Lacrimosa

30 8 2
                                    

Bjorn dan Albert saling mengenal saat mereka masih menempuh pendidikan di salah satu akademi kepolisian di London. Awalnya banyak orang sempat meragukan kedekatan mereka. Bagaikan air dan minyak, keduanya benar-benar bertolak belakang. Jika Albert merupakan siswa yang penuh energi dan memiliki kepercayaan diri yang cukup tinggi; lain hal dengan Bjorn yang lebih pendiam, tidak menyukai keramaian, dan membenci interaksi sosial.

Walau begitu, keduanya memiliki satu kesamaan, yakni kecintaan pada komik. Kedekatan mereka bermula saat Albert diliputi rasa penasaran. Aura Bjorn yang terkesan misterius, membuat nyalinya semakin terpacu. Tidak ada yang sadar apabila pria jangkung itu diam-diam selalu memperhatikan gerak-gerik Bjorn. Tidak seperti teman-teman lain yang enggan mendekati manusia es itu, rasa penasaran dalam diri justru semakin menggila.

Satu hari saat Albert secara tidak sengaja menabrak bahu Bjorn di sekitar koridor hingga membuat buku yang ada di dalam genggaman tangan si pemilik mata safir biru jatuh mencium lantai.

Kala menunduk dan meraih buku, tatapan Albert mendadak terpaku pada judul dan gambar animasi yang terpampang di sampul buku. Cengiran lebar terpatri. Kepala mendongak, tubuh berdiri tegak, sepasang mata kembali menatap lurus sosok Bjorn yang tampak kebingungan, kemudian berkata, "Ka-kau ... aku tidak menyangka kalau kau juga membacanya." Intonasi bicaranya terdengar sangat antusias.

Dahi mengernyit. "Ha?!" Dilihat dari mana pun, sosok Bjorn sangat tidak bersahabat. Air mukanya percis hewan buas yang hendak memakannya. Sangat mengerikan.

Jangan panggil dia Albert Thompson kalau menaklukan Bjorn Williams saja tidak bisa. "Ngomong-ngomong ... aku juga menyukainya. Maksudku ... serial komik yang sedang kau baca," tuturnya sembari menyerahkan buku komik kepada pemiliknya. "Ini."

"Cih!" Bjorn lekas mengambil buku dari tangan Albert. Bukannya berterima kasih, ia justru pergi tanpa mengucapkan satu patah kata pun.

"Ketus sekali," gumam pria jangkung itu seraya memperhatikan punggung Bjorn yang semakin lama semakin menjauh dan menghilang di balik pertigaan.

Hidup adalah tantangan. Siapa sangka, sikap ketus Bjorn membuatnya semakin terpacu. Seringai tipis menghiasi wajah. Kekehan kecil terlontar, semakin lama semakin keras. Tidak peduli jika seluruh orang sekitar menganggapnya aneh dan gila. Ia bersumpah dalam hati kecilnya, suatu saat nanti, Bjorn akan menjadi temannya.

Maka dari itu, Albert tidak boleh menyerah. Di beberapa kesempatan ia selalu berusaha mencuri waktu agar dapat saling berkomunikasi. Seperti contohnya saat melakukan latihan fisik, ia memaksa Bjorn agar satu kelompok dengannya. Beruntung si manusia es tidak menolak.

Keheningan mendominasi atmosfer keduanya, padahal suasana sekitar terasa sangat ramai. Namun, tekadnya untuk menjadikan Bjorn sebagai teman memaksa Albert untuk segera memecah keheningan. Sambil menahan kedua kaki pemuda ketus yang sibuk melakukan sit up, ia berdeham, lantas berujar, "Aku sudah membacanya. Volume 39."

Di tengah kegiatan, Bjorn mendengkus, lalu berdeham. Ia sama sekali tidak terlihat ingin menanggapi ocehan Albert, tetapi Albert tidak peduli. Mulutnya yang seperti kaleng rombeng terus melontarkan perkataan tiada henti. Sama sekali tidak ada jeda.

"Bisakah kau berhenti bicara?" sembur Bjorn tampak risih. "Kau sangat menyebalkan."

Alih-alih marah, Albert malah menyunggingkan senyum lebar nan bodoh. "Aku ingin kau menjadi temanku."

Mendengar ucapan konyol yang terlontar dari mulut si pria jangkung, seketika Bjorn menghentikan gerakannya. Dahi mengernyit berang. "Ha?! Apa yang kau bicarakan?!" sungutnya. "Kau bercanda?!"

"Apa aku terlihat seperti orang bercanda?" sahut Albert. Tidak ada keraguan di mimik mukanya. Sepasang netra menatap lurus penuh keyakinan.

Kedua mata berputar malas. Lagi-lagi Bjorn mendengkus masa bodoh. "Tidak. Aku benci berinteraksi." Ia kembali melanjutkan aktivitas yang tertunda. "Terutama berinteraksi dengan orang sepertimu," sambungnya ogah-ogahan.

The Murderer's SchemeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang