Chapter 01

119 13 0
                                    

Lorong dilantai 7 begitu lengang pagi ini, menyisakan beberapa karyawan yang lalu lalang sekedar membawa dokumen-dokumen untuk diperiksa para atasan lainnya. Sedangkan sosok pemuda tanggung yang bahkan belum genap berumur dua puluh tahun itu pun melangkah terlampau santai dengan sesekali  mengganguk untuk menanggapi sapaan sopan para karyawan pada dirinya, bocah yang bergelar sebagai anak tunggal pemilik perusahaan yang kini sedang ia kunjungi.

Menuju pada ujung ruangan dengan tulisan yang tercetak rapi Manager Keuangan, di samping kanan pintu kayu jati yang berdiri kokoh. Dengan kurang ajar menyelonong masuk tanpa permisi sekedar mengetuk pintu hanya untuk mendapati si pria dewasa dengan paras terlampau cantik menoleh cepat kearahnya dengan pandangan terlampau terkejut.

Dan sebersit adegan panas semalam terngiang jelas pada otak cerdas si Pria Chawarin dan dirinya hampir tersedak air liurnya kala kalimat dari si pemuda Panich meluncur tanpa dosa.


"Pagi Sayang." Mendekat dengan senyum persegi yang bangsatnya begitu menjerat, terlampau tampan untuk ukuran bocah yang baru matang berumur sembilan belas.


"Maaf, tapi untuk apa anda kemari?"

Dahi Nu New menukik menunjukkan sekali bahwa dirinya tidak nyaman dengan kehadiran bocah tersebut, terlepas kejadian semalam yang memang menurutnya salah.


"Mengunjungimu tentu saja, dan jangan terlalu formal sayang."

Dirinya mendudukkan diri tepat pada kursi dihadapan meja kerja Nu New dengan lagak angkuh seperti biasa tanpa peduli yang namanya tata krama.


"Saya sedang sibuk, tidak ada waktu sekedar meladeni anda Tuan Muda."

Berdiri untuk mengambil tumpukan dokumen pada rak di ujung ruangan dan dengan sedikit gebrakan meletakan dokumen tersebut tepat diatas mejanya.


"Duduk dan kerjakan pekerjaanmu, dan biarkan aku memandangmu disini. Kau terlalu cantik pagi ini, melebihi hari-hari sebelumnya saat aku memperhatikan dari jauh. Dan wow-Sepertinya pekerjaanmu cukup banyak. Pasti melelahkan."


Nunew mendengus kesal sebelum akhirnya membiarkan si anak tunggal bosnya ini melakukan semaunya di ruangannya.

Kemudian mendudukan diri dengan kesal hingga dirinya berjengit sebal karena sialnya rasa kebas dan ngilu masih terasa saat bokongnya ia hempas bar-bar tanpa sadar.


"Karena anda tau pekerjaan saya menumpuk banyak dan melelahkan, bisa keluar dari ruangan saya?" Nadanya terdengar pelan, meski pada kenyataannya rasa muak begitu mendominasi relungnya melihat bocah priyayi di hadapannya ini memandangnya terlampau menantang.


"Aku menolak loh." Zee Pruk menyungging seringai tampan yang sayangnya selalu ditampik oleh Nunew dengan bermodal logis bahwa yang ia hadapi hanyalah seorang bocah yang sialnya adalah si pemuda terlampau kaya anak tunggal pemilik perusahaan tempat ia bekerja.


"Aku memiliki hak untuk mengusir anda jika anda menganggu." Kini tanpa sungkan Nu New yang jengah mulai menampakkan rasa kesalnya, berusaha masa bodoh jika bocah tersebut adalah anak dari bosnya.


"Begini saja, bagaimana kalau kita melakukan penawaran?" Zee Pruk menegakkan badan lalu mendekatkan tubuhnya kearah Nu New berusaha mengikis jarak meski terhalang oleh meja dihadapannya.


"Apa?"


Zee Pruk melayangkan kedipan nakal.


"Bercinta diruanganmu sepertinya menyenangkan."


"Bangsat."


Dan gelak tawa memenuhi ruangan berukuran sedang tersebut. Kemudian semakin mencondongkan tubuh hingga deru nafas si pemuda Panich menggelitik ujung kulit Nu New yang seketika meremang kala aroma musk yang begitu familiar menyapa hidungnya. Dan kemudian berkata lagi.


"Semalam bukan umpatan yang kau katakan saat aku terus menghujam milikmu, ingat?"


Nu New mendengus, menggebrak meja dengan kasar manatap nyalang kearah si putra tunggal bosnya tersebut.

Mati-matian sedari tadi menahan kesal, menahan segala kewarasannya agar tidak menendang Zee Pruk keluar dari ruangannya.

Menyeret paksa kalau perlu.


Bocah priyayi ini terlampau kurang ajar dengan segala silat lidah keparatnya.


"Lupakan kejadian semalam, itu kesalahan dan tidak akan pernah terulang, camkan itu."


"Lupakan?" Zee Pruk mendecih.


"Lupakan, sebuah kesalahan besar aku bersamamu semalam, dan astaga--kau ini baru sembilan belas tahun."


"Bocah sembilan belas ini yang membuatmu meracaukan namaku loh semalam."


"Ya Tuhan Zee Pruk Panich, jaga bicara mu!! Bagaimanapun meski kau memandangku rendah karena aku hanyalah seorang kepala manager di perusahaan ayahmu, aku ini jauh lebih tua dari dirimu." Nu New bersungut-sungut, sungguh rasanya ingin melempar pemuda ini dari ruangannya dan terjun bebas dari lantai tujuh gedung ini.


"Dimana otakmu???" Nu New sedikit memekik kala aliran darahnya serasa ingin meledak.


"Otakku? Tidak ingat kau curi? Kau mencuri segalanya termasuk hatiku Tuan Nu New." Zee Pruk berujar kelewat santai.


Bangsat. Bangsat. Bangsaaaaattt!!!!







TBC

Kalau kalian ketemu bocah modelan Zee Pruk gini kalian apain coba? Wkkwkkwkk..

FateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang