Chapter 04

102 14 0
                                    

Happy Reading...

Masih pagi yang sama dengan suasana kantor yang begitu membosankan dengan kesibukkan yang terlalu monoton.

Nu New yang menyandang jabatan sebagai kepala manajer keuangan melangkah dengan tenang seperti biasanya, menyapa beberapa karyawan yang tak sengaja berpapasan dengannya dengan senyum manis yang menjurus kearah cantik. Salah satu atasan yang tak ayal menjadi salah satu bagian bahan perbincangan karena perawakannya yang dewasa dengan usianya yang matang. Tak ayal pun banyak kaum hawa yang dengan terang-terangan memberi perhatian lebih agar si pria Chawarin mungkin bisa membagi hati.

Namun sayangnya, dibalik segala keramahan dengan sikap dewasanya adalah terbangun sebuah tembok berdasar prinsip yang mungkin tak akan bisa ditembus oleh siapapun.

Nu New itu pria matang berusia tiga puluh lima tahun, yang beruntung dicintai oleh si bocah berumur sembilan belas tahun­­__ turunan Panich yang bahkan kekayaannya tak perlu dipertanyakan lagi.

Namun Nu New tetaplah Nu New, seorang pria matang yang enggan menurunkan ego. Yang ia yakini hanyalah tak sepantasnya harga dirinya harus dinjak-injak oleh seorang bocah yang bahkan belum genap dua puluh tahun. Hingga melupakan fakta, bahwa cinta tak akan berpatokan pada siapa dan dimana. Apalagi hanya umur yang akan tetap menjadi sebuah angka, karena kedewasaan adalah sebuah pilihan bukan yang menentukan.

Langkahnya lagi-lagi terhenti saat dilihatnya sebuah paper bag dengan logo brand Louis Vuitton teronggok rapi diatas mejanya.

Dahinya berkerut, mendekat sekedar melongok isi paper bag yang terlihat mengkilap.

"Sepatu?" Gumamnya.

Hingga detik berikutnya dia sadar, siapa lagi bajingan kecil yang berani mengobrak abrik ruangannya kalau bukan si bocah Panich. Dan apa-apaan sepatu mahal yang kini bertengger elegan diatas mejanya ini.

Dan hembusan nafas panjang terdengar, Nu New memilih abai pada keberadaan paper bag tersebut dan mulai berkutat dengan laporan-laporan yang menumpuk seperti biasa. Hingga sebuah ketukan halus menyapa pendengaranya, melirik sebentar kearah jam dinding kemudian menyahut sebagai jawaban. Lalu seorang wanita terlihat masuk kedalam ruangannya, tersenyum sopan setelah membungkuk pelan kearahnya.


"Ada yang bisa saya bantu phi Baifern?"

Baifern _sekertaris tuan Panich tersenyum ramah kemudian menyerahkan secarcik kertas kearah Nu New.


"Ini adalah jadwal dari Tuan Panich untuk anda Tuan Nu New."

Seketika wajah cantik Nu New mengerut kala membaca jadwal yang dimaksud. Hampir saja dirinya mengumpat kala membawa rentetan tinta hitam yang tercetak pada kertas yang sedang dibaca.

Ini adalah jadwalnya sebagai pengajar dadakan tentang perusahaan untuk bocah bangsat bermarga Panich yang sialnya adalah anak tunggal dari pemilik perusahaan kini dia bekerja.


"Setiap hari dijam kerja?" Nu New menatap Baifern meminta penjelasan.


"Ya Tuan, jadi seharusnya hari ini adalah jadwal anda untuk menemani Tuan Muda Panich untuk mempelajari masalah perusahaan.


"Lalu pekerjaanku?"


"Sudah saya atur dan sementara akan di handle oleh tuan Yim langsung."


"Baiklah terimakasih atas informasinya."

Dan saat bilah pintunya tertutup meninggalkan sosok Baibern dari penglihatannya, sebuah erangan frustasi terdengar dari si pria Chawarin. Memijit pangkal hidungnya sekedar meredakan rasa pusing yang mendadak berdenyut disekeliling kepalanya.

FateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang