Chapter 07

111 15 1
                                    

Happy Reading...

Sore itu langit mulai senja dengan similir angin yang mulai menghantar dingin.

Disana Yim terpaku sesaat setelah dirinya memutar knop pintu, hingga sebuah senyum hangat terpatri pada wajah tampannya, kala pemandangan dihadapannya tersuguh.

Dibalik buntalan selimut di sofa panjang milik penerus tunggal perusahaan ia bekerja, nampak si pria tua kolot yang menyandang sebagai sahabatnya nampak tenang terlelap dalam pelukan si anak priyayi yang ia anggap sebagai adiknya itu. Siapa lagi jika bukan si manis Nu New dan si pemujanya Zee Pruk.

Menjadikan Yim perlahan memundurkan langkah dan kembali menutup pintu begitu perlahan agar keduanya tak terusik dengan keberadaannya.

Langkah tegasnya kembali menyusuri lorong menuju lift sembari jemarinya mendial nama seseorang dengan senyum yang enggan menghilang.


"Phi, dia berhasil."


"........"


"Aku tau dia akan berhasil, phi."


Dan senyuman terus mengembang tanpa mau menghilang, menampakkan sebahagia apa dirinya setelah menyaksikan segala perjuangan si bocah dan menjadi tempat curahan hati si pria kolot satunya.

Yim tau, segalanya pasti membuahkan hasil, meski mungkin para pembaca hampir jenuh melihat tingkah si pria manis Chawarin yang terus saja meninggikan ego dan harga diri dan mungkin merasa geram hingga begitu ingin menjadikan si bocah Panich sebagai pasangannya saja.

Tapi apa daya, semua pun tau bahwa cinta Zee Pruk hanya untuk pria kolot bermarga Chawarin tersebut.










"Kenapa diam?"


Masih diposisi yang sama, ditempat yang sama namun cahaya diluar telah menghilang, hari berganti gelap dengan gemerlap lampu kota disepanjang jalan.

Nu New terdiam, memejam kedua mata sekedar merasakan elusan lembut pada surainya yang tak bisa ia pungkiri bahwa segala afeksi seorang bocah Panich begitu membelenggunya. Tubuhnya selalu saja senyaman ini hanya berada didekatnya, meski lisannya selalu saja menolak, logisnya selalu berkata tidak, tapi hatinya tetap sama, selalu menghangat hanya karena satu nama bocah yang tanpa permisi mendobrak temboknya.

Dia Zee Pruk Panich, yang kini tanpa malu justru ia yang memeluknya. Menyandar begitu nyaman pada dada bidangnya kala terbangun setelah berjam - jam menangis bersamanya.

Lagi.

Sekali lagi Nu New memperlihatkan sisi lemahnya pada si bocah Panich.


"Ada apa?" suara beratnya kembali menyapa rungunya, menjadikan Nu New spontan menggeleng pelan sebagai jawaban.


Hingga helaan nafas kini terdengar.


"Nu, apapun itu aku tidak akan memaksamu bercerita. Tapi jangan siksa dirimu dengan bersikap semua baik-baik saja. Aku tidak suka itu."

FateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang