•••••••••••••••••••••••••••••
Perkebunan Randeling, Malang 1890
Seorang pria mengenakan atasan beskap lengkap dengan blangkon tengah berjalan mengikuti arahan dari seorang pria Belanda. Sesekali pria itu mengusap peluhnya yang menetes karena sinar matahari yang begitu terik.
"Ini adalah perkebunan saya, kamu akan membantu saya untuk mengelola perkebunan Randeling ini," ujar pria Belanda itu sembari menunjuk ke arah perkebunannya yang luas. Sejauh mata memandang, hanya terlihat perkebunan kopi milik pria Belanda itu. Perkebunan serta rumah pekerja kebun memiliki jarang yang cukup jauh dari pedesaan.
"Baik, Meneer. Saya akan melakukan pekerjaan dengan baik," jawab pria Jawa itu sembari menyunggingkan senyum ramahnya.
Bennedict F. Hubrecht, pria berdarah biru dari Belanda sekaligus pengusaha kaya raya yang memiliki perkebunan kopi di Malang dan beberapa daerah lainnya. Pria itu memperkerjakan seorang asisten untuk mengelola perkebunan Randeling yang begitu luas, pria itu adalah Arya Manggala.
Bennedict memperkerjakan Arya atas rekomendasi dari partner bisnisnya yang mengelola perkebunan tebu. Arya direkomendasikan karena memang dinilai sangat cakap dalam melakukan pengelolahan serta negosiasi dalam memajukan usaha perkebunan itu. Hingga Bennedict pun menerima rekomendasi partner-nya itu.
Bennedict mengajak Arya berkeliling area perkebunan kopi itu dengan berjalan kaki. Sedikit melelahkan memang, mengingat betapa luasnya perkebunan Randeling ini. Hingga mereka tia di daerah perumahan para buruh, Arya nampak terpukau ketika melihat sebuah rumah mewah yang berdiri kokoh di tengah perkebunan ini.
Rumah itu milik Bennedict, rumah utama dengan perumahan buruh hanya dibatasi oleh pagar yang terbuat dari kayu yang setinggi paha orang dewasa. Tatapan Arya terpaku ketika melihat seorang wanita yang tengah sibuk merangkai beberapa bunga untuk ditaruh ke dalam vas besar. Wanita itu duduk manis di kursi kayu yang berada di teras rumah mewah itu. Balutan dress panjang berwarna putih dengan aksen renda berwarna peach yang menambah kesan elegan dari si wanita.
"Itu Samantha, dia istriku," celetuk Bennedict yang menyadari kalau Arya tengah menatap kagum ke arah istrinya. Bennedict berjalan mengarahkan Arya untuk segera beranjak menuju ke rumah dinas yang akan ia tempati selama bertugas di Randeling.
***
Langit nampak berwarna jingga, menandakan Sang Surya kembali ke peraduannya. Arya menyesap secangkir kopi hasil dari Perkebunan Randeling, sesekali ia menghela nafas panjang menikmati udara sejuk di daerah ini.
Hingga netranya terpaku ketika melihat seorang wanita berjalan sembari menenteng keranjang berisi buah apel merah. Arya mengernyitkan keningnya heran melihat seorang wanita yang berjalan seorang diri di daerah perkebunan yang begitu sepi dan senyap. Kebetulan rumah dinas Arya berada di rumah paling ujung dekat dengan gapura masuk menuju area perkebunan kopi yang luas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Let Her Go [SLOW UPDATE]
Historical FictionKisah cinta berlatar Hindia Belanda di tahun 1890an. Kisah Samantha, seorang wanita indo (keturunan Belanda-Indonesia) mengalami kehidupan penuh dengan kepedihan, ia dipandang rendah karena terlahir dari rahim seorang gundik/nyai. Ayahnya menjodohka...