Terdapat kata-kata kasar dan kekerasan di dalam cerita ini, harap bijak dalam membaca dan tidak untuk ditiru.
***
Seminggu pun berlalu begitu cepat. Samantha juga tak pernah lagi melihat Arya di sekitar kediamannya, ia merasa khawatir kepada pria pribumi itu. Samantha diam-diam menanyakan keberadaan Arya kepada Salirah. Wanita itu datang menghampiri Salirah yang tengah sibuk membersihkan serambi belakang rumah.
"Apakah kamu melihat Arya?" bisik Samantha kepada Salirah, mendengar suara Samantha yang tiba-tiba saja datang dari dalam rumah membuat wanita jawa itu terjingkat kaget. "Duh, Gusti! Nyonya mengagetkan saja," ucap Salirah sembari mengelus dada.
Samantha hanya tersenyum simpul, ia kembali bertanya mengenai keberadaan Arya. Salirah menjelaskan bahwa Arya diutus oleh Benedict melalui surat untuk pergi ke Pabrik Gula Maritjan yang ada di Kediri selama beberapa hari. Samantha mengangguk paham, ia berjalan lesu ke area taman belakang hingga terdengar suara riuh dari arah depan rumahnya. Samantha menghentikan langkahnya, ia lupa kalau hari ini adalah hari dimana suaminya, Benedict kembali ke rumah.
Samantha menghela nafas panjang, ia segera berjalan menuju ke arah halaman depan rumahnya. Benar saja, pria yang dibenci Samantha sudah kembali pulang. Pria itu nampak datang dengan beberapa delman yang membawa barang bawaan yang begitu banyak. Samantha menatap sinis ke arah pria Benedict, menyadari ada seseorang yang menatapnya dari kejauhan Benedict menatap balik ke arah Samantha dengan mengangkat satu alisnya. Lalu, Benedict segera berjalan masuk ke dalam rumahnya meninggalkan Samantha yang berdiri sembari bersidekap di halaman samping.
***
Suara dentingan garpu dan sendok terdengar menggema di seluruh ruang makan. Dua manusia itu nampak sibuk menyantap makan malam tanpa berniat untuk menatap ataupun berbicara sepatah katapun. Suasana diantara keduanya terasa begitu dingin dan mencekam, para pekerja di rumah itu pun tak berani mendekat ke area ruang makan.
Hingga makanan yang ada di atas piring mereka habis, tak ada yang berniat membuka mulut. Benedict meneguk wine yang ada di gelasnya sembari netranya menatap ke arah Samantha yang sibuk mengunyah makanannya. "Apa yang ingin kau katakan?" akhirnya Samantha pun menyerah dan mengajukan pertanyaan kepada 'suaminya' itu. Sejujurnya, makan malam bersama dengan Benedict adalah hal yang paling Samantha benci. Namun, pria itu memaksanya agar makan malam bersama.
Pria itu mendengus sinis ke arah Samantha sembari menaruh gelasnya perlahan ke atas meja. "Ik hoorde dat die oude zak hier een scène kwam maken," ujar Benedict. (Aku dengar tua bangka itu datang dan membuat kehebohan di sini.)
Samantha tahu, tua bangka yang dimaksud oleh Benedict adalah ayahnya. "Jaa," jawab Samantha singkat tanpa menatap mata Benedict. Terdengar helaan nafas dari pria di depannya itu, lalu terdengar suara langkah kaki yang mendekat ke arahnya. Samantha melirik ke arah suara itu, nampak Benedict datang dengan wajah yang dingin. Pria itu mencengkram pipi Samantha dengan keras, ia memaksa agar Samantha menatap matanya.
"Bitch! Als ik tegen je praat, kijk me dan in de ogen!" bentak Benedict kepada Samantha. (Jalang! Jika aku tengah berbicara kepadamu, tataplah mataku!)
Samantha menatap ke arah Benedict dengan nyalang seolah tak takut dengan amukan suaminya itu. "Ik wil je nooit meer aankijken, klootzak!" balas Samantha dengan tegas. (Aku tidak pernah sudi menatap wajahmu, brengsek!)
Benedict terkekeh pelan, lalu tak lama kemudian ia menampar dengan keras wajah cantik Samantha hingga membuat wanita malang itu terjatuh dari kursinya. Samantha meringis kesakitan, ia memegang pipi kirinya yang terasa bengkak dan memerah.
"Vuile trut!" (Jalang sialan!). Benedict berteriak keras ke wajah Samantha, pria itu menyeret Samantha dengan kasar. Sekeras apapun Samantha mencoba melepaskan cengkraman tangan Benedict, tentu dia tak akan mampu. Benedict menyeret Samantha ke dalam kamar, pria itu mengangkat tubuh kecil Samantha lalu membantingnya ke atas kasur dengan keras. Samantha berteriak kesakitan, belum sempat hilang rasa sakit tamparan dan cengkraman pada tubuhnya, Benedict memukul keras perut Samantha hingga membuat wanita itu semakin berteriak kesakitan. Benedict melepas paksa pakaian Samantha, pria biadab itu memperkosa Samantha tanpa ampun. Tangisan pilu Samantha tak mampu menghentikan perbuatan keji Benedict, suara tangisan Samantha berubah menjadi serak. Ketika Samantha mencoba melawan, Benedict akan menghajar Samantha hingga dirinya benar-benar lemas bahkan tak sadarkan diri. Sungguh tragis nasib wanita itu.
Setelah puas meruda paksa istrinya, Benedict merebahkan dirinya di sebelah kiri Samantha. Pria itu menatap nanar ke arah Samantha yang nampak sangat kacau karena perbuatannya. Rambut Samantha nampak berantakan, wajahnya babak belur, bibirnya berdarah serta terdapat lebam disekujur tubuhnya. Wanita itu tak bergerak karena pingsan. Benedict menghela nafas panjang, tanpa sadar tangannya membelai lembut pipi Samantha yang membengkak.
***
Cahaya mentari menyorot ke arah Samantha yang tengah terbaring lemah di atas ranjangnya. Samantha membuka matanya yang terasa amat sangat berat itu, ia mendecih sembari berkata, "Kenapa aku masih hidup?" Samantha merasakan sakit yang luar biasa pada sekujur tubuhnya karena perbuatan bejat Benedict. Bahkan, wanita itu tak mampu untuk mengangkat badannya untuk duduk. Hingga terdengar suara pintu kamarnya terbuka dan menampakkan sosok Salirah yang membawa nampan yang berisikan baskom air hangat.
Salirah nampak prihatin dan khawatir terhadap keadaan Samantha yang mengenaskan, dengan telaten Salirah menyeka seluruh tubuh Samantha yang penuh dengan lebam. Ia juga mengoleskan tanaman herbal ke luka tubuh Samantha dengan penuh rasa kasih sayang, tanpa sadar Salirah menangis tersedu-sedu karena kasihan kepada majikannya sendiri. Salirah menyelimuti tubuh telanjang Samantha yang telah ia kompres dan obati. "Salirah, aku tak apa. Kamu tidak usah bertindak cengenge seperti itu," celetuk Samantha.
"Nyonya....," lirih Salirah sembari menatap pilu ke arah Samantha. Wanita Indo-Eropa itu mencoba tersenyum lembut ke arah Salirah, ia meminta Salirah tak perlu mengasihani dirinya karena itu adalah hal yang menyebalkan. Tak lama kemudian datanglah Benedict ke dalam kamar, Salirah nampak terkejut dan segera berjalan keluar dari kamar itu. Samantha mengalihkan pandangannya dari Benedict.
"De volgende keer moet ik je harder leren om een onderdanige vrouw voor je man te zijn." (Lain kali aku harus mengajarimu lebih keras agar menjadi istri yang penurut pada suamimu.)
Benedict mendudukkan dirinya di pinggiran ranjang, ia membelai lembut rambut Samantha yang masih membuang mukanya. Benedict tersenyum kecut, ia segera berdiri dari posisinya dan mengambil sesuatu dalam lemari pakaian. Benedict melemparkan selembar foto berukuran kecil ke samping Samantha, lalu pria itu segera berjalan keluar dari kamar dan menutup pintu kamar dengan begitu keras.
Samantha bernafas lega karena pria brengsek itu telah meninggalkannya sendirian, namun ia penasaran dengan kertas yang dilempar Benedict. Samantha segera meraih kertas foto itu. Samantha membulatkan bola matanya sempurna. Nampak seorang potrait wanita jawa berusia paruh baya dalam kertas foto itu. Samantha tak mampu menahan air mata yang sudah terkumpul di pelupuk matanya. Wanita dalam foto itu adalah, Nyai Soedari yang merupakan ibu kandung Samantha.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Let Her Go [SLOW UPDATE]
Historical FictionKisah cinta berlatar Hindia Belanda di tahun 1890an. Kisah Samantha, seorang wanita indo (keturunan Belanda-Indonesia) mengalami kehidupan penuh dengan kepedihan, ia dipandang rendah karena terlahir dari rahim seorang gundik/nyai. Ayahnya menjodohka...