11

4 4 0
                                    

Waktu telah lama berlalu, namun hutan Leinet tak kunjung terlihat. Para awak kapal tak terdengar membicarakan hutan sakral itu, kebanyakan dari mereka tak banyak bicara dan beberapa diantaranya membahas barang-barang yang mereka bawa. Shou dan Claress mulai dilanda kebingungan, mereka khawatir jika kapal tidak akan melintas di dekat hutan. Disekeliling mereka masih pemandangan laut yang luas, tak ada pesisir pantai bahkan keremangan pulau. Mungkinkah sedikit lebih lama lagi dari perkiraan?

"Aku sudah periksa semuanya, tidak ada yang terbuang ke laut."

"Bagus." Hening sejenak. "Kau sudah mengecek barang di jajaran itu?"

"Ah, kurasa belum."

"Kalau begitu cepat periksa. Sepertinya beberapa menit lagi kita akan sampai."

Shou dan Claress menegang di tempat. Derap langkah seseorang terdengar semakin mendekat. Lalu berhenti, tepat dibelakang mereka—terhalang oleh kotak kayu yang ditumpuk menjadi empat kesamping, tiga keatas. Seseorang akan datang, fikir mereka.

Mau tak mau, formasi awal kembali dilakukan: merapat. Claress berbaring, Shou diatasnya. Mereka saling berbagi degup jantung yang berdebar tak karuan. Takut jika salah satu awak kapal tahu, lalu skenario terburuk ketika mereka berdua diserahkan pada Duke Maximilian terjadi. Hingga akhirnya, suara langkah kaki menghilang, diganti dengan gumaman pelan yang terdengar begitu dekat.

"Disini juga aman, kapten!"

Teriakan itu sungguh membuat kaget. Sang kapten yang dimaksud balas menyahut, menyuruhnya kembali. Tanpa berlama-lama lagi, prajurit bayangan itu kembali. Shou dan Claress baru bisa bernafas ketika mereka kembali duduk.

"Kita harus segera pergi dari kapal," ujar Claress dengan panik.

Shou terlihat bingung. "Kenapa? Kita sudah hampir—"

"Orang itu melihat kita!"

Jantung mereka kembali mencelos. Setelah nekad menyelinap ke kapal, ada banyak bahaya yang mengancam. Hanya saja, Shou dan Claress tidak terlalu mempedulikan hal itu. Padahal, persiapan yang matang adalah hal paling penting. Mereka tak tahu jika perjalanan ini lebih sulit ketimbang melawan tanaman veneora.

Disisi lain, prajurit bayangan itu berbisik. "Ada penyelinap," katanya.

"Kita tunggu. Setelah sampai di pelabuhan, sergap dan bawa mereka menghadap Duke," balas sang kapten.

"Dimengerti."

***

Akhirnya, kapal sampai di pelabuhan Brisborg. Segerombolan prajurit bayangan dengan tombak digenggaman mereka hendak menyergap keberadaan penyusup. Saat mengepung, semuanya terkejut.

"Dimana mereka?"

"Aku benar-benar melihatnya disini, sungguh!"

"Mungkinkah mereka melarikan diri?"

"Lalu bagaimana caranya penyusup itu melarikan diri? Tidak mungkin jika melompat ke laut, suara ceburan pasti akan terdengar."

"Bisa saja mereka mengendap-endap menuju suatu tempat yang lebih tertutup?"

"Tidak mungkin. Semua mata tertuju pada satu titik. Mereka tak 'kan bisa bergerak apalagi mencoba melarikan diri."

Hening. Semuanya mulai dilanda keraguan. Bisa saja orang yang melaporkan berbohong, tapi tidak mungkin mengingat situasinya yang seperti ini. Tak lama kemudian, sang kapten menghampiri.

"Biarkan saja. Mungkin mereka cukup cerdik untuk melarikan diri. Lebih baik kita fokus pada pekerjaan ini."

Mereka terdiam sejenak, kemudian mengangguk setuju. Masing-masing curiga jika penyusup itu merupakan mata-mata, menghilang tanpa jejak. Sekumpulan prajurit bayangan kembali bekerja: membawa kotak-kotak kayu yang mereka bawa untuk dialihkan ke kereta kuda. Setelah itu, barang-barang—yang entah apa saja isinya—dibawa ke tempat Duke.

Magical PhantasmTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang