22. pisau, Caca, Al

6.2K 665 218
                                    

𝙱𝙰𝙱 22.

𝙷𝚊𝚛𝚊𝚙 𝚋𝚒𝚓𝚊𝚔, 𝚙𝚊𝚛𝚝 𝚒𝚗𝚒 𝚖𝚎𝚗𝚐𝚊𝚗𝚍𝚞𝚗𝚐 𝚞𝚗𝚜𝚞𝚛 𝚔𝚎𝚔𝚎𝚛𝚊𝚜𝚊𝚗. 𝚃𝚒𝚍𝚊𝚔 𝚞𝚗𝚝𝚞𝚔 𝚍𝚒 𝚝𝚒𝚛𝚞. 𝚃𝚒𝚍𝚊𝚔 𝚋𝚘𝚕𝚎𝚑 𝚖𝚎𝚗𝚐𝚞𝚖𝚙𝚊𝚝 𝚜𝚎𝚝𝚎𝚕𝚊𝚑 𝚖𝚎𝚖𝚋𝚊𝚌𝚊. 𝚃𝚒𝚗𝚐𝚐𝚊𝚕𝚔𝚊𝚗 𝚔𝚎𝚜𝚊𝚗 𝚙𝚘𝚜𝚒𝚝𝚒𝚏 𝚞𝚗𝚝𝚞𝚔 𝚊𝚞𝚝𝚑𝚘𝚛.
Target 200k koment, talanjut tanpa "next" Dan "lanjut"
Kalo target terpenuhi langsung up kapanpun. Vote juga jangan lupa, harus seimbang sama koment. Jangan cuma minta up, giliran udah up gak ada kerja samanya yaow!
𝙶𝚠 𝚓𝚞𝚐𝚊 𝚖𝚊𝚞 𝚗𝚊𝚗𝚢𝚊, 𝚐𝚒𝚖𝚊𝚗𝚊 𝚔𝚊𝚕𝚘 𝚔𝚒𝚝𝚊 𝚋𝚒𝚔𝚒𝚗 𝚐𝚛𝚞𝚙?
𝙳𝚊𝚗 𝚓𝚞𝚐𝚊 𝚐𝚠 𝚖𝚊𝚞 𝚊𝚍𝚊 𝚙𝚊𝚗𝚐𝚐𝚒𝚕𝚊𝚗 𝚝𝚎𝚛𝚜𝚎𝚗𝚍𝚒𝚛𝚒 𝚋𝚞𝚊𝚝 𝚔𝚊𝚕𝚒𝚊𝚗. 𝚂𝚊𝚛𝚊𝚗 𝚍𝚘𝚗𝚐 𝚢𝚊𝚗𝚐 𝚋𝚎𝚛𝚑𝚞𝚋𝚞𝚗𝚐𝚊𝚗 𝚜𝚊𝚖𝚊 𝚌𝚘𝚔𝚕𝚊𝚝.
𝙽𝚊𝚑 𝚔𝚊𝚕𝚘 𝚔𝚊𝚕𝚒𝚊𝚗 𝚖𝚊𝚗𝚐𝚐𝚒𝚕 𝚐𝚠 𝚔𝚊𝚗 𝚌𝚘𝚌𝚑𝚘 𝚗𝚊𝚑 𝚔𝚊𝚕𝚘 𝚐𝚠 𝚔𝚎 𝚔𝚊𝚕𝚒𝚊𝚗 𝚊𝚙𝚊?....
𝙹𝚊𝚠𝚊𝚋 titik😝🤭
..
..
..
..
𝙷𝚊𝚙𝚙𝚢 𝚛𝚎𝚊𝚍𝚒𝚗𝚐 𝚊𝚕𝚕
🐙

 

Kini di ruang kerja bernuansa gelap itu, terlihat dua pria berbeda usia sudah duduk di kursinya masing-masing.

Mahen menatap Al yang kini tampak lebih tenang dari biasanya, namun tak dapat di pungkiri bahwa wajah anak itu masih tetap sama yaitu terlihat pucat.

Entah karena apa ia memanggil putra bungsunya kemari, tapi yang pasti ia tidak bisa berbohong bahwa ia menghawatirkan anak di depannya itu.

“Kenapa?” Al yang merasa jengah pun mulai bertanya.

“Hah,, semalam kau pergi kemana dan kenapa kau baru pulang tadi?” bukan itu bukan pertanyaan melainkan pernyataan.

“Kenapa anda ingin sekali tahu? Itu bukan urusan anda tuan”

“Al, kenapa kamu jadi berubah seperti ini? Saya Ayah kamu, berbicaralah dengan benar!”

“Memangnya saya salah berbicara?”

“Bukankah anda sendiri yang malu mempunyai anak seperti saya? Lalu kenapa di saat saya sudah memutuskannya anda malah menganggap saya sebagai anak?”

“Dan juga, bukankah perubahan saya ini sangat menguntungkan untuk anda? Tidak ada lagi anak yang bodoh. Anda sudah lihat betapa meningkatnya kemampuan saya bukan?”

“Dan berbicara soal anak dan ayah, kenapa anda baru mengakuinya sekarang? Bukankah dari dulu saya memang anak anda? Bukankah saya juga darah daging anda? Tapi kenapa, kenapa anda baru mengakuinya sekarang?”

“Bukankah peran seorang ayah adalah membimbing anaknya dengan sepenuh hati? Memberikan kasih sayang, dan menjadi figur contoh?”

“Sekarang saya tanya, apakah anda memperlakukan saya seperti itu? Apakah anda menerapkan kasih sayang terhadap saya? Apakah anda membimbing saya dengan benar? Tidak bukan”

“10 tahun saya hidup di rumah ini tidak sama sekali mendapatkan hakbsaya sebagai seorang anak. Anda menganggap saya sebagai budak kesempurnaan, memperalat saya hanya untuk kepuasan. Berbagai tuntutan dan hinaan, pukulan dan cambukan selalu anda berikan pada saya”

“Bahkan anda tidak pernah sedikitpun memberikan saya kebebasan. Anda membiarkan saya di luar sana tanpa pengawasan. Di bully, dihina di culik bahkan anda mengetahui semuanya, namun anda tidak bergerak sedikitpun. Seolah saya adalah parasit di  kehidupan anda”

Tanah Tandus || ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang