Tujuh Belas

4.5K 1.1K 109
                                    

YASHICA sedang ngobrol dengan Cellia ketika terdengar bunyi benturan cukup keras dari depan rumah yang disertai teriakan beberapa orang.

"Aldrin...!" Cellia spontan meneriakkan nama anaknya yang beberapa menit lalu pamit keluar bermain sepeda setelah menyelesaikan lesnya hari ini bersama Yashica. Dia menghambur keluar rumah diikuti Yashica.

Firasat Cellia terbukti benar karena di depan rumah, mereka melihat Aldrin terkapar di jalan kompleks. Tubuhnya terpisah agak jauh dari sepedanya. Tampaknya Aldrin terpental dari sepedanya dan bagian kepalanya mendarat cukup keras di paving block jalanan kompleks perumahan. Matanya terpejam dan darah mengucur dari luka terbuka di pelipisnya.

"Aldrin kenapa?" teriak Cellia histeris.

"Ditabrak motor yang tadi balap-balapan, Tante," lapor salah seorang teman Aldrin yang masih memegang sepedanya. Dia dan beberapa orang temannya tadi menjemput Aldrin di rumah untuk bermain sepeda. "Kayaknya bukan orang dari dalam kompleks sih."

"Jangan diangkat dulu!" cegah Yashica ketika melihat Cellia yang panik dan bercucuran air mata hendak menarik Aldrin dalam pelukannya. "Biar saya periksa dulu, Bu."

Yashica mengecek pernapasan dan denyut nadi Aldrin. Dia juga memeriksa tulang leher Aldrin dan beberapa bagian tubuh lain untuk mengetahui apakah ada tulang yang patah. Syukurlah tidak ada. Dia lega ketika Aldrin kemudian membuka mata. Setelah benar-benar tersadar, anak itu mulai menangis. Terutama ketika menyadari ada darah yang membasahi wajahnya.

"Keadaannya nggak separah kelihatannya, Bu," Yashica menenangkan Cellia yang terus menangis histeris. "Tapi kita harus membawanya ke rumah sakit supaya bisa diperiksa lebih mendalam dan diobati."

"Tapi... tapi saya nggak bisa bawa mobil dalam keadaan kayak gini." Tangan Cellia yang memeluk Aldrin yang sudah didudukkan Yashica tampak gemetar. "Bisa tolong pesan taksi aja?"

"Biar saya yang bawa mobilnya, Bu. Ibu tenang aja, jangan terlalu panik." Berdasarkan pengalaman, Yashica tahu jika menyuruh seorang ibu yang melihat anaknya berdarah-darah untuk tidak panik adalah perbuatan sia-sia, tapi dia tetap melakukannya. "Kita bawa Aldrin ke rumah sakit terdekat."

**

Sakti sudah berada di dekat kompleks perumahan Cellia ketika sepupunya itu menelepon dan mengabarkan jika dia dan Yashica sedang dalam perjalanan membawa Aldrin yang ditabrak motor saat sedang bermain sepeda ke rumah sakit.

Sering kali, rencana yang sudah disusun matang digagalkan oleh takdir. Sakti sengaja ke rumah Cellia karena tahu Yashica datang untuk mengajar Aldrin. Sakti yakin Yashica tidak membawa kendaraan sendiri, jadi atas nama pertemanan, dia akan menawarkan tumpangan pada Yashica. Seperti yang seminggu terakhir dilakukannya saat pulang kantor. Mungkin saja hari ini dia berhasil mengorek informasi baru tentang perempuan itu.

Tapi karena kejadiannya seperti ini, Sakti akhirnya memacu mobilnya menuju rumah sakit yang disebutkan Cellia. Sepertinya kondisi Aldrin cukup parah karena Cellia terdengar menangis panik, padahal Cellia bukan orang yang gampang panik apalagi sampai mengeluarkkan air mata. Bahkan ketika menjalani proses perceraian dengan ayah Aldrin, Cellia tidak meneteskan air mata. Dia tampak tegar. Mungkin dia memang menangis, karena sulit membayangkan ada perempuan yang tidak bersedih saat tahu dirinya diselingkuhi oleh suami, ayah dari anaknya. Tapi air mata Cellia tidak pernah ditunjukkan kepada orang lain. Tidak sepengetahuan Sakti yang hubungannya sangat dekat dengan Cellia jika dibandingkan dengan sepupu-sepupunya yang lain.

Di kantor, Sakti boleh saja jadi bos Cellia, tapi di luar kantor, batas itu tidak ada. Saktilah yang mengajarkan Aldrin mengendarai sepeda roda dua pertamanya. Ketika Cellia ada acara dengan teman-temannya dan Aldrin tidak mau ditinggal di rumah, Cellia akan menitipkan Aldrin di apartemen Sakti. Secara tidak langsung, Cellia menjadikan Sakti sebagai sosok laki-laki dewasa dalam hidup Aldrin. Anak itu memuja Sakti, sama seperti Sakti menyayanginya.

Ketika akhirnya memasuki pelataran rumah sakit, Sakti melihat mobil Cellia berhenti di depan IGD, dan Yashica keluar dari pintu sopir. Sakti buru-buru memarkirkan mobilnya di tempat parkir terdekat dan bergegas menyusul ke IGD.

Aldrin dan Cellia sudah masuk di ruang tindakan IGD ketika Sakti sampai di sana. Suara tangis Aldrin yang familier dapat didengarnya dengan jelas. Sakti berhenti di belakang Yashica yang masih bicara dengan dokter. Tampaknya perempuan itu tidak menyadari kehadiran Sakti karena sedang fokus membahas kondisi Aldrin.

"...trauma capitis, Dok. Tadi sempat muntah dalam perjalanan ke sini. Tidak ada fraktur, tapi luka terbukanya karena bergesekan dengan paving block lumayan banyak."

Sakti mengernyit. Penjelasan yang diberikan Yashica terlalu berbau medis. Ada yang aneh.

"Mbak keluarganya?" tanya dokter itu.

"Saya teman ibu anak itu," jawab Yashica.

"Mbak dokter?"

Yashica mengangguk mantap. "Iya, saya dokter."

Sakti memilih mundur dan menuju kursi tunggu sebelum Yashica menyadari kehadirannya. Lebih baik menunggu dan tidak memotong apa pun yang sedang Yashica bicarakan dengan dokter IGD itu, karena apa yang mereka diskusikan adalah untuk kebaikan Aldrin. Saat ini, tidak ada yang lebih penting daripada keselamatan anak itu.

Setengah jam kemudian, Sakti melihat Yashica berjalan keluar dari pintu IGD. Sakti berdiri sehingga Yashica bisa langsung memindai kehadirannya.

"Aldrin masih di dalam, Mas," kata Yashica ketika sudah berada di depan Sakti. "Mas sudah lama?"

"Kita tiba hampir bersamaan." Sakti mengawasi Yashica dengan saksama saat mengatakan, "Tadi saya mendengarkan percakapan kamu dengan dokter, jadi saya tahu kalau kamu juga seorang dokter. Apa yang sebenarnya kamu lakukan di kantor saya?"

Mata Yashica spontan membelalak. Apa yang dikatakan Sakti jelas di luar dugaannya.

**

Yang pengin baca cepet, bisa ke Karyakarsa ya. Di sana udah lama tamat.

Garis DarahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang