Sembilan Belas

2.7K 526 15
                                    

DALAM perjalanan pulang, Yashica mengarahkan Sakti menuju apartemen sewaannya. "Sebenarnya saya tinggal Sudirman Tower." Yashica tidak merasa perlu menyembunyikan alamatnya lagi. Itu adalah salah satu kebohongan yang harus diperbaiki untuk mendapatkan kepercayaan Sakti. Sekarang Yashica punya rencana baru yang akan melibatkan laki-laki itu lebih dalam. Apa boleh buat. Yashica tidak punya pilihan. Yashica versi putih sudah habis dilalap bagian dirinya yang hitam. Gelap dan jahat. Dia memang mewarisi darah Resmawan Jati yang tidak berperasaan. Yang mempermainkan perasaan orang sesuka hati demi memuaskan ego. Tapi tak mengapa. Yashica tahu kalau laki-laki gampang melupakan, jadi kelak, Sakti akan melupakan perbuatan jahat Yashica. Semoga begitu. "Saya nggak ngaku sejak awal karena Sudirman Tower akan bertolak belakang dengan pekerjaan saya di kantor."

"Ooh...." Sakti memilih pura-pura tidak tahu. Dia ingat kata-kata Petra. Yashica akan menganggapnya creepykalau tahu dirinya dibuntuti. Lebih baik Yashica menganggap Sakti tidak tahu bahwa dia sudah dicurigai cukup lama. Bahwa dirinya telah jadi obyek pengamatan Sakti. Berbohong demi kebaikan selalu baik. "Jadi, tempat kamu turun biasanya itu hanya kamu pilih secara acak?"

"Nggak juga." Yashica melirik sekilas pada Sakti yang menatap lurus ke depan. Jalan raya sedang padat dan membutuhkan fokus laki-laki itu. Dari samping, garis rahang Sakti tampak lebih tegas. Hidungnya juga terlihat lebih mancung. Yashica kembali mengalihkan tatapan ke jendela mobil, ikut mengawasi arus lalu lintas. "Sepupu saya tinggal di sana, dan saya beneran numpang di situ saat pertama kali datang ke Jakarta. Saya baru baru pindah setelah menemukan apartemen sewaan di Sudirman Tower."

Sakti masih punya banyak pertanyaan, tapi dia tidak ingin Yashica merasa diinterogasi, apalagi perempuan itu sudah menjelaskan motifnya bekerja di kantornya. Sakti tidak mau meninggalkan kesan intimidatif. Pelan-pelan saja. Semakin mereka dekat, Yashica pasti akan semakin terbuka padanya. Toh perempuan bukan makhluk yang pintar menyimpan rahasia. Mereka cenderung menikmati berbagi. Hanya masalah waktu.

Setelah menurunkan Yashica, Sakti langsung menuju ke apartemen Petra setelah menelepon untuk meyakinkan jika sahabatnya itu tidak keluar rumah untuk berburu calon pasangan di akhir pekan.

"Lo pasti nggak bisa nebak apa profesi Yashica sebenarnya!" cerocos Sakti begitu Petra membuka pintu. Dia melewati pemilik apartemen begitu saja.

"Silakan masuk, bro!" sindir Petra sambil menutup pintu. Dia lantas menyusul Sakti yang sudah duduk di sofa. "Akhir-akhir ini lo semangat banget. Udah kayak bohlam 100 watt aja. Lo yakin nggak pakai inex?"

"Sialan!" maki Sakti sewot. "Gue terlalu sayang sama badan dan otak gue, bro. Nggak akan gue rusak dengan obat-obat yang bikin gue adiksi dan cepat mati."

"Jadi Yashica yang bikin hormon-hormon bahagia lo lancar produksinya? So, lo akhirnya mengakui kalau lo sebenarnya tertarik dan jatuh cinta sama dia?"

Sakti mengabaikan godaan Petra. "Coba tebak apa profesi Yashica sebenarnya?"

"Lo tahu sejak dulu gue nggak suka tebak-tebakan. Kalau tebak-tebakkan masuk dalam kurikulum pelajaran, gue pasti nggak akan lulus di mata pelajaran itu."

"Tebak aja!" desak Sakti.

Petra berdecak sambil menggeleng-geleng sebal. "Oke... oke. Tebakan gue, Yashica itu aktris," ujarnya asal saja. "Dia sengaja melamar jadi OG sebagai pendalaman peran untuk filmnya. Gimana, tepat?"

"Ngawur!" omel Sakti. "Kalau aktris, masa gue nggak kenal sih?"

"Malah aneh kalau lo kenal. Lo kan nggak ngikutin perkembangan dunia hiburan. Jumlah aktris sekarang banyak banget. Dari yang terkenal banget karena udah lama berkecimpung di dunia hiburan sampai aktris khusus figuran. Mungkin aja Yashica termasuk dalam kelompok yang baru debut, jadi belum terkenal banget. Di zaman media sosial sekarang, jadi artis dan selebriti itu gampang banget. Tiap-tiap platform punya seleb sendiri-sendiri. Ada yang berjaya di Instagram sebagai selebgram, ada seleb di twitter, ada youtuber dan blogger yang punya jutaan follower. Apa pun media sosial tempatnya main, sebutannya tetap influencer yang menjadi cikal bakal artis pendatang baru. Mungkin Yashica salah seorang dari mereka."

"Kalau gue nggak kenal, memang nggak aneh, tapi kalau Mbak Cellia juga sampai nggak kenal, itu baru aneh. Dia update banget sama semua isu di media sosial. Semua akun gosip di Instagram dan base Twitter dia ikutin. Nggak mungkin ada artis pendatang baru yang booming yang lepas dari pengamatannya. Kalau Yashica beneran artis, gue nggak mungkin nggak kebagian gosipnya."

"Jadi profesi dia sebenarnya apa?" Petra mengalah dan balik bertanya.

"Ya..., nggak seru. Masa baru sekali nebak udah nyerah aja."

"Kalau mau seru, kita main Valorant aja, bro. Tebak-tebakan itu untuk anak TK."

Sakti menyerah. Dia tersenyum lebar saat mengatakan, "Yashica itu dokter."

"Apa?" Sekarang Petra tampak antusias. "Dari mana lo tahu? Dari hasil menguntit lagi? Jangan terlalu percaya sama apa yang lo lihat. Jangan karena lo lihat Yashica bisa pasang plester obat di telunjuknya yang terluka, lo lantas menyimpulkan kalau dia dokter."

Sakti menatap Petra sebal. Dia lantas menceritakan kronologis kejadian di rumah sakit ketika dia menangkap basah Yashita mengakui dirinya sebagai dokter. Dia juga menceritakan tentang motivasi Yashica menyamar sebagai OG.

"Sekarang tinggal menyelidiki siapa sebenarnya ayah Yashica. Ini sih jauh lebih gampang daripada membongkar penyamarannya," kata sakti mengakhiri ceritanya yang panjang,

"Lo sebenarnya nggak berhasil membongkar penyamaran Yashica," bantah Petra. "Dia membongkar penyamarannya sendiri. Lo hanya beruntung berada di waktu dan tempat yang tepat."

"Sama aja. Intinya, gue berhasil mengetahui motivasinya menyamar di kantor gue. Sekarang, gue hanya perlu mengamati interaksinya dengan orang-orang di gedung gue. Orang yang paling sering berinteraksi dengan dia, itu pasti adalah ayahnya."

"Untuk apa?" tanya Petra. "Urusan lo seharusnya hanya berhenti di motivasi Yashica bekerja sebagai OG. Wajar kalau lo penasaran karena dia bekerja di kantor lo. Tapi urusan ayahnya itu adalah ranah pribadi Yashica. Lo nggak perlu ikut campur. Lo sendiri yang bilang kalau Yashica memilih merahasiakannya."

"Masalahnya, gue udah telanjur penasaran, bro. Saat lo penasaran, lo harus tahu kelanjutan kisahnya sampai tuntas. Lo nggak bisa meninggalkan bioskop di tengah film Mission Impossible saat adrenalin lo sedang naik. Lo harus tahu ending-nya seperti apa."

Petra menyeringai lebar. "Saat lo penasaran sama kisah hidup seorang perempuan yang nggak punya hubungan darah sama lo, itu artinya lo tertarik sama dia. Sesimpel itu, bro."

Sakti mengangkat bahu. "Mungkin gue memang tertarik," katanya terus terang.

"Bukan mungkin, lo memang tertarik," ralat Petra sambil tertawa. "Lebih mudah mengakuinya setelah tahu dia dokter dan bukan OG ya? Jadi lebih gampang dikenalin sama nyokap lo. Pertanyaannya: kategorinya masih sekadar naksir doang atau lo udah jatuh cinta?"

"Astaga, gue bukan tipe orang yang gampang jatuh cinta!" elak Sakti. Dia tidak bisa menerima argumen Petra. "Sampai sekarang, gue hanya punya dua mantan."

"Lo juga tipe orang yang suka stalking perempuan. Nyatanya lo melakukan itu pada Yashica."

Kali ini Sakti terdiam. Apakah dia benar-benar tertarik pada Yashica? Bisa jadi. Tapi jatuh cinta? Rasanya belum sampai tahap itu. Jauh banget. Terlalu dini untuk bicara cinta. Dia bahkan belum mengenal Yashica.

**

Untuk yang mau baca cepet, bisa ke Karyakarsa ya. Di sana Utah lama tamat.

Garis DarahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang