Kedua matanya terjaga seketika, dengan deruan nafas tak beraturan dan keringat yang membanjiri pelipis wajahnya membuat Anggita kelelahan dalam bangun tidurnya."Mimpi buruk, sayang?"
Mendengar tanya dari suara yang begitu lembut, Anggita memalingkan wajah menatapnya.
"Eum.." Diikuti badannya mengulet masuk dalam pelukan perempuan paruh baya, ia menjawab.
Merasakan nyaman dalam pelukan juga elusan dipunggung, Anggita tersenyum kecil.
"Jangan lupa terapi ya Nak."
"Iya Bu." Jawabnya dengan anggukan kecil
"Gita kangen Ibu.." Lanjutnya semakin mengulet dalam pelukan hampa yang ia rasa begitu hangat, Anggita mengulas sedikit senyum tanpa terlihat
"Semangat terus ya Kak, Ibu akan selalu ada buat kamu sampai kamu siap. Kamu pasti bisa cepat pulih lagi, jangan cepat menyerah ya sayang."
Begitu nyaman dalam elusan bak diberi dongeng. Perlahan Anggita kembali terlelap dalam tidurnya yang sempat terbangun kasar karena mimpi.
•••••
"Anggita Raya.." Panggilan seorang perawat membuat lamunan Anggita memudar dalam masa tunggunya.
"Ya" Sahutnya
"Silahkan Mbak." Satu tangannya mengisyaratkan mempersilahkan masuk
Sedikit kesulitan, Anggita berdiri dari duduknya bertumpu pada dua kruk siku dengan kaki didalam balutan penyangga berwarna hitam.
Ia berjalan menuju ruangan berpintu putih dengan sebuah papan nama dokter terpampang bertuliskan dr. Jessica Veranda
"Selamat sore Anggita."
"Sore Dokter Veranda"
Anggita menyapa balik perempuan berkisar usia pertengahan 30 tahun, yang merupakan Dokter Fisioterapinya selama tiga bulan terakhir.
"Bagaimana kakinya? Ada keluhan?"
"Seperti biasa Dokter... sakit... banget." Seutas senyum Anggita sunggingkan disela sakit yang ia rasakan
Dokter Veranda membalas dengan senyuman
"Gak apa-apa pelan-pelan aja. Tapi kita harus tetap on target ya Anggita, sebelum memasuki operasi kedua."
"Ya" Singkatnya
Pelan-pelan Dokter Veranda membuka penyangga kaki, meskipun gerakan sudah begitu pelan rasa sakitnya tetap saja masih bisa Anggita rasakan. Apalagi ketika penyangga sudah terbuka dan hanya menyisakan perban elastis.
Wajah Anggita langsung meringis menahan sakit yang teramat, sementara Dokter Veranda memeriksa bekas operasi pada kaki kanan bagian tulang kering.
"Coba gerakan pergelangan kaki kamu Anggita."
Menarik nafas begitu dalam, ringisan di wajahnya belum hilang malah sesekali kedua matanya terpejam karena rasa sakit.
"Oke bagus, coba berdiri tapi jangan langsung pijakan kakinya ya pelan-pelan saja."
Anggita kembali mengikuti intruksi Dokter
"Hari ini kita pakai alat bantu untuk melatih otot-otot kaki kamu, akan terasa sakit tapi cobalah untuk menahannya. Oke?"
Anggita berjalan memakai kruknya mendekati alat pembantu terapi, dan saat dia pakai kaki kanannya untuk di tumpukan pada alat. . . sungguh rasa sakitnya tidak bisa dia gambarkan. Perlahan tapi begitu menyiksa Ia mulai mengangkat kakinya yang cedera mengikuti arahan Dokter Veranda.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lani & Raya
FanfictionMungkinkah persahabatan bisa terjalin dari rasa sakit atas kehilangan? Bagaimana jika perasaan yang hadir adalah perasaan yang tidak seharusnya? Akankah rasa yang hadir dalam sebuah kebohongan bisa bertahan lama?