"Kakakkkkkkk.. hih kebiasaan deh." Dengusan dengan hentakan kecilnya membuat Anggita menatap gadis kecil menginjak dewasa yang adalah Adiknya"Malah bengong bukannya langsung bersih-bersih abis dari luar juga."
"Dari luar juga kan ga kotor-kotoran Dek." Membenahi duduk bersandarnya
"Tapikan Kakak abis dari rumah sakit, pasti banyak kuman yang nempel tuh."
"Iya iya bawel banget sih kamuu." Menguyel kedua pipi Adiknya, Anggita begitu gemas "Bantuin dong, Kak Gita susah nih berdirinya."
Mutiara Mulia, Adik perempuan satu-satunya Anggita yang cantik, tinggi, menggemaskan selalu ceria begitu bawel. Perilakunya sungguh saling memunggungi dengan Anggita sang Kakak yang tak kalah cantik, tinggi, berkharisma dalam ketidakbanyak bicaraannya, begitu kalem terkesan dingin nan cuek tapi juga begitu anggun.
Namun demikian, kalau sudah dengan Adiknya yang ia panggil Muthe sikap cenderung dingin tidak banyak bicaranya luruh, ia begitu sayang padanya. Apapun yang Muthe inginkan selama dia bisa mengabulkan apapun selalu dia usahakan.
Selesai dengan bersih-bersih badan yang seperti biasa cukup sulit cenderung berat, kini Anggita bersiap duduk melingkar diatas meja makan yang sudah ditunggu oleh Ayah, Ibu juga Mutiara.
"Lama nunggu ya Bu? Yah?" Dibantu Mutiara, Anggita mendudukan dirinya.
"Engga sayang, ini Ibu baru beres siapin makannya. Gimana hari ini, Nak?"
"Ceritanya sambil makan bisa Bu? Ayah udah laper nih." Pungkasnya membuat Ketiga perempuan yang mengitarinya tersenyum "Kakak hati-hati pas cerita, kalo lagi ga ngunyah aja ya Nak bicaranya."
"Iya Yah."
"Ayah mah daritadi segitu ngemil terus nungguin Ibu beres masak, malah laper duluan." Sela Mutiara
"Maaf Nona Mutiara, Kapasitas perut Ayahanda mu ini begitu luas tidak sesempit kapasitas perut kamu, Ibu juga Kakak."
"Iya mana bisa sama Yah, kita kan perempuan sementara Ayah kan laki-laki pasti bedalah gimana sih Ayah ini." Rengutan diwajahnya membuat semua tersenyum
Disela obrolan juga interaksi hangat keluarganya, Anggita melihat mengitarkan pandangan menatap satu persatu mereka yang begitu sangat amat dia sayangi. Tatapannya begitu penuh harap dalam kekosongan yang ingin dia isi kembali.
••••
Ketika tengah asik bercengkrama dengan keluarganya, Anggita terhentak mendengar suara nyaring dari bel rumah. Ia bergegas berdiri untuk mencari tahu siapa yang sudah membunyikan.
"Bentar.." Teriaknya berjalan kearah pintu
Cukup lama berjalan dari ruang keluarga kearah pintu, kalau saja ia dalam kondisi normal pasti tidak akan selama ini langkahnya.
-Teettt-
-Teettt-
"Iya bentar.."
Ketika tangannya membuka kunci diikuti menarik handle pintu berwarna coklat muda ada keterkejutan yang tidak ia perlihatkan.
"Surpriseeee.."
Sorak serempak, empat gadis yang diketuai Helisma berteriak sambil mengacungkan beberapa makanan ditangannyaAnggita? Masih diam melongo dengan sedikit kaget karena teman-teman dekatnya secara tiba-tiba berdiri didepan pintu rumahnya tanpa ada pemberitahuan sebelumnya
KAMU SEDANG MEMBACA
Lani & Raya
FanfictionMungkinkah persahabatan bisa terjalin dari rasa sakit atas kehilangan? Bagaimana jika perasaan yang hadir adalah perasaan yang tidak seharusnya? Akankah rasa yang hadir dalam sebuah kebohongan bisa bertahan lama?