"Teteh.." Helisma melambai-lambaikan tangan memberi sinyal pada KakaknyaBukannya menghampiri Adiknya terlebih dulu, perempuan yang tidak lebih tinggi dari Helisma bernama Feni malah langsung berjongkok didepan Anggita yang masih menyender dibahu kanan Indah.
"Gitaaa.. Kamu gapapa sayang?" Wajahnya begitu khawatir, menelaah dari atas sampai bawah
"Teh Mpen, aku gapapa Teh. Cuma capek aja." Seraya menggerakan badannya untuk tegap
"Kakinya gimana? Katanya Kebentur? Sakit? Auwww itu keningnya sampe biru gitu? Sakit pasti ya?" Meringis seolah merasakan rasa sakitnya
"Teteh ih bawel pisan, satu-satu atuh kasian Gita." Interupsi Helisma
"Kamu gimana sih Dek, ga hati-hati banget bawa mobilnya, udah tahu lagi sama Gita juga."
"Kok aku? Yang bawa si Oniel tuh Kak." Tunjuknya
"Kok gue Li? Eh iya emang gue yang bawa mobil sih, tapikan Teh itu bukan salah gue bukan salah kita pokoknya. Orang mobil depan yang tiba-tiba berenti." Jelas Cornelia
"Terus mana sekarang yang punya mobil itu? Kalian udah ketemu?"
"Udah Teh, tadi di mediasi sama polisi." Jawab Indah "Tapi kita belum ambil keputusan apa-apa sih, mau damai atau memperkarakan dia. Belum diskusi juga sama Oniel sama Gita, nanti aja kalo udah dirumah baru kita obrolin mau gimana."
Feni mengangguk-anggukan kepalanya
"Udalah Ndah gausah damai damai biar kapok dia, bahaya kalo terulang lagi kan" Sahut Helisma
"Hus, gaboleh gitu Li. Tadi kan lu denger juga katanya dia tiba-tiba pingsan pas nyetir."
"Emang siapa orangnya? Kalian ada kartu namanya?" Penasaran Feni
"Saya orangnya.." Shanira muncul dari belakang Helisma "Kamu benar, kita ga perlu damai biar proses hukum aja. Gitukan maunya Helisma?"
Anggita masih memandang datar kearah Shanira dan "Dia kan yang tadi masuk ke bangsal?" Batin Anggita melihat Kathrina "Kenapa sama cewek ini? Hm." Menatap sesaat pada Kathrina yang dengan sadarnya tengah menatap dirinya daritadi saat Shanira muncul
Kathrina sedikit tersenyum simpul ketika kedua matanya jatuh dalam tatapan Anggita yang masih memasang tampang datarnya
"Saya Feni, Kakak dari mereka. Saya memang belum mendengar jelas kronologi kejadiaan kecelakaan kalian, tapi apa yang Adik saya mau rasanya terlalu jauh melihat itikad baik dari anda yang tidak lari atau mewakilkan penanganan kejadian ini." Menjeda ucapannya "Mengingat anda adalah putri dari seorang konglomerat yang cukup terkenal dikalangan media."
Shanira mengerung mendengar ucapan Feni, begitupun dengan yang lainnya.
"Saya tahu anda Shanira Lani Wicaksono, putri dari Rindra Wicaksono betul?"
"Dan anda?" Shanira tidak melepaskan tatapannya dari Feni, dia menjadi dingin ketika dengan jelas ucapan Feni membawa orang tuanya.
"Saya.. hanya seorang reporter media online, jadi saya cukup tahu profil dari keluarga anda yang tengah "digilai" media."
"Kecelakaan ini tidak ada hubungannya dengan keluarga saya, jadi kalau memang mau menempuh jalur hukum silahkan."
Tidak ada yang berniat menyela "diskusi terbuka" Feni dengan Shanira, mereka hanya terdiam dengan segala kebingungan dan juga pertanyaan-pertanyaan yang berseliweran dikepala tentang apa yang tengah mereka saling sahutkan
"Tidak tidak tenang saja, biar saya putuskan saja untuk mereka. Kalian berdamai gapapa kan?" Feni menatap satu-persatu Helisma dan yang lainnya
Seperti terkena sihir, ke empatnya mengangguk pelan dengan pertanyaan Feni.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lani & Raya
FanfictionMungkinkah persahabatan bisa terjalin dari rasa sakit atas kehilangan? Bagaimana jika perasaan yang hadir adalah perasaan yang tidak seharusnya? Akankah rasa yang hadir dalam sebuah kebohongan bisa bertahan lama?