Siapa Perempuan Itu?

59 6 5
                                    


Raya merasakan tumpukan aneh di pinggangnya, guling yang selalu ia peluk saat tidur terasa sangat berat juga mempunyai tekstur seperti rambut di bagian kepala.

Dan lagi, napas siapa yang berhembus dan amat terasa di permukaan wajahnya?

Raya membuka matanya perlahan, degup jantungnya berpacu dengan cepat. Apa yang ada di sampingnya ini? Manusia kah?

Tunggu.. ini Laut?

"Anjir..." desis Raya pelan.

Ingatan tadi subuh kembali hinggap di kepalanya, tentang Laut yang tiba-tiba datang kemudian memeluknya, hingga berakhir tidur di sebelahnya.

Oh iya, jangan lupakan ciuman itu, juga sedikit lumatan mungkin.

Akhhh, memikirkannya kembali membuat ubun-ubun Raya mendidih.

Tapi, wajah teduh Laut yang sedang tertidur membuat Raya salah fokus. Tampan, sangat tampan. Wajah yang mulus tanpa pori-pori, tidak berminyak seperti cowok-cowok pada umumnya, buku mata yang lentik, dan bibir yang semalam mengadakan acara temu sapa dengan bibirnya.

Tidak sadar Raya mengelus pelan wajah Laut, merasakan halusnya tekstur pipi, lalu menatap lamat-lamat lagi bibir laki-laki di hadapannya. Bibir ini, menggoda.

Apa boleh Raya kembali merasakannya? Merasakan sensasi luar biasa yang membuat seluruh bagian tubuhnya bergejolak.

"Mau kiss lagi, sayang? hhmm?"

Ha? Eh?

Raya terlonjak kaget salah tingkah ketika Laut tiba-tiba berucap dengan mata tertutup. Buru-buru Raya berbalik memunggungi Laut, kemudian melayangkan sumpah serapah dalam hati pada dirinya sendiri.

Pasti Laut akan berpikir Raya adalah perempuan centil, atau bagaimana jika Laut ilang feeling alias ilfil pada dirinya?

Grep!

Raya merasakan tubuhnya di tarik ke belakang, kemudian helaan napas yang menyapu bahunya. Jangan lupakan tangan hangat itu melingkar sempurna di perut Raya, bahkan tidak lagi terhalang baju.

"K-kakk.."

Raya mencoba melepaskan lingkaran tangan Laut pada perutnya. Bukan apa-apa, kasihan jantungnya yang seperti mau jatuh ke mata kaki.

"Ssttt.. jangan gerak-gerak sayang."

Mata Raya melotot, situasi macam apa ini?

Dengan spontan Raya duduk dari tidurnya, menatap Laut dengan tatapan kesal. "Mulai aneh ih, Aya bilangin mama nanti!"

Tentu saja Laut tertawa mendengar nada bicara Raya yang lucu. Sebetulnya ini bukan pertama kalinya Raya menyebut dirinya Aya, Laut sudah pernah dengar beberapa kali. Biasanya Raya hanya akan berbicara begitu ketika Mamanya menelepon.

Tapi barusan sungguh terdengar menyenangkan karna Raya berbicara dengan nada begitu di hadapannya, Laut makin jatuh cinta.

"Lucu banget sihhh.. sini baring lagi," kata Laut sambil menepuk-nepuk bantal di sampingnya.

Raya memutar bola mata malas. "Kita harus kuliah kak, nggak boleh rebahan terus!"

"Emang kamu ada mata kuliah jam berapa? Ini udah setengah 9 btw." Laut berbicara dengan mata terpejam. Ia memang berniat ingin sambung tidur saja.

Raya mengambil ponselnya, lalu melihat jam dan ternyata perkataan Laut benar. "Kakk, ihhhhh!! Aku ada kelas tadi jam setengah 8, kok nggak bangunin aku sih?"

"Salah sendiri kamu tidur nyenyak banget, aku kan jadi nggak tega. Dah sini tidur aja," ajak Laut sekali lagi, kali ini ia bahkan menarik Raya agar kembali tidur di sampingnya.

Antropolo(ve)gi : Lautan RayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang