Sontak, Nuraini pun bergidik ngeri mendengar ucapan dari Ghaisan.
Emang agak lain muazin satu ini."Udah ayok pulang," ajak Ghaisan.
Nuraini mengangguk pelan lalu mengikuti Ghaisan. Ternyata diam-diam gini dia juga pemberani dan jago bela diri ya. Sesampainya di pondok kemudian Nuraini menaruh barang beliannya.
"Umma lain kali biar Uzza aja yang belanjanya. Soalnya tadi dia di gangguin sama preman pasar," keluh Ghaisan layaknya anak-anak.
Tentu saja itu membuat Nuraini tak bisa menahan senyuman di bibirnya. Karena apa? Ghaisan terlihat lucu kala itu.
Ia, hanya bisa menghela napasnya gusar."Kayak gini aja ngeluh San, San. Lucu banget rasanya pengen nikahin," batinnya dalam hati. Sembari tersenyu]m, ia membereskan beberapa belanjaan yang ia beli ketika di pasar. Tentunya memberikan belanjaan itu kepada Umma Ghina.
"Ini Ustadzah, belanjaannya," ujar Nuraini memberikan belanjaan itu kepada Ghina.
Tanpa basa-basi, Ghina membalas, "Jangan panggil Ustazah, panggil Umma aja."
"Loh, kenapa?" Tatapan Nuraini berbinar.
Ghina jy4enatapnya dengan tulus. "Biar sama aja kayak Ghaisan."
Ia membelalakan matanya. "Hah? Maksudnya apa Umma?"
Ghina hanya menggelengkan kepalanya perlahan lalu menatap Nuraini dengan tatapan yang sekiranya membuat Nuraini teritrogasi. Terdengar mengerikan memang tapi, wajah mereka berdua merah seperti tomat kukus.
"Udah gak udah di pikirin. Nanti lain kali Ihsan anter dia buat belanja ya?" Bujuk Ghina.
••••
"Aa, Umma mau ngobrol sama Aa sebentar boleh A?" panggil Ahmad juga Ghina yang berada di sebelahnya.
Ghaisan yang tengah membaca alquran dengan microphone yang ia pegang di tangan kirinya itu, lantas memberikan microphone ke santriwan yang lain.
"Lanjut, Al-Baqarah ayat 128. Terus Ardhi ayat 200," titahnya seraya menyodorkan sebuah microphone aktif."Ehh, kenapa Ardhi." Elak Ardhi sembari menggelengkan kepalanya. Juga menolak mic yang di berikan oleh Ghaisan.
"Terus siapa lagi dong? Kan antum yang sekarang yang ada di depan anna," ledek Ghaisan sambil terkekeh dengan senyuman yang terukir di bibirnya bagai bulan sabit.
Perlahan, Ghaisan pergi dari sana dan mendekat ke arah Ahmad yang kemudian di susul dengan rangkulan yang Ahmad berikan kepada Ghaisan. Tentu, membuat dirinya sangat tersentuh hatinya perlahan luluh juga walau belum mengeluarkan bujukan.
Sampailah di mana Ghaisan bertemu dengan Umma dan Abi-nya."Nak, Ihsan itu kan sudah cukup umur, Ihsan gak ada niatan mau nikah?" Ahmad melontarkan pertanyaan yang sudah jelas membuat dirinya bimbang dan ragu perasaannya.
Ghaisan menjawab. "Mau Abi, tapi nanti Abi sama Umma gimana? kan Ihsan belum bisa bahagiain Umma sama Abi. Ihsan takut nanti ninggalin Umma, Abi, sama Uzza, sementara Uzza. Ihsan belum bisa kasih ajaran terbaik Ihsan untuk Uzza sebagai anak pertama."
Jujur, ucapan Ghaisan menyentuh hati ibunya. Tanpa basa-basi, Ghina langsung memeluk badan Ghaisan.
"Nak, Terima kasih ya udah lahir sebagai anak Umma yang baik, Umma bangga banget."Ahmad melakukan hal yang sama seperti yang Ghina katakan kepada Ghaisan.
"Abi juga bangga Umma. Tidak sia-sia kita mendidik Ghaisan sampai bisa jadi anak yang sempurna kayak gini.""Jangan kayak gitu Abi, Umma, Ghaisan juga manusia, gak ada yang sempurna di dunia ini. Semuanya sama rata. Umma, kalo bukan karena Umma, Ghaisan gak mungkin bisa jadi anak yang baik. Ghaisan masih butuh Umma."
.
.
. .
.
.TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Kamu Muadzinku ✔
Teen FictionSERI AKASA SEASON 3 ❝𝘔𝘦𝘯𝘥𝘢𝘱𝘢𝘵𝘬𝘢𝘯𝘮𝘶 𝘪𝘵𝘶 𝘴𝘦𝘱𝘦𝘳𝘵𝘪 𝘍𝘪𝘭𝘰𝘴𝘰𝘧𝘪 𝘥𝘢𝘳𝘪 𝘬𝘢𝘭𝘪𝘮𝘢𝘵 "𝘏𝘢𝘺𝘢 𝘢'𝘢𝘭 𝘧𝘢𝘭𝘢𝘩" 𝘣𝘢𝘩𝘸𝘢 𝘫𝘢𝘳𝘢𝘬 𝘬𝘦𝘮𝘦𝘯𝘢𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘪𝘵𝘶 𝘣𝘦𝘳𝘬𝘪𝘴𝘢𝘳 𝘢𝘯𝘵𝘢𝘳𝘢 𝘬𝘦𝘯𝘪𝘯𝘨 𝘥𝘢𝘯 𝘴𝘦𝘫𝘢...