Juli 1972
"Kembaliannya dua ribu, ya, Bu. Terimakasih!" ujar Anna saat memberikan uang kembalian kepada pelanggan terakhir mereka hari ini. Setelah ibu itu keluar, ia bergegas memutar papan persegi panjang di depan pintu. Tutup, begitu yang tertulis di sana.
Melalui jendela toko, Anna memandang sang surya yang Perlahan-lahan membenamkan diri di bumi bagian barat. Hari ini selesai, besok hari Minggu, dan dia bisa tidur pagi sepuasnya. Benar-benar melegakan.
Gadis berkepang dua itu meregangkan otot-otot tubuh sebelum mengemasi barang-barangnya. Buku gambar dan toples permen jahe yang sisa seperempat masuk ke dalam tas. Sementara sisa-sisa kue telah dimasukkan ke keranjang oleh Laras.
"Na, aku minta maaf banget, ya! Tapi Bagas bilang dia nggak ada waktu lagi kalau bukan sekarang," Laras berujar penuh sesal pada Anna saat menyisir rambutnya.
Bulan lalu Bagas membatalkan kencan mereka begitu saja. Lelaki itu beralasan bahwa dia memiliki pekerjaan mendadak. Dan hari ini, tepatnya dua jam lalu, Bagas menghubungi dirinya. Mereka akan kencan setelah Laras pulang bekerja.
"Nggak bisa sekalian nanti malam saja? Temanku jadinya pulang sendirian kalau jam segitu,"
Melalui telepon toko, Laras mendesah sebal. Setelah membatalkan kencan mereka begitu saja minggu lalu, lelaki itu tiba-tiba mengajaknya langsung berkencan setelah pulang kerja. Dia pikir Laras tidak lelah?
"Nggak bisa, sayang. Lagian temanmu kenapa nggak bisa pulang sendiri? Memangnya dia balita?"
Laras tak pernah bisa menolak apa pun yang Bagas pinta. Tak pernah sekali pun. Maka dengan berat hati ia memberitahu pada Anna bahwa temannya itu harus pulang sendirian hari ini.
"Nggak masalah, Ras. Aku bisa, kok, pulang sendiri," walaupun Anna telah berulang kali berujar demikian, tetap saja Laras tidak tega. Anak gadis seperti Anna itu rawan sekali menjadi korban penculikan. Ibarat anak kecil yang disodorkan permen, gadis itu mudah luluh.
Saat SMP Anna pernah hampir dibawa pergi oleh dua orang lelaki berbadan besar. Seandainya Laras tidak berteriak kencang memanggil para warga untuk meminta bantuan, tidak akan ada Anna yang selalu membuat permen jahe di toko kue ini.
Bu Nirma bahkan menangis saat memeluk Anna yang wajahnya pucat karena ketakutan. Semenjak hari itu Bu Nirma tidak pernah mengizinkan anak-anak panti untuk bepergian sendirian, terutama Anna.
Peraturan tersebut seharusnya sudah tidak berlaku. Mengingat usia mereka yang telah melewati delapan belas tahun. Akan tetapi peraturan tidak tertulis itu tetap dijalankan oleh Laras dan Anna. Dua sejoli itu selalu bepergian berdua. Menempel kuat layaknya lem tikus.
Namun hari ini Laras tak dapat pulang bersama Anna.
Pip
Suara klakson motor dari luar toko membuat kedua gadis muda itu menoleh. Lelaki yang telah menjadi pacar Laras selama setahun itu telah datang untuk menjemput.
"Jangan buat pacarmu nunggu lama, sana keluar,"
Laras menatap Anna penuh sesal untuk kesekian kalinya.
"Aku nggak akan diculik lagi, Ras. Nggak perlu khawatir. Ayo!" Anna menarik tangan Laras keluar. Setelah mengunci pintu toko, ia mendorong bahu Laras dengan pelan agar segera menghampiri Bagas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Unanswered Questions 1972
General FictionRangkaian kisah ini harusnya sederhana. Hanya tentang dirinya yang jatuh cinta dan berusaha menghubungkan simpul demi simpul pertanyaan dari benang takdir yang seiras. Apakah cintanya akan berbalas? Dan jika tidak, berapa lama waktu yang Ia perlukan...