02|Panti Bu Nirma, Alasan dan Kenangan

49 5 4
                                    

April 1972

Surya tenggelam, mengakhiri siang dan menyambut rembulan yang akan menemani malam. Toko kue yang tadinya sibuk itu kini sepi, menyisakan dua gadis muda yang sedang membersihkan sisa-sisa kesibukan hari ini. Anna membalikkan papan keterangan di depan pintu menjadi tutup. Selesai sudah hari ini.

Saat sedang membereskan barang-barangnya ke dalam tas, Anna melirik dua toples berisi permen jahe buatannya. Salah satu toples itu tersisa seperempat toples karena dibeli pelanggan, sementara toples lainnya hanya habis seperempat karena ia makan sepanjang bekerja hari ini.

Anna menghela kecewa. Saat datang tadi, Galih tidak membeli permen jahenya. Lelaki itu bahkan tidak melirik toples permen jahenya sedikit pun. Ia langsung pergi setelah mencatat apa saja yang mereka perlukan untuk toko kue. Padahal biasanya Galih akan membeli satu toples permen jahe untuk dimakan selama seminggu, lalu kembali lagi seminggu kemudian saat akan memeriksa keadaan toko.

"Na, ayo pulang. Kok, malah bengong?" tegur Laras sambil menarik salah satu kepangan temannya yang sedang melamun itu. Anna menggerutu kesal sambil memegang kepalanya. Ia lalu berdiri dan menyusul Laras yang membawa keranjang berisi sisa kue yang tak terjual hari ini. Sisa kue itu untuk keluarga mereka di rumah.

Dua gadis muda itu keluar dari toko. Anna masih menggerutu sebal karena kepangannya menjadi longgar setelah ditarik oleh Laras. Sementara Laras hanya tertawa sambil berusaha memutar kunci pintu toko yang dari dulu memang benar-benar sulit untuk diputar. "Berisik, ah. 'Kan, sudah mau pulang," ujarnya membalas gerutuan Anna yang tak kunjung berhenti.

Laras Menghela puas saat berhasil mengunci pintu toko menyebalkan itu. Dia menarik tangan Anna untuk segera pergi dari sana. Mereka harus segera pulang dan tidur.

Namun langkah mereka terinterupsi. Laras mendengus sebal saat melihat seseorang yang menyeru memanggil mereka agar jangan pergi dulu. "Mbak! Jangan pergi dulu!"

Kenapa pelanggan sialan ini malah datang saat toko sudah ditutup? Laras menyiapkan serangkaian kata di dalam hati. Dia siap mengomel. Dia tidak mau melayani pelanggan lagi di jam begini.

Pelaku yang menghentikan dua gadis yang hendak pulang itu buru-buru mematikan mesin dan menurunkan standar motornya. Tanpa ingat untuk membuka helm berwarna biru terangnya, ia turun dari motor bebeknya dengan membawa dua plastik besar yang terlihat penuh. Anna dan Laras mengerutkan dahi saat melihat orang itu berjalan mendekat.

"Siapa, sih, Mas?" sambar Laras saat lelaki itu sampai di depan mereka. Dia benar-benar sudah lelah bekerja seharian dan tidak mau membuang-buang waktu istirahatnya hanya untuk melayani lelaki aneh ini.

"Lah, masa tidak tahu saya?" lelaki itu bertanya dengan suara medok. Laras bertambah jengkel. Ingin rasanya ia menendang lelaki ini sampai Sumatera. "Bagaimana bisa tahu, Mas? Muka Mas-nya saja tertutup helm," jawab Anna dengan halus. "Hehe, iya juga." lelaki itu terkekeh dan melepas helmnya, menampakkan wajah dan mengembangkan senyumnya. Laras mengangkat satu alisnya, "Tetap nggak kenal, Mas. Kenapa memangnya memanggil kita? Nggak tau apa kita sudah mau pulang?" ujar Laras jengkel.

Lelaki itu mengangkat kedua plastik besar di tangannya, "Lah, ini, saya disuruh mengantar ke toko kuenya Bu Sinta." jelasnya. "Ya Tuhan! Kenapa baru sekarang, sih, Mas? Sudah malam begini" Laras berseru jengkel. Lelaki itu dengan sebal menatap Laras. Dari tadi gadis itu terus memarahinya. Kalau bukan perempuan, pasti sudah dia lempar ke pohon beringin.

"Wong, Galih baru kasih tahu saya tadi sore! Ya, jelas baru sampe sekarang!" jawab lelaki itu dengan masih berusaha sabar. Laras berdesis sebal, dia sudah berusaha mati-matian mengunci pintu sialan itu, masa sekarang mau dibuka dan ditutup lagi? Kuncinya saja sudah masuk dan berhamburan bersama barangnya di dalam tas.

Unanswered Questions 1972Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang