Agustus 1972
Setiap momen dalam rangkaian jatuh cinta itu indah dan berharga. Sayang apabila terlewat setitik. Tak rela mengabaikan walau hanya seperkian detik.
Selama enam tahun melabuhkan hatinya kepada sang pujaan hati, Anna belum pernah mendapatkan momen jatuh cinta manis seperti yang tertuang dalam cerita romansa yang ditulis oleh Bagas maupun penulis lainnya.
Selama enam tahun mengepakkan sayap cintanya, momen yang Ia dapatkan hanya sekedar bertemu tatap tanpa sengaja dan percakapan singkat mengenai keadaan toko kue.
Walau telah berlalu enam tahun semenjak Ia menumbuhsuburkan dan mengharumkan sekuntum perasaan dalam taman cintanya, gadis panti itu juga terus memupuk harap bahwa suatu hari cintanya akan berbalas.
Namun sayangnya Ia tetap tak dapat melakukan apa pun untuk membuatnya terwujud. Ia hanya bisa diam, menikmati dan mengabadikan keindahan sosok lelaki rembulan itu dalam goresan pensilnya di atas kertas gambar.
Sedikit pun Anna tak memiliki keberanian untuk melangkah keluar dari ruang di mana Ia hanya dapat mencintai dengan penuh harap. Tanpa mencoba menarik simpati dengan menunjuk potongan hatinya yang rapuh, untuk kemudian meminta lelaki itu memberikan hatinya untuk melengkapi.
Selama enam tahun panjang itu, Ia hanya memandang dengan mata yang selalu berbinar. Juga dengan hati yang selalu berdebar.
Namun siapa yang menyangka jika semesta ternyata memerhatikan rangkaian jatuh cintanya yang membosankan? Jatuh cinta yang berawal dari tatap mata tak terencana di usia tanggungnya. Jatuh cinta yang diisi hanya dengan memandang tanpa pergerakan.
Rupanya, ada sepotong momen yang Tuhan tuliskan dalam catatan takdirnya. Sepotong momen yang Tuhan tambahkan untuk sedikit mempermanis rangkaian jatuh cintanya. Hari itu Ia mendapatkan momen lain selain saling tatap untuk seperkian detik. Momen lain di mana debaran jantungnya lebih kencang dibanding ketika Ia dikejutkan oleh Laras saat sedang melamun.
Hari itu, tepatnya seminggu yang lalu, Anna melakukan kontak fisik pertamanya dengan lelaki yang selalu Ia tatap dengan penuh damba. Ia bahkan kesulitan menelan ludahnya sendiri saat lapisan epidermis mereka saling bersentuhan.
Galih mencekal pergelangan tangannya. Orang bodoh pun tahu bahwa lelaki itu melakukannya dengan sadar. Dan dengan begitu, momen itu terjadi bukan tanpa disengaja.
Walau seminggu telah berlalu, bayang-bayang kejadian itu terus menyelimuti benak Anna kapan pun dan di mana pun Ia melangkah. Seperti biasa, gadis yang rambutnya selalu dikepang dua itu akan tersenyum-senyum dengan sendirinya. Ketika makan, sebelum tidur, bahkan saat sedang mengantarkan pesanan pelanggan. Ia akan tersenyum lebar dan bersikap lebih ramah dari biasanya.
"Bibirmu nggak pegal? Tulang pipimu nggak sakit? Kamu nggak berhenti senyum lho daritadi." Laras yang tengah memasukkan lima biji klepon ke dalam mika kecil, menegur Anna yang berjalan kembali ke meja kasir dengan masih mempertahankan senyum manisnya. Tentunya Laras tahu apa yang membuat Anna tampak sumringah belakangan ini. Tetapi bukankah kejadian itu sudah berlalu seminggu?
Anna menoleh pada Laras, "Agak sakit, sih," jawab Anna sambil menyentuh tulang pipi dengan jari telunjuknya. Seminggu terakhir hari-harinya didominasi oleh senyuman atas hatinya yang masih terasa berbunga-bunga.
Mendengar jawaban jujur itu membuat Laras sontak tertawa. Ia pernah berada di posisi Anna. Saat di mana dirinya merasakan perasaan berbunga-bunga yang memabukkan karena jatuh cinta. Ketika Bagas menyapa dan tersenyum padanya untuk pertama kali saat mereka tak sengaja bertemu di toko buku.
Bicara tentang Bagas, lelaki yang masih berstatus sebagai kekasihnya itu belum juga menghubunginya semenjak pertengkaran mereka terakhir kali. Laras tak merasa gusar sama sekali, karena memang selalu seperti ini. Bagas tak akan pernah mau repot-repot menghubunginya untuk meminta maaf atau meluruskan kesalahpahaman apa pun yang terjadi di antara mereka. Laras yang selalu melakukannya. Entah salahnya atau bukan, meminta maaf adalah satu-satunya cara jika dia ingin mempertahankan hubungan mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Unanswered Questions 1972
General FictionRangkaian kisah ini harusnya sederhana. Hanya tentang dirinya yang jatuh cinta dan berusaha menghubungkan simpul demi simpul pertanyaan dari benang takdir yang seiras. Apakah cintanya akan berbalas? Dan jika tidak, berapa lama waktu yang Ia perlukan...