[EDISI BARU] Terinspirasi dari cerita "Cherry Magic" dan "My Love Mix-Up", "A Love that Appears Once in 1,000 Years" mengisahkan tentang Arsy Rahman, pria sederhana berusia 30 tahun yang hidupnya terfokus pada pekerjaan dan tanggung jawab keluarga...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
CAST
New Thitipoom sebagai Arsy Rahman (Main Role)
Tay Tawan sebagai Kevin Leonardo (Main Role)
Jan sebagai Zara Nadira (Support Role)
Sing sebagai Ricky Leonario (Support Role)
Godji sebagai Rika (Support Role)
Junior sebagai Dennis (Guest Role - Bab 4)
****
Di kota Bandung, langit malam menyimpan sebuah legenda yang telah diturunkan dari generasi ke generasi: Komet Bima. Konon, komet ini hanya muncul sekali dalam seribu tahun, membawa keberuntungan dan cinta sejati bagi siapa pun yang beruntung menyaksikannya. Sebagian orang menganggap kisah itu hanya mitos belaka, tapi bagi Arsy Rahman, komet itu menyimpan harapan-pelarian dari rutinitas hidup yang penuh dengan tanggung jawab.
Arsy bukanlah sosok yang gemar bermimpi besar. Di usia tiga puluh tahun, ia memilih menjalani hidup sederhana demi keluarganya. Sejak sang ayah meninggal ketika ia masih remaja, Arsy mengambil alih peran sebagai tulang punggung keluarga. Ia tinggal bersama ibunya, Bu Salma, yang mulai menua dan sering sakit-sakitan, serta adik perempuannya, Nabila, yang masih duduk di bangku kuliah. Kehidupan Arsy diisi dengan rutinitas yang sederhana, namun penuh ketulusan.
Pagi itu, seperti biasa, Arsy terbangun lebih awal. Matahari belum sepenuhnya naik, dan suasana rumah masih sunyi. Dengan langkah hati-hati, Arsy berjalan menuju dapur, berusaha tidak membangunkan ibunya yang tidur di kamar sebelah. Ia mulai mencuci beras untuk memasak nasi dan memotong sayur bayam yang sudah ia beli sehari sebelumnya.
Saat ia sedang menggoreng telur, suara langkah pelan terdengar dari pintu dapur.
"Arsy, kamu sudah bangun? Jam berapa sekarang?" suara Bu Salma terdengar lembut di belakangnya. Ia terlihat sedikit lelah, tapi senyum hangat tak pernah lepas dari wajahnya.
"Sudah jam enam, Bu," jawab Arsy sambil menoleh dan tersenyum. "Ibu duduk dulu, nanti Arsy buatin teh hangat."
Dengan sigap, Arsy menghampiri ibunya dan membantunya duduk di kursi dapur. Bu Salma menghela napas pelan, lalu melirik panci di atas kompor.
"Kamu sudah masak nasi juga?" tanyanya, meski ia sudah tahu jawaban dari pertanyaannya itu.
Arsy hanya tersenyum dan mengangguk. "Iya, Bu. Nasinya tinggal tunggu matang. Nanti kita makan bareng Nabila, ya."
