Pagi itu, suasana di ruang kerja terasa menegangkan saat Arsy dan Kevin berjalan menuju ruangan Tuan Jaewon. Langkah mereka terasa berat, dan bunyi sepatu yang bergema di koridor terasa seperti ketukan palu di kepala mereka. Di dalam hati, Arsy ingin sekali berbalik dan pura-pura sakit agar bisa menghindari pertemuan ini. Jantungnya berdegup tak karuan seperti drum parade, sementara Kevin, meski wajahnya terlihat lebih tenang, sama gelisahnya.
“Menurutmu dia tahu?” bisik Arsy panik pada Kevin sambil mencuri pandang ke arahnya.
Kevin menghela napas pendek, berusaha menenangkan. “Santai, Arsy. Cuma ngobrol biasa, paling...” Namun, bahkan nada suaranya tidak meyakinkan.
“Obrolan biasa yang bisa berujung surat peringatan?” Arsy mengernyit, wajahnya semakin tegang.
Kevin menahan tawa gugup. “Kalau kita dipecat, paling nggak kita dipecat bareng. Solid, kan?”
Arsy melotot tajam. “Nggak lucu, Kev.”
Setelah mengetuk pintu dan dipersilakan masuk, mereka duduk berhadapan dengan Tuan Jaewon dan Rika, manajer HR, yang menatap mereka penuh rasa ingin tahu dari samping. Suasana ruangan terasa dingin dan sunyi, hanya diiringi suara detak jam di dinding.
Tuan Jaewon menyandarkan tubuhnya di kursi, menatap mereka dengan sorot mata tajam namun tenang, seolah ia sudah tahu sesuatu yang ingin mereka sembunyikan. Kedua alisnya sedikit terangkat, menambah kesan bahwa ia sedang menimbang sesuatu dengan cermat.
“Kevin-sshi, Arsy-sshi,” ucap Tuan Jaewon perlahan dengan suara berat, membuat suasana semakin mencekam. “Aku ingin bertanya... tentang pertemuan kalian di taman kota beberapa malam lalu. Apa yang sebenarnya terjadi?”
Arsy langsung merasa tenggorokannya kering. Ia melirik Kevin sekilas, berharap bisa mendapatkan sedikit dukungan moral. Namun, Kevin hanya mengangguk kecil, seolah memberi isyarat: Santai, aku di belakangmu.
Arsy menarik napas dalam-dalam dan berusaha mengatur nada suaranya. “Jaewon-nim… kami sebenarnya cuma… teman biasa.” Ia berhenti sejenak, berpikir keras, sebelum melanjutkan, “Waktu itu, saya… terjatuh, dan Kevin membantu saya. Jadi, kami… ya, berpegangan tangan sebentar.”
Suara Arsy terdengar gemetar, dan ia tahu penjelasannya terdengar sangat canggung. Dalam hati, ia ingin menampar dirinya sendiri. Kenapa aku terdengar kayak anak SMA yang ketahuan pacaran?
Kevin yang duduk di sampingnya menambahkan dengan cepat, “Benar, Jaewon-nim. Nggak ada apa-apa. Saya cuma bantu dia jalan, biar nggak jatuh lagi.”
Rika yang duduk di samping menatap mereka berdua dengan tatapan penasaran, seolah sedang menonton adegan dari drama romantis. Ia tampak ingin berkata sesuatu, tapi memilih diam sambil menyembunyikan senyum tipisnya.
Tuan Jaewon menghela napas panjang, lalu dengan perlahan merogoh saku jasnya. Ia mengeluarkan gantungan kunci kecil berbentuk beruang laut dan meletakkannya di atas meja.
“Ini... tertinggal di taman saat kalian pergi,” ucap Tuan Jaewon dengan nada tenang, tapi senyum tipis muncul di wajahnya. Senyum itu sulit diterjemahkan—apakah ia sekadar ramah atau menyimpan maksud tertentu.
Arsy menahan napas, sementara Kevin nyaris tidak percaya gantungan kunci kesayangannya bisa ditemukan. Ia cepat-cepat mengambil gantungan itu sambil berusaha tersenyum tenang.
“Terima kasih, Jaewon-nim. Saya nggak sadar kalau ini jatuh,” ujar Kevin sambil menyembunyikan rasa lega di balik senyumnya.
Tuan Jaewon mengamati mereka berdua dengan mata menyipit, seperti seorang detektif yang sedang mencoba mengurai kebenaran di balik senyuman mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Love That Appears Once in 1,000 Years (TayNew)
Romance[EDISI BARU] Terinspirasi dari cerita "Cherry Magic" dan "My Love Mix-Up", "A Love that Appears Once in 1,000 Years" mengisahkan tentang Arsy Rahman, pria sederhana berusia 30 tahun yang hidupnya terfokus pada pekerjaan dan tanggung jawab keluarga...