Keesokan paginya, kantor Viviz Advertising kembali dalam ritme biasanya. Suara ketikan keyboard dan dering telepon kembali memenuhi ruangan. Namun, bagi Kevin, pikirannya masih tertinggal di malam sebelumnya. Ia duduk di kursinya, menatap layar laptop tanpa benar-benar melihat apa yang ada di sana.
Di dalam hatinya, ada sedikit penyesalan karena makan malam dengan Arsy tidak berjalan seperti yang ia harapkan. Bukan karena kehadiran rekan-rekan kerja yang merusak momen, tapi karena ia merasa malam itu terlalu singkat. Ia ingin lebih banyak waktu dengan Arsy—waktu yang hanya milik mereka berdua.
Setelah menimbang-nimbang, Kevin memutuskan bahwa ia harus melakukan sesuatu untuk menebus kesempatan yang hilang. Ia membuka aplikasi WhatsApp di ponselnya dan mulai mengetik pesan:
"Mau pergi berkencan lagi hari Sabtu? 😊"
Jari-jarinya berhenti di atas tombol kirim. Sejenak, ia merasa ragu. Apa pesannya terlalu blak-blakan? Terlalu buru-buru? Atau harusnya pakai emoji bunga, bukan senyum? pikir Kevin, merasa canggung seperti remaja yang baru pertama kali mengajak seseorang keluar.
Saat ia sibuk bergumul dengan pikirannya sendiri, tiba-tiba terdengar suara ceria di sebelahnya.
"Lagi ngetik apa, Kev?"
Kevin terlonjak kaget. Arsy sudah berdiri di samping meja kerjanya, memiringkan kepalanya dengan senyum penasaran. Ia melirik layar ponsel Kevin dan langsung melihat pesan yang belum sempat terkirim.
"Oh?" Arsy menaikkan alis, senyum semakin lebar. "Jadi... kamu lagi ngajak aku kencan lagi?"
Kevin menggaruk kepalanya dengan canggung, wajahnya mulai memerah. "Eh... iya, semacam itu..." Ia berdeham pelan dan mencoba memasang ekspresi santai. "Aku cuma pengen ngajak kamu jalan lagi, kali ini tanpa... ya, tanpa gangguan."
Arsy menyilangkan tangan di dada dan menatap Kevin dengan senyum jahil. "Oh, jadi kamu merasa terganggu sama bos kita semalam?"
Kevin tertawa kecil. "Ya, bukan terganggu sih... Tapi, mungkin makan malam kita bakal lebih seru kalau nggak ada Riko yang tiba-tiba minta aku... ya, tahu lah."
Arsy ikut tertawa, ingat betapa konyol dan canggungnya tantangan yang diberikan Riko. "Itu memang momen tak terlupakan," ujarnya sambil mengangkat bahu dengan senyum iseng. "Tapi kalau kamu nggak mau kena gangguan lagi, rencananya gimana nih, Tuan Kevin?"
Kevin berpura-pura berpikir keras, mengusap dagunya dengan dramatis. "Hmm... mungkin kali ini kita pilih tempat yang lebih aman. Tempat di mana Riko dan rombongan kantor nggak akan bisa muncul tiba-tiba."
Arsy menyipitkan mata, senyum jahil menghiasi wajahnya. "Kamu yakin? Siapa tahu Tuan Jaewon lagi bikin survei restoran rahasia di mana-mana."
Kevin pura-pura mengerutkan dahi. "Benar juga, ya. Ini misi yang cukup berbahaya."
Arsy tertawa lepas, dan Kevin merasa lega melihat senyum tulus itu. Momen-momen seperti ini membuatnya semakin yakin bahwa Arsy adalah orang yang ia cari—seseorang yang membuat segalanya terasa ringan, bahkan ketika mereka hanya bercanda tentang hal-hal sederhana.
"Jadi... gimana?" tanya Kevin akhirnya, kembali serius tapi tetap dengan nada santai. "Sabtu nanti? Kita jalan?"
Arsy menatap Kevin dengan penuh arti, seolah sedang mempertimbangkan jawabannya dengan sangat hati-hati. Kemudian, dengan senyum kecil di bibirnya, ia berkata, "Aku punya waktu luang Sabtu nanti. Kita bisa pergi... asal kamu nggak bawa Tuan Jaewon."
KAMU SEDANG MEMBACA
A Love That Appears Once in 1,000 Years (TayNew)
Romance[EDISI BARU] Terinspirasi dari cerita "Cherry Magic" dan "My Love Mix-Up", "A Love that Appears Once in 1,000 Years" mengisahkan tentang Arsy Rahman, pria sederhana berusia 30 tahun yang hidupnya terfokus pada pekerjaan dan tanggung jawab keluarga...