Olivier Giroud

395 30 4
                                    

Aku berjalan menuju halaman kampus untuk menemui Shailene yang katanya selesai kuliah pukul lima sore. Rein berusaha mengejarku yang masih marah karena ia tidak memberitahukanku perihal dirinya sebagai malaikat Delena.

"Aku tidak ingin penjelasanmu sekarang!" Seruku sambil terus berjalan menuju halaman kampus tanpa menoleh ke arahnya. "Pergilah! Aku buru-buru!"

Namun Rein berhasil mencekal lenganku dan meutar tubuhku menghadapnya. Lalu ia berkata sambil menatapku serius, "Maaf aku tidak pernah memberitahumu apapun. Tapi kupikir aku harus mencari waktu yang tepat. Aku harus mengenalmu lebih jauh dulu sebelum memberitahumu. Aku ingin membantunmu mendapatkan Olivier kembali, Cara. Kumohon, maafkan aku."

Aku menatapnya ragu lalu berpikir sejenak. Kupikir memang tidak ada salahnya juga aku membiarkan Rein membantu. "Baik. Dengan satu syarat." Ujarku yang langsung dihadiahi pelukan erat oleh Rein. Ia berkata sambil terus memelukku, "Apapun syaratmu akan kupenuhi. Terima kasih, sahabat tercintaku." Aku tertawa pelan mendengar ucapannya lalu menepuk-nepuk punggungnya.

"Bisakah kau lepaskan pelukanmu karena sepertinya aku akan kehabisan nafas." Rein langaung melepas pelukannya sambil terkekeh lalu merangkulku. "Best friend forever?" Aku tergelak melihat tingkah kekanakannya muncul tapi mebalas ucapannya juga. "Best friend forever." Dan aku berkata lagi, "Syarat tadi"

Rein mendengarkan dengan serius lalu aku berkata, "Lindungi Olivier." Senyum Rein mengembang dan iapun berkata, "Aku dan Diego akan melindungi kau dan Olivier. Bahkan Shailene. Dan semua orang tua kalian. Jangan takut." Aku terharu mendengarnya.

Shailene muncul dengan tergesa-gesa. "Sorry, gue telat. Ujarnya dengan nafas yang belum teratur. Rein mendekati Shailene, merangkulnya lalu mengacak rambutnya dan berkata, "Dasar. Ayo cepat, gue antar kalian."

"Iiihh. Cowok tiang, jangan berantakin rambut gue!" Seru Shailene yang membuatku tertawa. Selalu seru menonton dua makhluk berambut pirang itu berdebat.

"Lo aja yang kependekan kayak kurcaci. Cara aja masih hampir sebahu gue. Lo sedengkul aja gak nyampe." Ujar Rein yang langsung kabur menuju mobil Ferrari hitamnya, membuat Shailene berteriak,

"REIN COWOK TIANG SIALAAAN!!"

*****

Kami bertiga menuju rumah Diego yang memakan waktu hampir tiga puluh menit dari kampus dengan mobil.

Rumah Diego cukup besar dengan pagar besi menjulang tinggi. Halaman depan dihiasi tanaman dan tempat parkir yang hanya terdapat mobil SUV hitam milik Diego. Rumahnya didominasi warna krem dan putih serta memiliki dua lantai.

Rein segera menekan klakson dan gerbang terbuka sendirinya. Kulihat Rein tersenyum senang, "Kayaknya karena gue bawa ceweknya dia jadi bisa lepas dari kasurnya lebih cepat." Ujarnya sambil melirik Shailene dari spion tengah, yang sedang asyik memandangi rumah Diego. Aku memandang Rein terkejut dan Rein hanya mengangguk.

Diego juga menyukai Shailene. What a surprise.

****

Kami masuk ke dalam rumah itu dan yang akhirnya terjadi setelah Shailene mengembalikan buku Diego adalah, mereka asyik berbincang berdua di sofa ruang TV.

Shailene yang awalnya kaku dan malu-malu dengan cepat beradaptasi karena aura tenang yang dimiliki Diego. Diego juga tidak terlihat kesal dengan ocehan Shailene, malah dia terus tersenyum dan mendengarkan ocehan Shailene dengan baik. Menanggapi jika perlu karena pada dasarnya Diego memang sangat pendiam. Berbanding 180' dengan Shailene. Cocok sekali.

Reinpun memanggil Diego dan berkata, "Sorry ganggu momennya." Diego hanya menatap Rein datar namun kulihat semburat pink muncul di pipinya. Kalau Shailene jangan ditanya, pipinya sudah sebelas dua belas sama tomat.

Demon's Side 2 - Missing Him is GreyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang