بسم الله الرحمن الرحيم
“Cinta yang paling jujur adalah ketika engkau mencintai seseorang dan engkau tidak tahu kenapa engkau mencintainya.”
-Habib Umar Bin Hafidzh-
Abadi Dalam Karyaku
By hlwriter04
•••
Abiyan Zimraan. Sosok pemuda tampan yang menjadi most wanted seantero SMA Bintang Jaya. Dia memiliki segudang prestasi terutama dalam bidang akademik, ia acapkali mendapatkan nilai diatas kkm dalam mata pelajaran apa pun. Intinya, dia ini anak yang brilian. Sehingga Abiyan pun dijuluki sebagai anak emas para guru. Tak hanya itu, para gadis yang berada di SMA ini pun tergila-gila kepadanya, aku heran apa jangan-jangan Abiyan menggunakan pelet dihidupnya? Ih, amit-amit ya Allah. Tapi mana mungkin, sih. Dia itu orangnya a'lim -- sama seperti Faqih yang kalau sudah berbicara nada juga intonasinya akan berubah seperti seorang ustadz pada umumnya.
Saat ini, aku melihat Abiyan yang tengah khidmat menyeruput kopi hangat sembari memainkan ponselnya di warung Bi Eneng. Biasanya aku kemari bareng sahabatku Erina Sufia, tapi untuk hari ini Erina tidak ikut, ia lebih memilih bermain game online di kelas. Huh, sudahlah lagipula aku merasa sangat lapar, apa aku pesan gorengan saja, ya? Sekalian traktir Abiyan juga.
Aku pun mendudukkan diriku tepat didekat Abiyan, "Abi kamu mau gorengan, nggak?" tawarku.
Abiyan menaruh ponselnya sejenak lalu menatap kearahku, "boleh, makasih ya, Naf."
Aku hanya menanggapinya dengan senyuman tipis, "Bi pesan gehu sama bakwan 5 ribu!" Pintaku pada Bi Eneng.
"Siap Neng Fisha!" Ujar Bi Eneng, terdengar dari suaranya yang begitu bersemangat. Emang si Bibi ini tipikal orangnya lucu, bisa membuat para pembelinya jadi betah di warungnya.
"Tumben sendiri, biasanya bareng sama si maniak yogurt." ucap Abiyan dengan raut wajah datarnya.
Maniak yogurt? Yaampun hampir saja aku tertawa.
"Oh nggak, dia sibuk main game."
Abiyan hanya berdeham sebagai jawaban.
Selang beberapa menit, akhirnya gorengan yang aku pesan tadi pun sudah matang. Bi Eneng menghantarkan piring berisi gehu sama bakwan itu ke meja kami. Di siang hari begini, emang cocok banget makan gorengan dicampur saus kecap. Mantap.
"Abi, dimakan gorengannya nanti keburu dingin." Ujarku, yang kemudian mengambil gehu untuk kusantap.
Abiyan menaruh ponselnya ke dalam saku celananya, dia pun mengambil satu goreng bakwan yang masih hangat.
"Lo kemarin pulangnya bareng si Faqih, ya?" Tanya Abiyan yang baru saja selesai melahap bakwan.
Aku tertegun, kenapa bisa dia tahu? Aduh aku takut kalau sampai dia mengadukan hal ini pada abah ku, nanti kacau deh. Apalagi abah itu orangnya posesif, aku saja hidup bagaikan dalam kekangannya. Bermain sama Erina pun sering dilarang, makannya aku suka berbohong dengan beralaskan, "kami ada kerja kelompok, bah." baru abah akan mengizinkan. Meskipun aku merasa bersalah, karena terlalu sering berbohong padanya. Ya Allah, tolong ampuni hamba :(.
"Em iya, tapi kok kamu bisa tau, sih?" Tanyaku.
"Kemarin Faqih yang cerita sama gue."
"Ouh." Suasana pun jadi canggung. Aku menghela nafas pelan. "Kamu masih inget, nggak? Awal mula kita bertiga saling mengenal?" tanyaku sembari menopang dagu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Abadi Dalam Karyaku [Hiatus❕]
Ficção AdolescenteCinta sebelum adanya ikatan halal, itu merupakan sebuah ujian dari Allah, hadirnya tentu untuk menguji seberapa kuat iman yang kita miliki. ••• Aku Nafisha, Nafisha Elina Jannah. Usiaku enam belas tahun dan aku masih menduduki bangku SMA. Waktu itu...