Bagian Dua

37 4 6
                                    

بسم الله الرحمن الرحيم

"Jika Allah menghendaki untuk mempertemukan dua hati, maka Allah akan mengumpulkannya sekalipun keduanya membentang di antara langit dan bumi."

-Habib Umar Bin Hafidzh-

Abadi Dalam Karyaku

By hlwriter04

•••

Sejak tadi pagi, cuaca memang agak mendung. Kini jam tanganku pun menunjukkan pukul 10:15, dan hujan mengguyur deras. Membuatku harus menunggu sampai hujannya reda.

Saat ini aku tengah berteduh di mesjid Al-Ikhlaas yang berdekatan dengan pasar. Ummi benar, seharusnya aku membawa payung untuk berjaga-jaga.

"Ya Allah, kapan hujannya reda ya?" keluhku.

Aku duduk ditepi teras mesjid sendirian, rasanya sangat bosan. Dan ponselku malah mati daya, pasti saat ini ummi sedang mengkhawatirkan ku.

Maafkan putrimu yang bandel ini ummi.

"Nafisha?"

Suara itu, Faqih Fairuza!?

Aku menoleh, dan kudapati Faqih yang baru saja keluar dari mesjid.

Kemudian Faqih pun ikut mendudukkan dirinya pada tepi teras mesjid, tapi dia sedikit menjaga jarak dariku.

Setiap kali Faqih bertemu ataupun mengobrol denganku. Pasti dia akan menjaga jarak dan juga menundukkan pandangannya. Aku masih belum mengerti, mengapa Faqih bersikap seperti itu?

Sungguh aku cemburu dengan tanah yang ia pijaki itu, terdengar agak aneh. Namun itulah faktanya.

"Em, Faqih. Tumben kamu pulang dari ponpes lebih awal? padahal kan belum libur semester," sengaja aku bertanya. Karena aku ingin membangun suasana yang nyaman, bukannya canggung.

Faqih pun terkekeh, "saya lagi ada urusan keluarga. Jadi pulangnya lebih awal." Ungkapnya, suaranya terdengar lembut. Dia benar-benar tipe laki-laki idamanku.

Ya Allah, jika bisa aku ingin menjadi bagian dari hidupnya.

"Oh begitu. Lalu kenapa tadi kamu bisa berada di dalam mesjid?" tanyaku, aduh apakah aku terlihat seperti orang yang kepo? semoga saja tidak.

"Saya disuruh sama ibu untuk berbelanja, tapi saat mau pulang mengendarai motor. Hujan pun turun begitu deras, dan entah kenapa saya bisa lupa membawa jas hujan. Alhasil, saya pun membawa motornya kemari, dan berteduh di mesjid ini." Paparnya. Kemudian aku mengangguk.

Hening.

Suasana pun kembali canggung seperti semula. Huh, kutatap Faqih yang kini masih saja enggan menatapku. Aku geram, dia kenapa sih? sejak awal kami mengobrol pun dia hanya menatapku sekilas.

"Em, Faqih. Kenapa kamu selalu menatap ke bawah? padahal kita berdua sedang mengobrol." Tanyaku.

"Saya takut kepada Allah, jika terus memandangi kamu yang bukan mahrom saya. Nafisha, kamu itu  berharga."

Deg! hatiku berdebar-debar, yang benar saja! dia malah membuatku salah tingkah!

Melalui sorot matanya, aku dapat melihat jika dia memang serius mengatakannya.

"Ih, alay." Cibirku sembari memalingkan wajahku ke samping. Padahal dalam hati, aku merasa sangat bahagia karena Faqih bersikap manis kepadaku.

"Hehe, saya serius, karena dalam Al-Qur'an surat An-Nuur ayat 30 sampai 31 pun dikatakan bahwa .."

Abadi Dalam Karyaku [Hiatus❕]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang