7. First Time

151 4 0
                                    

Pagi ini Gabriella dan juga Giovano tengah sibuk membereskan rumah mereka. Memindahkan semua baju milik Gio ke kamar utama, kamar yang Gabbie tempati. Kenapa tiba-tiba mereka berdua ini memindahkan barangnya? Ibu Gio jawabannya! Ibunya itu berkata kalau dia akan datang siang ini.

Tentu saja dirinya takut kalau sang ibu berkeliling rumahnya dan memeriksa setiap ruangan. Jadi, daripada ia ketahuan kalau dia pisah ranjang dengan istrinya, lebih baik dia pindahkan barangnya lebih dulu. "Hah..." helaan nafas lega dari mulutnya ketika dia berhasil memindahkan semua barangnya. Tentunya bersama dengan istrinya.

Anak itu kekeh untuk membantu dirinya membereskan barangnya. Padahal dia sudah melarangnya dan juga memarahinya. Tapi tetap saja istrinya ini keras kepala dan tetap memaksa untuk membantu. Jujur saja, dia sudah sangat lelah memarahi anak itu. Akhirnya dia diamkan saja anak itu, membiarkan dia membantu dirinya.

"Kau tunggu sini dulu ya. Aku akan memasakkan makanan untuk ibu kamu." Titah Gabriella kepada suaminya, yang tentunya tidak di tanggapi oleh suaminya.  Alhasil ia keluar dari kamar utama menuju dapur, memasakkan makanan khas indonesia untuk ibu mertuanya.

Setelah berkutat lama di dapur, masakannya pun jadi. Ia segera membawanya dan menaruhnya di atas meja makan. Menyusun segala table manner di meja makan. "Cha! Sudah selesai." Serunya dengan bangganya, melihat masakannya yang telah jadi.

Tepat ketika ia selesai merapihkan table menner, bel rumah mereka berbunyi. Langsung saja ia pergi untuk membuka pintu, tapi nyatanya dia kalah cepat dengan suaminya. Suaminya sudah lebih dulu bergegas membuka pintu.

"Ibu.... Kenapa bawa koper?" Tanya Gio yang kaget ketika pertama kali membuka pintu, netranya menangkap ibunya yang datang dengan membawa koper disampingnya.

"Ibu mau menginap satu hari di sini. Ayah kamu tidak akan pulang nanti malam. Jadi, ibu memutuskan untuk menginap di sini." Ucap sang ibu yang langsung masuk ke dalam rumah anaknya. "Aku tidak perlu meminta jawaban kalian berdua, terutama dirimu tuan Leonardo." Tambahnya, yang langsung masuk ke dalam kamar tamu.

Dan Giovano yang melihat dan mendengarnya pun langsung mendecak, dan menatap istrinya dengan tatapan sinis. Mau tidak mau dia harus tidur bersama dengan istrinya nanti malam.

Sedangkan Gabriella? Ia hanya diam, ia tidak tau harus berbuat apa. Ia lebih  memilih untuk menyiapkan minum untuk ibu mertuanya. Ibu mertuanya pasti lelah, jadi ia membawakan minum untuk mertuanya.

Ketukan yang ia berikan sebelum masuk ke dalam kamar ibu mertuanya, kamar di mana mertuanya akan menginap. Setelah di izinkan masuk oleh ibu mertuanya, iq langsung masuk. Terlihat ibu mertuanya yang tengah membereskan kopernya. "Mau aku bantu, Bu?" Tawaran yang ia berikan, yang langsung memberikan ice jeruk kepada ibu mertuanya, dan membantu mertuanya yang tengah merapihkan barangnya.

Sementara Jihan langsung mengambil minum yang di berikan menantunya lalu meminumnya.  "Ah iya!" Pekiknya secara tiba-tiba, sukses membuat menantunya tersentak kaget.

Ia langsung mencari sesuatu yang ada di dalam tas kecil yang ia bawa. Setelah mengambil kotak kecil yang ada di dalam tas, ia membuka kotak kecil itu di hadapan menantunya. "Bagus tidak?" Tanyanya kepada menantunya.

Gabriella sendiri dapat melihat cincin yang ada di dalam kotak itu. Cincin itu sangat cantik dengan berlian sedang di tengahnya dan ukiran di sekitar cincin itu. Ia menatap takjub cincin yang di perlihatkan mertuanya. "Sangat cantik, Bu. Dimana ibu membeli itu?" Tanyanya penasaran.

"Ibu tidak membelinya. Ini dari neneknya Gio." Seru Jihan, yang memang tidak membeli perhiasan ini. "Ini perhiasaan keluarga Leonardo yang telah di pakai secara turun temurun. Nah, berhubung anaknya ibu sudah menikah, dan kau istri sah dari dia, maka perhiasan ini akan jadi milikmu." Sambungnya yang mulai memakai kan cincin itu ke jari tengah menantunya, karena jari manis menantunya sudah di isi cincin pernikahan.

"Jaga baik-baik ya. Jangan sampai hilang." Peringatan yang diberikan oleh dirinya, yang langsung di angguki kepala oleh menantunya.

"Pasti, Bu! Aku akan menjaga cincin ini." Seru Gabriella, yang saat ini tengah memandang cincin yang tersemat di jari tengahnya.

"Ah iya, apakah ibu sudah makan? Aku sudah memasakan makanan untuk ibu." Tanyanya lagi, yang saat ini sudah mengalihkan tatapannya dari cincin yang tersemat dijarinya.

"Masak apa? Apakah makanan khas kayak lagi? Kemarin makanan yang kamu buat sangat enak." Seru Jihan secara jujur. Bahkan suaminya memberikan respon positif ketika ia memberikan masakan yang telah ia bungkus untuk suaminya.

"Makanan Indonesia dan China. Tadinya aku ingin masak masakan Indonesia saja. Tapi sepertinya aku tidak yakin akan keterampilan masakku. Jadi, aku tambahkan masakan China, apabila masakan Indonesia aku tidak enak." Jelas Gabriella.

"Tidak ada yang tidak enak kalau kau masak kamu, sayang." Pujian yang langsung Jihan berikan, yang emang benar adanya.

Mereka berdua pun mulai berjalan menuju meja makan. "Nanti ibu harus memberi respon yang jujur ya! Kalau enak, ya bilang enak. Kalau tidak, ya bilang tidak. Aku juga minta masukkan apa yang kurang dalam masakan yang aku buat." Seruan yang langsung Gabriella berikan, memperingati ibu mertuanya.

"Tentu saja. Nanti ibu akan merespon secara jujur untuk dirimu." Balas Jihan, menyanggupi permintaan ibu mertuanya.

Mereka terus berjalan sampai akhirnya tiba di ruang makan. Gabriella langsung mendudukkan ibu mertuanya di kursi. "Ibu, tunggu sini dulu ya. Aku akan memanggil Gio dulu." Pintanya.

Dan Jihan hajya menganggukkan kepalanya, pandangannya tak lepas dari makanan yang di buat menantunya. Sepertinya makanan yang di buat menantunya ini enak. Dari plattingnya saja sudah terlihat.

Sedangkan Gabriella, ia langsung menghampiri suaminya yang sedang berada di kamar, mungkin. Ia mulai membuka pintu kamar utama, berjalan dengan perlahan. Terlihat suaminya yang sedang tertidur di atas ranjang yang berukuran king size. Ia tidak enak untuk membangunkan suaminya. Tapi ia tidak mau membuat ibu mertuanya menunggu kelamaan. Lagipula suaminya ini belum mengisi perutnya. Jadi, ia memutuskan untuk membangunkan suaminya.

Menepuk pelan kedua pipi suaminya, agar sang empuh bangun dari tidurnya. Tampang polos yang ia lihat saat suaminya tidur, membuat senyumnya terbit. "Gio, ayo bangun." Ujarnya, seraya menepuk pipi suaminya.

Gio pun mengeliat, dan perlahan membuka matanya. "Ngapain kamu?!" Sentaknya yang langsung menyentakan tangan istrinya yang ada di pipinya, lalu menjauhkan tubuhnya dari sang istri.

"Ssstt, jangan kencang-kencang. Nanti ibu kamu dengar." Peringatan yang langsung Gabriella berikan kepada suaminya. Ia takut kalau suaminya ini keterlepasan, dan membuat ibu mertuanya tau.

Gio yang mendengarnya pun langsung mengerutkan dahinya heran, lalu ia teringat bahwa ibunya sedang ada di sini. "Ngapain?" Tanyanya sekali lagi.

"Ibu kamu menyuruh kita untuk makan bersama. Jadi, cepatlah. Ibu kamu sudah menunggu kita di bawah." Titah Gabriella, yang langsung menggenggam tangan suaminya dan menariknya. Sedangkan suaminya yang baru bangun pun hanya mengikuti ke mana dirinya ini pergi membawa dia.

Sampai di ruang makan, Gabriella langsung mendudukkan suaminya di kursi, diikuti dirinya yang berada di samping suaminya. Ia juga langsung menuangkan nasi berserta lauknya ke dalam piring, untuk suaminua makan. Ia juga menyiapkannya untuk ibu mertuanya.

"Betapa enaknya dirimu, nak. Setiap hari bisa merasakan makanan enak buatan istrimu." Pujian yang tiada hentinya Jihan berikan untuk menantunya, yang baru saja menerima piring dari sang menantu.

Gabriella yang mendengarnya pun hanya bisa tersenyum, lalu duduk di samping suaminya.

Mereka bertiga pun mulai makan bersama, membuat Gabriella tentunya senang akan hal ini. Apalagi saat ini suaminya ini sedang memakan makanan buatannya.

HARMONIOUS MARRIAGE - MARKSELLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang