Hari kedua sudah dimulai, karena malam ini merupakan Saturday night Rheina mengajak Tarra untuk jalan-jalan. Hal pertama yang mereka lakukan adalah singgah di warung mie ayam dan bakso. Seperti biasanya, Rheina mencari tempat duduk dan Tarra memesan makanan.
Setelah menunggu beberapa menit akhirnya pesanan meraka pun datang. Satu porsi bakso, satu porsi mie ayam, dan satu porsi ceker kecap. Sangat-sangat menggugah selera, apalagi satu porsi ceker kecap didepan Rheina sekarang.
Rheina dengan mata berbinar menatap ceker kecap tersebut, lalu dengan suara tertahan dia berucap, "Terima kasih, Tarra. You're the best boyfriend ever, my favourite ceker kecap is here."
Tarra tersenyum lebar menatap raut wajah perempuan didepannya sekarang, satu hal yang paling dia ingat tentang Rheina adalah kecintaan perempuan itu pada ceker ayam, di masak dengan cara apapun akan tetap Rheina habiskan dengan khidmat. "Sama-sama, Rhein. Kamu tahu aku selalu ingat, setiap kali beli mie ayam pasti kamu nanya ceker ayamnya ada atau enggak. Kebetulan banget cekernya ada jadi aku beli semua." ujarnya.
"Yeah, I know."
Setelah itu keduanya sibuk meracik pesanan masing-masing, Rheina sendiri tipe orang yang lebih suka tidak menambahkan apa-apa kecuali sambel dan jeruk nipis. Berbeda dengan Tarra, laki-laki itu menambahkan semua komponen yang ada didepannya. Perbedaan ini awalnya jadi perdebatan kecil bagi mereka, namun setelah lama menjalin hubungan keduanya tidak lagi memusingkan hal tersebut termasuk kecintaan Rheina terhadap ceker ayam.
Dulu, saat masih awal pacaran Tarra baru mengetahui bahwa Rheina menyukai ceker ayam. Tarra sedikit mual saat melihat Rheina dengan lahapnya memakan ceker goreng kala itu, karena dalam pikiran Tarra ceker adalah makanan paling tidak higienis yang dia tahu. Bayangkan saja, ceker ayam itu sudah menginjak berapa banyak kotorannya sendiri bahkan mengeruk tanah yang sudah bercampur satu dengan sampah.
Rheina pernah bertanya kenapa dia tidak memakan ceker dan dengan polosnya dia menjawab sesuai pemikirannya tersebut, membuat Rheina mau tak mau tertawa terbahak-bahak. Karena bagi Rheina hal itu sama sekali tidak membuatnya jijik, kenapa harus membayangkan hal kotor seperti itu jika itu hanya membuatmu jijik. Asal cara membersihkannya baik dan benar Rheina tetap akan menghabiskannya.
"By the way, aku baru keingat pengin tanyain ini ke kamu." Celetuk Rhein.
Tarra mengerutkan dahinya tanda bertanya. "Apa?"
Rheina meminum es jeruknya terlebih dahulu kemudian berucap, "Kamu udah gak jijik lihat aku makan ceker?"
Tarra terkekeh mendengar pertanyaan Rhein, "Kamu telat banget tanyanya baru sekarang," ucapnya. "Dari setahun kita pacaran aku udah khatam banget soal percekeran ayam, kamu ingat gak waktu aku sering bilang lagi nonton mukbang? Itu aku lagi nonton orang mukbang ceker ayam."
Mata Rheina membola mendengar ucapan Tarra, di taruhnya sendok dan garpu di sisi mangkok lalu tubuhnya duduk tegap menghadap Tarra, jari-jari tangannya saling bertaut. "Kamu serius? Harusnya kamu gak usah maksain begitu." Ucapnya dengan raut wajah penuh sesal.
"Aku lakuin itu buat aku sendiri kok, aku gak mungkin juga 'kan setiap kali lihat ceker mual-mual? So, it's okay. Kamu gak perlu ngerasa bersalah begitu." Tarra mengibaskan tangannya, tanda perempuan didepannya untuk tidak merasa sedih.
"Yuk, makan." Ajaknya.
***
Hiruk pikuk kendaraan berlalu lalang terdengar ramai bercampur dengan para pejalan kaki serta buskers. Sepasang kekasih yang akan berpisah itu berdiri di antara kerumunan orang-orang yang sedang menonton penampilan penyanyi jalanan.
KAMU SEDANG MEMBACA
April, and the poignant
Romance"How can we end like this? it must be sweet but it end bitter." "Should we make this to be a beautiful goodbye?" ---------------------- © ostenlight 2023