"Ra, ayo dong cepetan! keburu telat nanti!"
Perempuan itu berseru dengan kencang, pasalnya saat ini jam sudah menunjukkan pukul 7:15 malam, sedangkan acara yang akan mereka datangi akan dimulai pukul 8 malam.
Tarra yang mendengar suara pacarnya hanya bisa menghela nafas, dia sebenarnya sudah siap sedari tadi hanya saja Rhein —pacarnya itu sangat lama saat berdandan jadi selagi menunggu Rhein bersiap dia pergi ke toilet karena perutnya meminta untuk memenuhi panggilan alam.
Tarra membuka pintu toilet dan melihat Rhein yang sudah siap dengan dress biru muda selututnya, cantik, batinnya.
"Iya Rhein, gak papa kali telat dikit, Dilan sama Adel gak bakalan marah kok sama kita." ucap Terel.
Mendengar ucapan Tarra, Rhein memutar bola matanya malas, "Gak bisa dong, aku gak mau ketinggalan liat Adel sama Dilan tunangan." gerutunya.
"Iya iya, yaudah ayo berangkat." ucap Tarra memilih mengiyakan ucapan Rhein.
Segera Rhein mengambil tasnya dan memasukkan handphonenya. Mereka berjalan menuju pintu rumah Rhein setelah berpamitan pada kedua orang tua Rhein yang sedang menghabiskan waktu berdua di ruang keluarga.
Menghabiskan 20 menit perjalanan sampailah mereka dirumah Adel, tempat acara pertunangan di laksanakan. Rhein segera keluar dari mobil begitu Tarra selesai memparkir mobilnya. Tarra yang melihat perilaku Rhein hanya menghela nafasnya, bahkan Rhein tidak menunggunya.
Dia pun keluar dari mobil dan berjalan memasuki rumah Adel yang sudah di hias sedemikian rupa hingga terkesan mewah, Tarra terus berjalan sampai akhirnya dia melihat teman-temannya sedang berkumpul di pojok depan sebelah kanan dengan segera dia menghampiri mereka.
"Yo Dilan! Congratulations bro." ucapnya begitu sampai didepan pemilik acara, Dilan, dengan salam khas anak laki-laki seperti biasanya.
Dilan tersenyum mendengar ucapan sahabatnya ini, "Thank you, Tar." ucapnya.
Mereka berdua sudah bersahabat sejak masuk SMA, masa-masa yang tidak akan mereka lupakan. Kenangan pertama kali bertemu hinggap menghampiri Tarra, membuatnya tersenyum apalagi melihat sahabatnya itu sedang melangsungkan pertunangannya saat ini.
Saat itu Tarra sedang makan dibangku taman sendirian, dia tidak mau makan dikantin ataupun kelas karena semua orang terlalu berisik hingga membuatnya sedikit pusing, saat sedang asyik makan siang Tarra tidak sengaja melihat anak laki-laki sedang tiduran di bawah pohon, dia pikir anak laki-laki itu sedang tidur tapi tidak lama dia bangkit dari duduknya menghampiri anak tersebut setelah mendengar ringisannya.
Anak itu adalah Dilan. Dia sedang memegangi perutnya kesakitan, Tarra yang melihatnya langsung bertanya, "Lo kenapa?"
Dilan hanya membuka matanya melihat siapa yang berbicara, saat itu dia sangat kesakitan wajahnya juga pucat, Tarra sedikit iba melihatnya, "Lo sakit maag? kalau gitu gue ambilin obat maag dulu ke uks terus beli makan. Lo tunggu disini." ucapnya dan segera pergi dari sana.
Sekitar 15 menit, Tarra kembali ke taman dan segera membantu Dilan untuk duduk.
"Ini obat maag nya, habis itu lo harus makan." Ucapnya.
Dilan hanya mengangguk mengiyakan, tubuhnya terlalu lemah saat ini.
Dan dari sanalah keduanya saling kenal dan berakhir menjadi seorang teman bahkan sudah dianggap seperti keluarga sampai sekarang.
"Lo harus cepat nyusul gue ya tar." Kata Dilan seraya menaik turunkan alisnya pada Tarra.
Tarra mendengus sebal, sahabatnya ini gemar sekali menggodanya, "Iyain aja dah." sahutnya malas yang dibalas tawa oleh teman-teman mereka disana.
Tak lama Dilan berpamitan karena acara akan segera dimulai, semua orang segera duduk dikursi yang telah disediakan. Tarra menatap sekitar mencari dimanakah kekasihnya berada, disana kekasihnya sedang melambaikan tangan lalu dengan gestur dan bagaimana bibirnya bergerak yang Tarra pahami bahwa Rhein duduk disana bersama para teman wanitanya, Tarra pun mengangguk dan balas mengatakan akan duduk disini saja.
Semua orang menatap kedepan sana dengan haru, terhitung sejak tiga tahun yang lalu Dilan memulai hubungan dengan Adel, banyak hal yang sudah mereka lalui yang kadang kala membuat Tarra ikut serta demi kedamaian hubungan mereka.
Sekarang, cerita baru mereka sudah dimulai, Tarra terus berdoa agar wajah bahagia didepan sana tidak pernah sirna dari keduanya.
Ah, menatap kehidupan orang lain tentu saja mengharapkan kebahagiaan untuk orang-orang itu, sementara Tarra kerap lupa akan satu hal, bahwa dia terlalu mengharapkan bahagia orang lain sementara dia sendiri terjebak ditengah labirin hingga kebingungan menuju bahagia.
Tarra dan Rhein sudah lima tahun bersama dan akhir-akhir ini kebersamaan mereka semakin hambar.
Keduanya sadar akan hal itu namun terlalu bingung bagaimana lagi cara mengatasi hal tersebut.
•••
Acara pertunangan Dilan berakhir sekitar 30 menit yang lalu, Tarra dan Rhein sudah berada didalam mobil. Didalam mobil hanya ada suara musik yang diputar dengan volume kecil, Rhein menatap jalanan yang masih saja ramai meski waktu sudah menunjukkan hampir pukul sebelas malam.
Sekian detik berlalu, saat lampu jalan berubah menjadi merah, mobil yang mereka kendarai berhenti. Jari Tarra bergerak mengetuk kemudi mobil seiring musik yang mengalun.
Rhein melihat itu, dia sadar saat ini Tarra sedang memikirkan sesuatu, raut wajahnya mungkin terlihat biasa saja namun Rhein tahu ada yang dipikirkan laki-laki itu.
"Kenapa?"
Mendengar pertanyaan tersebut Tarra menoleh dengan alis terangkat, "Apa?" tanyanya.
"Kamu mikirin apa? I know you, Tarra."
Tarra mengangguk-anggukkan kepalanya lalu melepaskan tangannya dari kemudi. Ah, tentu Rhein tahu kebiasaannya yang satu itu. Ketika merasa bimbang tanpa disadari jarinya mengetuk-ketuk apa saja.
She know him well.
Didepan sana mobil-mobil perlahan bergerak maju saat lampu jalan berubah warna hijau. Tarra melajukan mobilnya, setelah memastikan jalan yang mereka lalui lengang dia mengemudi dengan santai. "Aku lagi mikirin tentang kita—"
"We've been together for a long time—five years. Are you sure you want to hear it now?"
"Nggak perlu. Kita lagi sama-sama capek sekarang." sahutnya pelan.
Setelah itu hanya keheningan yang menguasai tiap-tiap sudut mobil. Rhein melirik laki-laki disebelahnya dalam hati bertanya-tanya apa yang terjadi pada mereka. Apakah karena mereka sedang jenuh seperti biasa sebab sudah bersama selama lima tahun? Ataukah memang tidak ada yang cocok lagi satu sama lain?
Rhein bingung.
Kebingungan itu sudah ada dari jauh-jauh hari sampai sekarang. 'Apakah Tarra juga begitu?' batinnya.
[ to be continued ]
Terel dan Rhein ini udah lama idenya tapi baru sekarang nulisnya :( gak tahu kenapa setiap mau nulis otak ini mendadak ngeblank, semoga kali ini sampai selesai ya :).
bubaii~~
KAMU SEDANG MEMBACA
April, and the poignant
Romance"How can we end like this? it must be sweet but it end bitter." "Should we make this to be a beautiful goodbye?" ---------------------- © ostenlight 2023