3. Pesan Bapak

145 110 71
                                    

Bohong jika aku bilang bisa menghadapi semuanya sendiri, aku cape. Aku butuh tempat bercerita, aku butuh pelukan, aku juga butuh semuanya.

-selamat membaca-

---oo0oo---

Sejuknya udara di sore hari, menemani gadis mungil berkulit kuning langsat itu duduk di teras depan rumahnya, "harusnya hari ini udah dateng," gumamnya saat mengingat novel yang ia pesan sejak satu bulan lalu.

"Tumben banget Po nya lama," ucapnya lagi.

Amara mendongakkan kepalanya, menatap langit yang tampak kosong.

Tak lama kemudian, terlihat seorang kurir yang menggunakan jaket kulit hitam dengan motor Scoopy berhenti tepat di depan rumah Amara, "Paket," ucapnya yang kemudian di hampiri oleh Amara dengan penuh semangat.

"Akhirnya dateng jugaaaa!!" ucapnya saat sudah menerima paketnya. "Makasih ya, kak."

Kurir itu mengangguk menanggapi ucapan Amara, "buku apa lagi?" tanya Elgan- kurir.

"Ini novel, kak. Aku udah nunggu ini sebulan loh. Jadi gak sabar mau baca," ucapnya sembari terkekeh pelan.

Mereka berdua sudah lumayan akrab, tak heran jika Amara memanggil Elgan dengan sebutan 'kak'. Bahkan, Amara sudah di anggap adik oleh Elgan.

"Hobby banget baca novel-novel begitu?" tanya Elgan.

"Banget!! Karena dari cerita yang Mara baca, Mara jadi banyak belajar tentang kehidupan. Bahkan, dari buku-buku itu Mara lebih tau cara untuk bersyukur," ucapnya.

Amara adalah golongan remaja yang sangat suka membaca. Sudah banyak koleksi novel dan buku-buku motivasi yang ia miliki. Bahkan kamarnya sudah terlihat seperti perpustakaan pribadi.

Amara rela tidak jajan di sekolah, itu semua demi menabung untuk membeli novel atau buku-buku favoritnya. Setiap kali ada PO ( pre order ), ia tidak pernah ketinggalan.

Elgan mengangguk pelan, "oh iya, gimana sekolah baru nya?" tanyanya.

"Bagus. Mara langsung punya temen," sahutnya.

"Kamu sekolah yang bener, cita-citanya pengen jadi penulis terkenal kan?" tanyanya yang hanya dibalas anggukan oleh Amara.

"Kalau begitu kakak lanjut ya, mau nganter paket lagi," ucapnya lagi seraya memakai helm kemudian bergegas untuk mengantarkan paket selanjutnya.

"Andai aja aku punya abang, pasti seru," ujar Amara sembari memperhatikan Elgan yang kini mulai menjauh. "Gini banget jadi anak pertama," lanjutnya sembari melangkahkan kaki untuk memasuki rumahnya.

Sejak dulu, Amara sangat ingin memiliki abang. Tapi apa boleh buat? Ia sudah terlahir sebagai anak perempuan pertama.

---oo0oo---


Pagi ini sebelum berangkat sekolah, Amara terlihat sibuk memberi makan kucing peliharaannya yang ia beri nama Mira. Katanya biar mirip dengan nama pemiliknya, Mara dan Mira.

"Ra, udah siang ini, kapan kamu mau berangkat," teriak sang ibu dari ruang tamu.

"Iya, ma. Bentar lagi," sahutnya sembari membereskan kotak makanan peliharaannya itu. "Mir, kamu diem dirumah ya, jangan nakal."

Dengan langkah panjang, Amara segera berpamitan dengan ibunya yang berada diruang tamu. "Ma, Mara berangkat dulu," pamitnya yang hanya di balas anggukan oleh sang ibu.

Sesampainya di halaman depan, Amara melihat ayahnya yang tengah sibuk memanasi mesin motor, "Ayo, Pak."

Ditengah padatnya jalan kota Yogyakarta, Amara menikmati semilir angin yang menerpa kulitnya sembari melihat beberapa ruko-ruko kecil yang dilewatinya.

AMARA (on going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang