7

175 24 2
                                    

Typo

***

"Jadi... dia single?" Haerin mengangguk sebagai jawaban atas pertanyaan Hanni siang itu di cafe biasa, "Syukurlah. Tinggal menunggu kapan tanggal mainnya saja," ucap Hanni.

"Hum," Haerin menjawab, namun, pikirannya sedang memproses sesuatu yang akan dia lontarkan, "Tapi, masa iya aku yang harus mengatakan perasaanku lebih dulu?"

Hanni tersenyum heran, "Memang kau tahu bagaimana perasaan dia kepadamu?"

Haerin diam, tak tahu harus menjawab iya atau tidak, karena Haerin juga tak pernah tahu bagaimana isi hati Danielle, belum tentu juga Danielle menerimanya meski dia masih sendiri.

"Tidak tahu, 'kan?" Haerin mengangguk lesu, "Jadi, apa salahnya mencoba?" Hanni menggenggam tangan Haerin yang menganggur, "Haerin-ah, jikapun dia menolak, ya tidak apa-apa, setidaknya kau sudah mencoba. Lebih bagus lagi kalau dia mau menerima dan juga belajar mencintaimu. Kalau tidak, kembali lagi ke opsi yang pertama. Intinya, jangan merasa kalah sebelum berperang, okay?"

Haerin hanya diam, tak menjawab maupun sekedar mengangguk ataupun menggeleng, hanya diam termenung menatap gelas di depan mata.

-

-

-

"Kau akan ke mana setelah ini?" tanya Hanni sambil terus berjalan berdampingan bersama Haerin menuju gerbang kampus. Jam mata pelajaran dirinya dan Haerin sudah sama-sama selesai meski berbeda kelas.

"Menjemput Donghyuck," jawab Haerin.

"Bukan sebuah alasan lagi, 'kan?"

Haerin terkekeh, "Untuk apa? Kita juga kan sudah berbaikan,"

Hanni menggedik bahu, "Siapa tahu. Aku juga sedikit trauma,"

Haerin tertawa, "Hanya ada waktu saja. Terlebih bus kami masih sama jurusannya,"

"Iya juga,"

Hening...

"Oh ya, bagaimana kabar Sullyoon? Dia tidak pernah menghubungiku lagi setelah dia cuti kuliah untuk berlibur bersama keluarganya," kata Haerin. Dirinya sudah berbaikan dengan Sullyoon sebagaimana dirinya berbaikan dengan Hanni, namun, semenjak itu, Sullyoon mengambil cuti kuliah untuk berlibur bersama keluarga besar ke negara tetangga.

Hanni memasang wajah acuh tak acuh sambil menggedikannya bahunya lagi, "Entahlah, aku juga tidak mendengar kabarnya lagi setelah 1 Minggu yang lalu,"

"Semoga dia baik-baik saja,"

"Semoga,"

Sesampainya di gerbang kampus...

"Phamanie,"

2 pemilik tubuh berbeda tinggi badan itu menoleh saat salah satu dari mereka dipanggil, dan si pemanggil itu tidak lain dan tidak bukan adalah kekasih jangkung Hanni yang sedang memainkan kunci mobil di tangan sambil berjalan mendekat.

Sebelah alis Hanni terangkat, "Tumben,"

"Tumben apanya?" tanya Minji balik.

"Tumben kau sudah nangkring di depan mobilmu, biasanya aku yang harus menunggumu dulu," jawab Hanni.

Minji terkekeh, "Salah satu dosen yang harusnya mengajar di kelasku tidak masuk, makanya aku tidak harus membuat kekasih cantikku ini menungguku hari ini," dia mencubit pipi Hanni gemas.

"Kau bisa saja," Hanni mendorong lengan Minji karena terlanjur malu dipuji cantik seperti barusan.

Haerin mendatarkan wajahnya, malas melihat keuwuan yang ada. Apalagi dia adalah pengikut sekte uwuphobia, "Sudah sana pergi, authornya iri melihat kalian,"

Beautiful Art [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang