⚠Typo⚠
***
Haerin sudah siuman sejak jam 4 pagi tadi, dan sekarang jam sudah 7 pagi, Nyonya Kang saat ini sedang menyuapi Haerin dengan bubur dari rumah sakit.
"Kenapa aku berada di sini, Eomma?" tanya Haerin karena dia berada di ruangan VIP. Dia tahu bagaimana ekonomi keluarganya, jadi dia sedikit bingung.
"Tanyakan pada Hanni nanti,"
"Haishh! Dia..." gumam Haerin, "Oh ya, Eomma mempunyai uang untuk biaya Haerin dirawat?" tanya Haerin setelah mengunyah sedikit bubur dalam mulut dan menelannya.
"Iya,"
"Dari mana?"
"Tadinya Hanni yang mengurus semuanya, tapi Eomma tidak enak kalau terus-terusan merepotkannya. Jadi, Eomma menggunakan tabungan Eomma saja," jawab Nyonya Kang tanpa menatap mata sang anak, takut-takut kalau dia menatap mata si anak sulung, dia malah menangis karena merasa tidak becus menjadi seorang Ibu.
Haerin memainkan selimut rumah sakit dengan random, "Aku pulang saja, ya? Agar tidak terlalu menguras tabungan Eomma,"
"Tidak," tolak Nyonya Kang mentah-mentah, "Jika nanti kau kenapa-kenapa saat Eomma tidak ada di rumah bagaimana? Tidak, Eomma tidak mau," beliau kembali menyodorkan sesendok bubur, dan diterima dengan baik oleh sang anak.
Haerin mengunyah dan menelan makanan lembut itu sebelum kembali bersuara, "Eomma, aku sudah besar, bisa menjaga diri sendiri,"
"Oh ya?" tanya Nyonya Kang dengan nada tidak percaya di dalamnya, "Lalu, jika kau memang bisa menjaga diri sendiri, kenapa sekarang kau berada di sini dengan luka di sekujur tubuhmu?"
Haerin menghela napas, "Tapi ini semua didapat karena pengendara motor itu berkendara dengan kecepatan di atas rata-rata, Eomma. Jangan salahkan aku," Haerin setuju kalau dirinya juga salah, tapi, pihak yang seharusnya disalahkan lebih banyak adalah pengendara itu.
"Tapi tetap saja," kekeuh Nyonya Kang dan kembali menyuapi sang anak. Napsu makan anak sulungnya tidak pernah berubah, tetap semangat meski pada umumnya makanan rumah sakit tak pernah ada rasanya, asin saja tidak.
"Iya, aku tahu, tapi lebih baik tabungan itu disimpan untuk sesuatu yang lebih berguna. Memenuhi kebutuhan sekolah Hyuckie misalnya," Haerin masih mencoba memberikan penjelasannya.
Bahu Nyonya Kang melemas, mangkuk bubur juga terjatuh ke pangkuan, ditatapnya sang anak dalam, "Tapi lukamu juga penting, Haerin,"
Haerin mengambil tangan Nyonya Kang dengan tangan terpasangan infus miliknya, "Lukaku tak ada apa-apanya dibanding keringat yang Eomma hasilkan selama bertahun-tahun karena bekerja seorang diri. Luka bisa sembuh dengan waktu, tapi keringat akan lebih banyak keluar kalau Eomma terus bekerja tanpa henti. Ayolah, Eomma, kasihan Hyuckie juga kalau sendirian di rumah,"
"Dokter juga pasti tidak akan mengizinkan, Haerin," balas Nyonya Kang melembut.
"Dokter pasti mengizinkan. Nanti aku yang akan berbicara," Haerin memberikan senyuman bahwa Eommanya itu tidak perlu khawatir.
-
-
-
"Tapi, kemarin anda baru saja mengalami kecelakaan lumayan parah, Nona. Mana mungkin saya bisa mengizinkan anda pulang hari ini. Kesehatan anda juga belum stabil," ucap Dokter setelah mendengar permintaan Haerin siang itu.
"Aku tidak apa-apa. Sungguh!" Haerin menunjuk tangan kirinya, "Tangan? Hanya yang kiri yang terluka, tangan kanan tidak," dilanjut dengan memegang kepala, "Kepala? Kepalaku hanya terluka, bukan gegar otak," lalu dia memegang pinggangnya pelan, "Pinggang? Aku masih muda, masih bisa menahan rasa sakitnya,"
KAMU SEDANG MEMBACA
Beautiful Art [✓]
Conto[DAERIN] Danielle sering melukis wajah seseorang dengan sangat realistis, sampai orang yang menjadi objek gambarnya selalu tak percaya kalau itu adalah hasil dari tangan terampilnya. Dan setelah sekian lama, Danielle mengakui sesuatu, seterampil-ter...