10

323 27 1
                                    

Typo

***

"Jadi, kau menerimanya?" tanya Hanni dan Sullyoon secara bersamaan, bahkan sampai membuat Haerin tertawa lepas hingga sesekali mengaduh sakit dan memegangi pinggangnya.

Melihat kekompakan Hanni dan Sullyoon adalah suatu hal yang langka.

"Ya'! Kenapa kau mengatakan itu?!" nada suara Hanni meninggi karena tak terima harus berkompak ria dengan Sullyoon.

Sullyoon menoleh sinis, "Aku tidak sengaja,"

"Dasar tidak kreatif!"

Sullyoon meraup wajah Hanni kasar lantaran gemas, "Aku kreatif! Kebetulan saja hanya itu yang melintas di kepalaku!"

"Alasan,"

"Aku tidak beralasan,"

"Cih,"

"Cih,"

"Dih,"

"Dih,"

"Jangan ikuti aku,"

"Aku sedari tadi diam terus, kapan aku mengikutimu?" tanya Sullyoon heran.

"Ucapanmu—"

"Sudah. Jangan dilanjutkan. Kalian ingin mendengar ceritaku, tidak?" tanya Haerin memotong. Karena kalau tidak dipotong, maka pertengkaran kecil ini akan berubah menjadi world war 3.

"Mau!" -Sullyoon.

"Iya. Jadi apa jawabanmu?" tanya Hanni penasaran.

Namun, Haerin tak langsung menjawab, dia hanya tersenyum-senyum sendiri, karena, jujur, dia merasa sangat malu jika mengakuinya.

"Aaa~ kau pasti menerimanya, 'kan?" todong Hanni sambil menunjuk wajah Haerin dengan telunjuknya, oh dan jangan lupakan wajah tengil andalannya.

Wajah Haerin sontak sana semakin memerah dan memanas karena hal tersebut. Astaga! Kelinci yang satu ini sungguh-sungguh! Lantas, karena Haerin juga tidak memiliki jawaban di kepala, akhirnya diapun mengangguk.

Hanni bertepuk tangan heboh sampai menghasilkan suara nyaring dan menunjuk Haerin, "Gotcha! Hahaha! Akhirnya Sullyoon jomblo sendirian!!"

Sullyoon melotot dibuatnya, "Ya'!!"

Dia langsung bergulat dengan Hanni, tapi bukannya marah, Hanni malah tertawa saja sambil membalas semua perlakuan Sullyoon terhadap wajah dan tubuhnya.

"Hahahaha! Jomblo sendirian!"

"Diam!!"

"AHAAHAHAHAHA!"

Haerin hanya terkekeh melihat tingkah kedua sahabatnya yang bergulat bak anak kecil sama-sama keras kepala yang berebut mainan.

"So... will you be my girlfriend?" tanya Danielle sambil mulai memegang tangan kanan Haerin yang masih menenteng paper bag pemberiannya, "Jawabannya hanya 'iya', 'mau', dan 'tidak bisa' menolak,"

Haerin mendelik, "Itu pemaksaan namanya," ujarnya. Tapi, tak dapat dipungkiri juga kalau jantungnya seperti tengah berada di diskotik, sangat berisik.

"Karena itu yang aku mau," Danielle terkekeh sampai matanya terlihat menghilang. Haerin dibuat menggeleng pusing karenanya, tapi dia tetap menahan senyum malu-malu khocenk-nya.

"Jadiii... kau mau, 'kan?" tanya Danielle.

Haerin menarik tangannya kembali dengan lembut lalu pura-pura berpikir, Danielle dibuat harap-harap cemas, "Pilihan yang kau berikan saja hanya itu, jadi... mana bisa aku berkata 'tidak',"

Beautiful Art [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang